Bandung, Media & Data RC (3/12/2020) – Hari AIDS Sedunia (HAS) tidak pantas dikategorikan sebagai perayaan. Kategori peringatan lebih tepat karena menyadarkan orang-orang bahwa HIV-AIDS telah menyebar serta merenggut banyak nyawa sejak tiga puluhan tahun lalu. Diksi “peringatan” juga pas karena hingga kini, HIV-AIDS masih jadi ancaman bagi manusia. Atas perkara itulah, HAS tidak atau belumlah tepat kalau mau digolongkan sebagai perayaan atau selebrasi.
Kategorisasi ini disadari betul oleh Indonesia AIDS Coalition (IAC), sebuah koalisi komunitas yang saling berkontribusi untuk memperbaiki layanan publik bagi para pengidap HIV di Indonesia. Koalisi ini lantas menggelar konferensi pers bertajuk “Matinya Kolaborasi di Tengah Selebrasi” sehari pascaperingatan HAS 2020 di Bandung, Jawa Barat (2/12). Kegiatan ini sengaja ditujukan untuk mengingatkan sesama warga Indonesia supaya tidak salah menafsirkan makna Hari AIDS Sedunia.
Aditya Wardhana, Direktur Eksekutif IAC menyampaikan, saat ini Indonesia masih belum berhasil mengendalikan HIV-AIDS dengan baik.
“Apa yang mau dirayain? Stok (obat) ARV aja masih bermasalah. Belum lagi dampak wabah covid-19 yang luar biasa bagi ratusan ribu orang dengan HIV di Indonesia,” bebernya.
Ia menyayangkan peringatan HAS di banyak tempat yang lebih mirip kegiatan hura-hura atau selebrasi ketimbang perenungan mengenai masih banyaknya persoalan HIV-AIDS yang masih perlu diatasi dengan serius. Edo, sapaan akrab Aditya menyesalkan, di tengah situasi krisis seperti sekarang, Kementerian Kesehatan RI malah menggelar puncak peringatan HAS tahun ini di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.
“Mereka nggak peka ya? Kita semua tahu Labuan Bajo adalah tempat wisata premium nan eksotis. Tapi apa relevansinya sama AIDS? Penularan HIV di sana nggak setinggi di Papua, misalnya. Akan jadi relevan kalau kegiatan itu dilakukan di Papua atau tempat-tempat lain yang memang kasus HIV-nya tinggi,” sambung Edo.
Hal senada diungkapkan Aditia Taslim, Direktur Eksekutif Rumah Cemara. Menurutnya, HAS itu momentum bagus untuk kembali melihat situasi yang ada.
“Masih ada ribuan kematian terkait AIDS, ratusan ribu pengidap HIV belum mendapat pengobatan yang memadai. Hal semacam ini yang harusnya jadi refleksi dalam Hari AIDS,” urainya.
Ia menambahkan, sejumlah kegiatan yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI pada puncak peringatan HAS tidak mencerminkan bentuk-bentuk perenungan. “Contohnya, menggelar tes HIV di 34 provinsi untuk memecahkan rekor MURI,” kritik Adit.
Sementara Natasya Sitorus, Manajer Advokasi Lentera Anak Pelangi menilai, kegiatan-kegiatan yang bersifat selebrasi menyakiti perasaan para pengidap HIV. Ia turut menjelaskan, “Jika anak-anak dengan HIV bisa bersuara, tentu suara mereka juga sama.”
Konferensi pers juga dihadiri pembicara lain, di antaranya Meirinda Sebayang, Ketua Sekretariat Jaringan Indonesia Positif dan Baby Rivona, Ketua Ikatan Perempuan Positif Indonesia.
“Perkuat Kolaborasi, Tingkatkan Solidaritas”, tema HAS 2020 dari pemerintah tak luput dari sorotan sejumlah pembicara. Mereka menilai, kolaborasi selama ini belum sungguh-sungguh dilakukan. Komunitas orang-orang dengan HIV selama ini sebenarnya sering diajak kerja sama atau dilibatkan dalam kegiatan pemerintah. Tapi apa yang dilakukan, semata agar kewajiban pemerintah untuk melibatkan komunitas terdampak HIV-AIDS tunai!
“Kolaborasi semu!” sungut Edo.
Ia pun melanjutkan, pemidanaan konsumen narkoba masih terjadi, kelompok terpinggirkan lain seperti waria, pekerja seks, atau LGBT masih dikejar-kejar, dirazia. “Bagaimana mungkin kolaborasi terjadi kalau keberadaan mereka yang disebut sebagai populasi yang menjadi kunci keberhasilan penanggulangan HIV-AIDS itu masih diburu lalu dipenjarakan?” terang Edo.
Menurutnya, fakta-fakta seperti itu jelas bertentangan dengan makna kolaborasi itu sendiri.
Melalui Laporan Perkembangan HIV-AIDS & Penyakit Infeksi Menular Seksual Triwulan III Tahun 2020, Kementerian Kesehatan RI melaporkan, jumlah kasus baru HIV dari 2005 sampai 2020 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Secara akumulatif hingga September 2020, dilaporkan terdapat 409.857 kasus HIV secara nasional. Sementara itu, jumlah kasus AIDS relatif stabil tiap tahunnya. Laporan akumulasinya dari 1987 hingga Juni 2020 sebanyak 127.873 kasus.
Hingga kini, kasus HIV dan AIDS dilaporkan terdapat di 484 kabupaten/ kota atau 94 persen dari seluruh kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.******