“Kok izin terus ya?”
Kalimat itu masih terngiang di kepala Dina (bukan nama sebenarnya), 29 tahun, seorang penyintas lupus yang pernah bekerja di perusahaan distribusi barang di Jakarta Selatan. Dina tahu tubuhnya tidak lagi seperti dulu. Dulu, ia kuat bekerja lembur. Tugas administratif ia tuntaskan cepat. Tapi sejak dua tahun lalu, tubuhnya mulai memberi perlawanan: sendi-sendi membengkak, kepala berdenyut tajam, dan tubuhnya mudah sekali kelelahan. Kadang ada bercak merah di wajahnya, tapi lebih sering tidak terlihat apa-apa. Dari luar, ia tampak sehat.