close
FeaturedKomunitas

Karena sebuah Hasil Tidak akan pernah Mengkhianati Prosesnya

Empowerment-Justice-Action
Foto: Empowerment Justice Action (EJA)

Thomas Alva Edison pernah mengatakan, “Perbedaan antara hal yang sulit dan hal yang tidak mungkin dilakukan yaitu, ‘hal yang tidak mungkin dilakukan’ memerlukan lebih banyak waktu”. Sebelum menemukan bola lampu, Edison mengadakan beribu-ribu eksperimen. Ia pantang menyerah walaupun orang di sekelilingnya mulai sering mengeluh dan putus asa. Hingga akhirnya Edison, yang pantang menyerah itu, berhasil.

Demikian pula dengan sebuah visi atau impian. Pada mulanya, hampir semua visi nampak sulit dan tidak mungkin untuk dilakukan. Perlu penghayatan sehingga kita merasa memiliki visi tersebut dan bersedia bekerja keras untuk mencapainya. Selain kerja keras, kita juga perlu bersabar dan ulet saat menghadapi rintangan.

Berbagai organisasi sosial yang berkecimpung dalam isu HIV-AIDS dan NAPZA di Indonesia dibentuk dengan visi dan misi yang beraneka ragam. Mulai dari kepedulian hingga penggerak perubahan.

Salah satu contoh menarik adalah sebuah kelompok korban kebijakan pelarangan NAPZA di Surabaya, Jawa Timur, yaitu Empowerment Justice Action (EJA). Kelompok ini dibentuk Maret 2007 dengan nama East Java Action karena ditujukan menjadi jaringan korban kebijakan NAPZA Jawa Timur. Hingga kini, EJA  berafiliasi dengan Yayasan Orbit. Meski terafiliasi, keduanya berbeda dalam hal kepengurusan dan pengaturan rumah tangga organisasinya.

EJA berfokus pada pemberdayaan korban kebijakan NAPZA, sementara Yayasan Orbit mendasarkan dirinya pada kepedulian dan keprihatinan atas berbagai permasalahan sosial di Indonesia. Yayasan Orbit sendiri merupakan organisasi nonpemerintah yang didirikan pada Juli 2005.

Baca juga:  Perayaan Natal bagi Saya, Seorang Umat Muslim

EJA memiliki visi, mewujudkan masyarakat yang sadar terhadap keadilan sosial. Misinya antara lain, memfasilitasi proses pendidikan kiritis kepada korban kebijakan NAPZA sebagai penggerak perubahan sosial di masyarakat, mendorong perbaikan pelayanan terkait masalah kecanduan dan konsumsi NAPZA, dan menggerakkan masyarakat dalam upaya perbaikan kebijakan publik terkait permasalahan NAPZA.

Yang membuatnya menjadi menarik adalah ketika mereka menjalankan program kerjanya dengan menitikberatkan pada wilayah pemberdayaan hukum korban dan advokasi kebijakan NAPZA. Mereka melakukan penguatan kelembagaan, terutama kepada staf mereka sendiri. Staf mereka didorong untuk melanjutkan pendidikan, terutama di bidang hukum dan lainnya  sesuai dengan minat masing-masing. Upaya ini diharapkan memberi daya ungkit pada keberhasilan program bantuan hukum kepada korban NAPZA sehingga siap menghadapi tantangan ke depan sesuai dengan visi dan misinya.

Kebijakan organisasi ini membuahkan hasil yang patut mendapat apresiasi. Terbukti, beberapa staf berhasil meraih gelar Sarjana Hukum. Kemampuan mereka meningkat dan bisa terlibat langsung mendampingi korban NAPZA baik dalam permasalahan hukum maupun dalam mendorong perbaikan kebijakan publik terkait permasalahan NAPZA.

Pemberdayaan sejatinya adalah proses di mana individu/kelompok berinisiatif memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan hanya terjadi jika anggota di dalamnya berpartisipasi sehingga tercapai kondisi yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan, serta melakukan sesuatu yang tepat untuk memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki agar visi bisa tercapai.

Baca juga:  Menghadapi Niat Bunuh Diri

Winston Churcill, Perdana Menteri Inggris (1940-1955) pernah berkata, “Tidak ada gunanya berkata, ‘Kami melakukan yang terbaik.’ Anda harus berhasil dalam melakukan apa yang dibutuhkan.”

Begitulah, karena sebuah hasil tidak akan pernah mengkhianati prosesnya.

Indra Inside Out

The author Indra Inside Out

Sedikit tertawa...banyaknya ditertawakan....Ambil hikmahnya saja kawan.. God bless you all!

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.