close
FeaturedKegiatan

Ketua BNN yakin bisa capai masyarakat bebas narkoba (Indonesia Bebas Narkoba 2015 revisited)

Gx5dKhTVL8
Heru Winarko saat berpidato di Sidang Pleno CND Wina, Austria, 2 Maret 2020 (Foto: Panitia)

Ketua BNN, Heru Winarko meyakini Indonesia akan mencapai cita-cita masyarakat bebas narkoba saat menyampaikan pidatonya pada Sesi ke-63 The UN Commission on Narcotic Drugs di Wina, Austria (2/3),

Keyakinannya itu ia utarakan sebagai wujud dari terlaksananya penerapan sejumlah strategi, di antaranya kebijakan untuk pendidikan dan pencegahan konsumsi narkoba hingga program pascarehabilitasi. Ini merupakan hasil yang diperoleh dari upaya Indonesia untuk terus mengimplementasikan standar pencegahan internasional dalam strategi pengurangan permintaan narkoba.

Implementasi standar yang disampaikan Heru adalah salah satu dari tiga pekerjaan yang Indonesia telah lakukan atas semangat mencegah dan memerangi narkoba beserta prekursornya.

Sebuah poster cita-cita BNN sepuluh tahun silam (Grafis: BNN RI)

Dua pekerjaan lain yang telah Indonesia lakukan adalah menjalin kerja sama yang erat baik di forum bilateral, regional, hingga multilateral berdasarkan prinsip saling menghormati. Untuk urusan ini, Indonesia membuka diri kepada seluruh negara untuk meningkatkan kerja sama terutama dalam asistensi teknis dan pertukaran informasi termasuk informasi intelijen tentang sindikat obat-obatan.

Pekerjaan ketiga adalah pemanfaatan pendekatan inovatif untuk mengatasi teknologi yang dipakai untuk transaksi narkoba. Fokus strategi ini adalah kerja sama dengan pihak swasta untuk platform perdagangan elektronik serta penyedia layanan daring. Pemerintah juga bekerja sama dengan perusahaan rintisan jasa pengiriman barang untuk mencegah korban sindikat narkoba melalui cara-cara yang canggih di media sosial dan situs daring lainnya.

Baca juga:  Catatan Peristiwa 2021 (Bagian 1)

Dalam kesempatan tersebut, tak lupa Heru menyampaikan bahwa Indonesia turut mempromosikan pentingnya menjunjung tinggi pemenuhan hak-hak asasi manusia dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut. “Perumusan kebijakan narkoba harus memperhatikan hak asasi para korban dan keluarganya,” imbuhnya.

The UN Commission on Narcotic Drugs (CND) adalah satu dari komisi fungsional dewan PBB untuk urusan ekonomi dan sosial (ECOSOC) serta merupakan badan utama dalam perumusan kebijakan narkoba dalam sistem PBB. Fungsi penting komisi ini ditetapkan dalam konvensi-konvensi pengawasan narkoba internasional 1961, 1971, dan 1988.

Mandat CND terbagi dua, yakni fungsi normatif atas dasar kesepakatan (treaty) dan norma yang berada di bawah tiga konvensi pengawaasan narkoba internasional. Kedua, menyusun pedoman bagi kebijakan program pengendalian narkoba PBB yang dikelola UNODC.

Rapat CND dilakukan tiap tahun di Wina, Austria yang dihadiri seluruh negara anggota PBB. Delegasi negara yang hadir mendiskusikan dan membuat keputusan berdasarkan isu yang rentangnya sangat luas berkaitan dengan sistem pengendalian narkoba global serta program kerja UNODC dan International Narcotics Control Board, sebuah badan yang dibentuk pada 1968 untuk memonitor penerapan konvensi-konvensi pengendalian narkoba PBB.

Walaupun efektif per Januari 2020 Indonesia belum menjadi anggota CND, namun hal itu tidak menyurutkan semangat pemerintah untuk menggelar pameran bertajuk “Alternative Development Exhibition in Indonesia”, 2-6 Maret 2020 di salah satu ruang pameran Gedung M Vienna International Centre, tempat rapat CND diselenggarakan.

Baca juga:  Ganja dan Alkohol: Masih Relevankah Pelarangan Keduanya?

Sebagai informasi, alternative development merupakan istilah program yang diupayakan rezim pelarangan narkoba global kepada para petani di pedalaman untuk mengganti tanaman penghasil narkoba yang selama ini dibudidayakan dengan tanaman “halal” seperti cempedak atau singkong. Indonesia tentu saja memamerkan upaya pemerintah mensubstitusi tanaman ganja di lahan-lahan pegunungan Aceh oleh petani lokal.

Kritik terhadap program ini antara lain, dengan masih dijadikannya tanaman penghasil narkoba sebagai komoditas terlarang, maka nilai ekonominya tentu jauh lebih tinggi ketimbang tanaman penggantinya. Para petani pun harus mengeluarkan ongkos untuk membawa hasil panennya ke pasar di mana persaingan harga hasil panen tanaman alternatif ini sangat ketat dan belum tentu menemukan pembeli.

Sebaliknya, tanaman penghasil narkoba sudah pasti mendapatkan penyalur dengan harga yang jauh lebih tinggi ketimbang tanaman alternatif meski petani harus mengemban risiko yang besar.

Terlebih, program alternative development sangat tidak efektif untuk jenis narkoba sintetis yang tidak memerlukan tanaman penghasil bahan bakunya. Berdasarkan laporan resmi, produksi dan konsumsi narkoba sintetis di seluruh dunia saat ini meningkat pesat. Sebuah kritik terhadap alternative development dan pengendalian narkoba bisa disimak di sini.

Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.