Tes urine secara paksa kepada sejumlah mahasiswa yang berunjuk rasa di sekitar gedung DPRD Jawa Barat, di Bandung, Selasa (24/9) lalu, telah menyalahi prosedur. Pemeriksaan air seni untuk mengetahui kandungan narkoba saat itu tidak tepat karena dilakukan terhadap orang-orang yang diamankan atas perkara berbeda, yaitu unjuk rasa.
Hal ini diungkapkan Aditia Taslim, Direktur Rumah Cemara menanggapi kasus penahanan empat mahasiswa usai berunjuk rasa memprotes revisi UU KPK dan rencana pengesahan RUU KUHP beberapa hari lalu.
Menurut Adit, keempat mahasiswa ini ditahan hanya berdasarkan hasil uji urine yang positif mengandung narkoba jenis ganja dan obat jenis benzodiazepin. Sementara itu, barang bukti narkobanya baru dicari sampai di kediaman masing-masing setelah adanya hasil pemeriksaan air seni tersebut.
Pada umumnya, tes urine narkoba digunakan untuk membuktikan seseorang yang kedapatan membawa narkoba adalah untuk konsumsi pribadi, bukan untuk diedarkan. Ancaman hukuman bagi pengedar memang lebih berat. Jadi terdapat barang bukti narkoba terlebih dulu, baru kemudian dilakukan tes urine. Bukan sebaliknya.
Adit juga mengaku, pihaknya sudah mendapat konfirmasi bahwa keempat mahasiswa tersebut saat ini berada di Badan Narkotika Nasional Provinsi Jabar. Kemungkinan, tambahnya, mereka akan diperiksa di sana dan bakal dimasukkan ke panti rehabilitasi.
Sebagai organisasi yang memperjuangkan penghapusan stigma terhadap konsumsi narkoba dan orang-orang dengan HIV, Rumah Cemara berkepentingan memberikan klarifikasi. Pemeriksaan urine untuk mengetahui kandungan narkoba kepada puluhan demonstran yang diduga provokator dalam unjuk rasa itu dikhawatirkan dapat mempertebal stigma bahwa konsumsi narkoba selalu identik dengan biang kerusuhan.
Apabila narkoba dianggap menjadi biang keladi terjadinya kerusuhan, faktanya urine pada keempat mahasiswa yang ditahan itu tidak mengandung jenis narkoba yang bisa membuat konsumennya agresif seperti kokaina dan mentamfetamina atau sering disebut sabu. Selain itu, fakta lain menunjukkan urine puluhan demonstran lain yang sempat diamankan karena diduga menjadi perusuh tidak mengandung narkoba.
Perlu diketahui, efek konsumsi ganja dapat memengaruhi indra seperti melihat warna yang lebih cerah, kepekaan terhadap waktu, mengganggu gerakan tubuh, menyulitkan proses berpikir dan pengambilan keputusan.Sementara itu, obat-obatan benzodiazepin membuat bicara jadi meracau, konsentrasi yang buruk, kebingungan, sakit kepala, kesulitan dengan gerak dan memori.
Seperti diberitakan berbagai media, usai unjuk rasa di depan kantor DPRD Jawa Barat (24/9), polisi menahan empat mahasiswa yang memprotes revisi UU KPK dan rencana pengesahan RUU KUHP karena hasil tes urinenya mengandung narkoba. Bersama puluhan mahasiswa lainnya, mereka diamankan dan dipaksa melakukan pemeriksaan air seni di Polrestabes Bandung usai unjuk rasa.
Keesokan harinya, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan kepada pers, 64 mahasiswa telah dipulangkan sedangkan empat sisanya dijadikan tersangka karena hasil tes urinenya positif mengandung narkoba baik itu jenis benzodiazepin maupun ganja. Sejumlah media memberitakan penahanan puluhan demonstran di Bandung itu atas dugaan provokasi.
Apakah selain ditemukannya barang bukti, aparat juga mempunyai kewenangan melakukan pemeriksaan uji Napza bila ada indikasi pada personal yang terlihat dalam pengaruh zat?, sebagai contoh razia di tempat hiburan malam, walau tidak ditemukan bb, aparar tetap melakukan uji zat dan sebagai tindak lanjut peredaran gelap Napza.