close
FeaturedLayanan

Absurdnya Tes Urine Narkoba dan Kewajiban Rehabilitasi (Bagian 2)

Wizzinator
Ilustrasi pengambilan urine untuk uji narkoba (Gambar: Premier Biotech)

Pada artikel sebelumnya, saya mengulas sejumlah argumentasi kenapa tes urine ditentang. Salah satunya, karena tidak efektif menekan konsumsi maupun peredaran narkoba di masyarakat. Artikel lanjutan ini akan mengulas aspek lain dari tes urine, yakni ajang pembuktian konsumsi-bukan-dagangan para tersangka pelanggar UU Narkotika.

Berapa Lama Narkoba Berada di Tubuh?

Sebuah artikel di situs Science Alert menerangkan, tidak semua zat meninggalkan jejak kimianya di tubuh untuk waktu yang sama. Itu mengapa uji narkoba sebagai syarat penerimaan siswa baru, misalnya, tidaklah efektif. Uji narkoba sangat mungkin menunjukkan hasil positif khususnya ganja, yang secara tidak sengaja turut terserap tubuh – biasanya saat berada satu ruangan dengan orang yang merokok ganja.

Saat masuk ke dalam jaringan, metabolit atau produk sampingan dari zat tersebut diproduksi melalui proses metabolisme tubuh. Jejak-jejak metabolit inilah, karena bisa bertahan dalam darah, urine, bahkan rambut setelah efek narkoba dirasakan, yang dideteksi dalam pengujian narkoba.

Jejak metabolit narkoba di rambut bertahan lebih lama ketimbang yang ditinggalkan di air seni atau darah. Berikut adalah daftar lamanya kandungan delapan narkoba populer bertahan di urine, darah, maupun rambut (sumber: Drugs.ie).

Diagram berikut menunjukkan, kandungan narkoba seperti LSD, putau, dan alkohol bertahan di dalam darah hanya 12 jam atau kurang.

Jam (Hours)

Jejak metabolit narkoba di urine atau air seni lebih lama ketimbang dalam darah. Jika di darah jejak metabolit narkoba terlacak hanya dalam hitungan jam, maka di urine, jejaknya bisa bertahan berhari-hari.

Hari (Days)

Uji narkoba menggunakan sampel rambut merupakan yang paling akurat karena jejak kandungan heroin atau alkohol misalnya, yang hanya relatif bertahan sebentar di urine atau darah, bisa bertahan hingga lebih dari 90 hari. Dari kedelapan narkoba yang diukur dalam kedua diagram di atas, hanya LSD yang jejaknya bertahan tiga hari. Sementara, jejak metabolit tujuh narkoba lainnya bertahan di rambut hingga lebih dari 90 hari.

Baca juga:  Suboxone Bukan Buat Disuntikkan

Sebagai tambahan informasi, pertumbuhan rambut per bulan adalah sekitar 1 cm. Dengan demikian, deteksi konsumsi narkoba selama beberapa bulan terakhir tergantung pada panjang rambut yang dijadikan sampel.

Uji Narkoba untuk Rehabilitasi

Berita penangkapan pesohor atas kepemilikan narkoba akhir-akhir ini sering membahas pula pengajuan rehabilitasi yang memang diatur dalam UU Narkotika (terakhir diperbarui pada 2009). Sesuai ketentuan UU tersebut, rehabilitasi diputuskan oleh hakim yang memeriksa perkara sebagai upaya pengobatan dan/ atau perawatan terlepas dari apakah tersangka tidak maupun terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

Dalam UU tersebut diatur pula, rehabilitasi wajib dijalani pecandu, yakni orang yang mengonsumsi narkotika atas keadaan ketergantungan baik secara fisik maupun psikis. Selain pecandu, rehabilitasi juga wajib dijalani oleh korban penyalahgunaan narkotika – sebuah istilah absurd yang nanti saya bahas lebih lanjut.

Karena sifatnya wajib, maka terdapat ancaman pidana saat keduanya tidak melaporkan diri untuk menjalani rehabilitasi. Bila masih di bawah umur, maka orang tuanyalah yang wajib melaporkan ketergantungan narkoba anaknya.

Jadi setidaknya, terdapat dua ketentuan mengenai rehabilitasi ketergantungan narkoba dalam UU. Pertama, sebelum konsumen narkoba tertangkap dengan melaporkan diri untuk menjalaninya. Kedua, setelah konsumen tertangkap lalu diperintahkan hakim yang menyidangkan perkaranya. Dalam ketentuan ini, hakim disebutkan “dapat” bukan “wajib” memutus atau menetapkan rehabilitasi.

Supaya hakim dapat memutus atau menetapkan rehabilitasi, para tersangka harus membuktikan kalau mereka benar ketagihan atau ketergantungan narkoba. Uniknya, uji kandungan narkoba dalam tubuh diyakini bisa menjadi alat bukti yang sah dan meyakinkan dalam proses hukum. Hasil uji narkoba yang positif kerap diajukan sebagai dasar pertimbangan agar mereka menjalani rehabilitasi – apalagi tersangkanya punya banyak duit.  

Baca juga:  Reni Susanti: Dosa Wartawan itu Mempertebal Stigma Kelompok Marginal

Salah satu tujuan UU Narkotika adalah menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Dalam Bab Ketentuan Umum dijelaskan, rehabilitasi (medis) merupakan proses pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Pasal 54 menambahkan pihak yang wajib menjalani rehabilitasi, yakni korban penyalahgunaan narkotika.

Dalam ketentuan di Pasal 127, penyalah guna yang wajib menjalani rehabilitasi ialah yang terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, yakni seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk mengonsumsinya.

Sampai di sini, gugatan saya tujukan pada putusan rehabilitasi bagi orang-orang yang, melalui media, kita ketahui berhasil mendapatkan privilese itu. Sebuah tim yang terdiri dari segerombolan dokter dan penegak hukum menetapkan, mereka memenuhi kriteria sebagai pecandu narkotika yang membutuhkan rehabilitasi. Tim yang ditetapkan berdasarkan SK Kepala BNN ini dikenal sebagai tim asesmen terpadu.

Ilustrasi suap (Gambar: Mirror Citizen)

Definisi pecandu narkotika yang dimaksud dalam UU cukup jelas, mereka yang mengonsumsi narkotika karena mengalami ketergantungan fisik maupun psikis. Ketika tertangkap aparat, tim asesmen terpadulah yang bekerja untuk menentukan apakah tersangka layak menjalani rehabilitasi atau dipenjara.

Sepanjang 2019, Polri bersama BNN menahan 42.649 tersangka tindak pidana narkotika. Tim asesmen terpadu BNN melayani 1.575 tersangka atau 3,69 persen dari seluruh tersangka. Masih dari laporan yang sama, layanan rehabilitasi di fasilitas milik pemerintah maupun masyarakat diisi 2.456 peserta rawat inap dan 12.561 peserta rawat jalan.

Sayangnya pada Desember 2019, terdapat 49.983 penghuni lapas dan rutan se-Indonesia dengan kategori pengguna narkoba. Itu artinya, ada lebih banyak konsumen narkoba, jumlahnya puluhan kali lipat, yang tidak mendapat layanan asesmen terpadu untuk bisa menjalani rehabilitasi. Mereka divonis kurungan penjara alih-alih menjalani rehabilitasi yang sangat dimungkinkan jika asesmen terpadu dilakukan.

Baca juga:  Candu di NKRI

Sepanjang 2019, perbandingan konsumen narkoba yang direhabilitasi dan yang dipenjara adalah 15.017 : 49.983 atau sekitar satu banding tiga.

Jaminan pengaturan upaya rehabilitasi sebagai tujuan UU Narkotika, yang sejak 2014 diperkuat tim asesmen terpadu berdasarkan peraturan bersama antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM, BNN, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial RI, boleh jadi hanya berlaku bagi para pelanggar yang punya uang banyak atau kasusnya dianggap high profile.

Sementara sebagian besar yang tertangkap atas kepemilikan narkoba untuk dikonsumsi karena ketergantungan fisik maupun psikologisnya, harus menghuni hotel prodeo. Mereka bahkan tidak memperoleh akses layanan tim asesmen terpadu karena sangat mungkin kasus-kasusnya dikategorikan low profile.

Sebenarnya, mereka masih punya kesempatan dimasukkan ke layanan rehabilitasi melalui putusan hakim. Tapi seperti yang telah saya ulas, hakim pun tidak “wajib”, melainkan “dapat” memerintahkan tersangka menjalani rehabilitasi. Itupun harus dibuktikan dengan uji narkoba berbiaya mahal di laboratorium beserta hasil asesmen terpadu yang saya duga hanya dilakukan pada kasus-kasus high profile tadi.

Selain itu, para tersangka kasus narkoba berkantong tebal sangat mungkin memengaruhi hasil asesmen terpadu, sehingga layanan rehabilitasi dapat dijalani pada saat penahanan di kantor polisi, jauh sebelum adanya keputusan hakim.

Kita kembali ke uji narkoba serta krisis moral penetapan rehabilitasi. Dana lebih dari 31,88 miliar rupiah untuk uji narkoba 340 ribuan orang sepanjang 2019 lebih baik dipakai untuk asesmen terpadu konsumen-konsumen narkoba yang tertangkap selama satu tahun. Selain mengurangi sesaknya penjara dan memenuhi rasa keadilan, realokasi tersebut mencegah pemborosan uji narkoba yang menurut banyak kajian terbukti tidak berfaedah.

℗℗ ℗ ℗℗

Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.