close
0e5349ff-5492-462b-9d2c-805c70b5a816
Suasana rapat proyeksi liputan untuk situs rumahcemara.or.id di Sekretariat AJI Bandung (Foto: Tri Irwanda)

Dalam sebuah perjuangan, bekerja sama dengan banyak pihak merupakan keniscayaan. Ini termasuk untuk mewujudkan mimpi “Indonesia tanpa stigma”.

Sejak awal, Rumah Cemara menjadikan media beserta para jurnalis alias wartawan sebagai mitra kerja yang amat potensial. Karena biar bagaimanapun, supaya masyarakat bisa paham soal AIDS atau konsumsi narkoba yang objektif misalnya, berita-berita positif tanpa bias tetap dibutuhkan. 

Pemahaman itulah yang meneguhkan hati tiap personel unit kerja Media & Data Rumah Cemara untuk menyambangi sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung dari pagi sampai sore tadi (28/8) di bilangan Cigadung, daerah timur laut Kota Bandung.

Sejumlah topik diulas kedua “gerombolan” ini, di antaranya soal peran penting komunitas dalam menekan stigma terhadap pasien HIV, konsumsi narkoba, korban pelecehan seksual, mantan narapidana, kelompok waria, dll.

Peran penting tersebut di antaranya suara komunitas. Suara mereka istimewa, karena memiliki unsur-unsur yang tidak dimiliki pihak lain untuk memupus tiap stigmatisasi maupun diskriminasi yang terlihat, terdengar, juga yang jadi pengalaman pribadi atau dialami sendiri.

Diskusi sambil menyantap pecel Kediri serta sari buah yang dipesan melalui aplikasi pesan-antar makanan tadi menghasilkan proyeksi liputan untuk situs rumahcemara.or.id hingga November 2020.

Tiap bulan, proyeksi akan dievaluasi berdasarkan capaian serta isu-isu yang muncul dan diprioritaskan untuk tayang di situs tersebut. HIV-AIDS dan narkoba tentu mendapat porsi yang lebih besar, tapi isu-isu yang masih berkaitan dengan kesehatan masyarakat seperti covid-19 serta stigmatisasi terhadap suatu kelompok juga jadi prioritas.

Baca juga:  Melalui Homeless World Cup, Timnas Indonesia Sebarkan Nilai Persaudaraan

Pertemuan berikutnya dijadwalkan Jumat, 25 September 2020.

Selain itu, dua organisasi ini merencanakan sebuah liputan bersama saat peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember mendatang. Mengumpulkan pemimpin-pemimpin redaksi adalah langkah yang akan dilakukan segera untuk kolaborasi liputan nanti. Karena sejak awal tahun lalu masalah persediaan dan pengadaan ARV terus mengemuka, isu ini kemungkinan akan jadi tema sentral kolaborasi liputan.

Rencana bertemu dengan para pemimpin redaksi juga mengagendakan strategi untuk merespons siaran-siaran pers dari pihak yang punya otoritas saja, misalnya pemerintah.  Kolaborasi ini diharapkan membuat liputan media pada hari itu tidak melulu soal statistik penambahan kasus. Perspektif bersama perlu disepakati berdasarkan diskusi yang akan diakomodasi oleh AJI Bandung dan dirancang partisipatif.

Karena selain masalah pengadaan yang sudah dimulai awal tahun lalu, distribusi ARV juga mendadak ikut mengalami kekacauan seiring dengan wabah covid-19 di Indonesia sehingga persediaan dan distribusi ARV menjadi isu utama proyeksi liputan September 2020. Liputan seputar isu ini baik yang bersifat mendalam maupun yang lebih singkat jadi prioritas.

Selain itu, isu yang ada hubungannya dengan stigmatisasi terhadap suatu kelompok juga diproyeksikan tayang di situs web hingga akhir tahun ini. Dalam konteks Rumah Cemara yang berupaya untuk tidak tersekat di isu HIV-AIDS dan narkoba saja, upaya-upaya menghapus stigma juga diserahkan kepada komunitas melalui berbagi cerita. Karena peranannya penting, komunitas harus menyampaikan kebenaran yang perlu diketahui publik.

Baca juga:  Pasien tetap Bayar Jutaan Rupiah untuk Obat Generik Hepatitis C

Komunitas yang mengalami sendiri stigmatisasi dan diskriminasi berwenang untuk mengungkapkan kebenaran karena memiliki kompetensi dengan masalah yang mereka alami dalam kehidupannya sehari-hari. Unsur ini disebut John Austin sebagai ungkapan kebenaran performatif, karena ucapan mereka memiliki konsekuensi perbuatan bagi penuturnya (Kaelan, 1998). Kebenaran performatif ini ditentukan oleh daya kemampuan pernyataan untuk mewujudkan realitas. Dengan kata lain, proposisi menentukan realitas bukan sebaliknya.

Secara teori, suara komunitas sangat potensial untuk memupus stigma karena selain memiliki kebenaran performatif tadi, tiap ungkapannya sangat memungkinkan untuk mengandung kebenaran ilmiah. Cerita yang dibagi oleh komunitas, dengan demikian harus bisa dibuktikan secara ilmiah pula.

Akhirnya, menyingkap kebenaran senantiasa menjadi kebutuhan yang membuatmu bahagia bukannya merasa hina terlepas kamu itu aktivis atau stakeholder yang hanya menerima layanan dari (aparatur) negara.     

Kebutuhan berbagi informasi objektif yang membahagiakan itu pun turut ditunjang oleh kemajuan teknologi. Sejak kelahirannya, internet beserta media sosial telah memudahkan kita berbagi cerita ke sesama penghuni planet ini. 

Kamu pun bisa berbagi cerita melalui situs web Rumah Cemara. Caranya, di menu “Kontribusi”, kamu bisa mengirim berbagai karya tulis, karya visual atau photo story, liputan audio, hingga karya audio-visual alias video untuk melawan berbagai informasi yang tidak berdasar.

Rumah Cemara meyakini, kebenaran yang kamu bagi akan mengenyahkan disinformasi, penyesatan, atau informasi yang tak berdasar sebagai cangkang yang memungkinkan stigma untuk bisa hidup, tumbuh subur, dan menyebar luas di masyarakat.

Baca juga:  Mencegah Kerusuhan di Penjara (Bagian 2)

℗℗ ℗ ℗℗

Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.