The First International Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health resmi dibuka Kepala BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), Hasto Wardoyo di Yogyakarta, Senin (30/9). Sejumlah persoalan seperti pernikahan anak, kehamilan yang tidak diinginkan, dan persalinan di antara remaja usia 15-19 tahun menjadi pembahasan dalam konferensi selama tiga hari ini.
Konferensi tentang keluarga berencana (KB) Indonesia dan kesehatan reproduksi (kespro) yang pertama ini bertujuan menyediakan mimbar nasional dan internasional untuk membahas bagaimana KB dan kespro di Indonesia bisa berkontribusi dalam mengurangi angka kematian ibu dan anak. Hal ini diungkapkan Siswanto Agus Wilopo, profesor di Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gajah Mada sekaligus ketua panitia penyelenggara.
Kegiatan ini juga dilatari oleh tingginya kematian ibu di Indonesia. Seperti diketahui, angka kematian ibu di Indonesia sepanjang 2018-2019 mencapai 305 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk mengatasinya, sebuah konsorsium terdiri dari organisasi nonpemerintah dan kampus dibentuk. Bersama BKKBN dan Kementerian Kesehatan RI konsorsium itu menyelenggarakan konferensi ini.
Sementara itu, direktur eksekutif konferensi, Amala Rahmah dari Rutgers WPF Indonesia berharap kegiatan ini bisa menjadi pertemuan ide, pemikiran, praktik kerja, dan kebijakan yang diwakili oleh kehadiran peserta. Lebih lanjut perempuan yang akrab disapa Rara ini mengajak para peserta untuk lebih kreatif.
“Bagaimana KB tidak mendapat tentangan, karena belum apa-apa langsung ngomongin alat kontrasepsi dan penentuan jumlah anak,” ujarnya.
Sebanyak 800-an peserta tercatat mengikuti konferensi ini. Mereka terdiri dari para pakar kesehatan dan pembangunan, penyelenggara program, pembuat kebijakan, berbagai badan khusus PBB, lembaga donor nasional maupun internasional, organisasi masyarakat sipil serta calon pemimpin muda, dan mahasiswa.
Kesehatan reproduksi remaja adalah salah satu isu yang selama ini banyak ditanyakan ke Rumah Cemara. Biasanya mereka bertanya melalui saluran media sosial yang Rumah Cemara kelola.
Kehadiran Rumah Cemara di konferensi merupakan upaya peningkatan kapasitas sekaligus memperluas jaringan kerja. Upaya ini juga untuk membawa cita-cita menghapus stigma pada konsumsi narkoba dan orang dengan HIV ke ranah yang lebih inklusif.