close
FeaturedKebijakanTajuk

Jokowi Gratiskan Vaksin, Uji Materi Narkotika untuk Kesehatan Dimulai

3001
Ilustrasi: George Wylesol

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan akan menggratiskan vaksin covid-19 bagi masyarakat. Hal tersebut disampaikan lewat siaran pers Sekretariat Presiden, Rabu (16/12). Hal ini mematahkan skenario yang berkembang sebelumnya bahwa vaksinasi covid-19 akan berbayar sesuai produsennya, misal buatan Sinovac asal Tiongkok dipatok Rp200.000 per dosis atau buatan Pfizer asal AS Rp283.000 per dosis.

Tulisan ini merupakan catatan Rumah Cemara tentang berbagai peristiwa yang layak untuk diperhatikan dalam pekan ini.

Sebagai rakyat, tentu kita senang dengan keputusan ini. Walaupun keputusan presiden itu harus dikawal kebenarannya nanti. Tapi dari keputusan Jokowi itu juga, sejumlah orang merasa vaksin sudah ada, gratis pula, lalu untuk apa pakai masker, sering cuci tangan, dan jaga jarak?

Belum lagi yang juga sedang ramai diperbincangkan bahwa, negara-negara maju akan terlebih dulu memanfaatkan vaksin untuk rakyatnya karena mereka telah memborong vaksin-vaksin untuk menjaga laba perusahaan dari hak paten temuan mereka. Sementara negara dunia ketiga mendapat setelahnya. Perbincangan ini sudah berlangsung sejak berbagai perusahaan farmasi berlomba menemukan vaksin di pertengahan 2020.

Di tengah keruwetan soal penanganan wabah covid-19, publik dicengangkan oleh pernyataan Juru Bicara Satgas Penangangan Covid-19 sehari sebelum Jokowi melakukan siaran pers soal vaksin gratis. Wiku Adisasmito menyatakan, tingkat positif di Indonesia sudah melampaui 18 persen. Ini jauh di atas standar yang ditetapkan WHO, yakni di bawah 5 persen. Ini berarti dari 10 orang yang dites, 2 sampai 3 orang dinyatakan positif covid-19.

Baca juga:  KlirCet - Ganja Medis

Untuk menekan tingkat positif dari tes tersebut hanya dapat dilakukan dengan disiplin memakai masker, sering-sering cuci tangan, dan menjaga jarak. Tiga cara ini juga tetap harus ditegakkan walau Jokowi sudah memutuskan menggratiskan vaksin.

MK Mulai Sidangkan Permohonan Narkotika Golongan I untuk Kesehatan

Sementara setelah siaran pers soal keputusan penggratisan vaksin covid-19 kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan sidang perdana uji materi UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Rumah Cemara sebagai salah satu pemohon selain tiga ibu yang anak-anaknya mengidap kelumpuhan otak beserta organisasi lain mempermasalahkan Pasal 6 Ayat 1 Huruf a dan Pasal 8 Ayat 1 UU tersebut.    

Anak-anak tersebut membutuhkan terapi untuk mengatasi kejang yang di sejumlah negara sudah bisa dilakukan secara efektif menggunakan ekstrak ganja. Di Indonesia ganja merupakan Narkotika Golongan I yang hanya boleh dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim menyatakan menerima permohonan itu. Tapi, ia memberikan kesempatan bagi para pemohon untuk memperbaiki permohonannya hingga Selasa (29/12).

Kesempatan ini perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin. Para hakim di MK seharusnya independen dalam menyidangkan permohonan ini. Keputusan PBB yang mengeluarkan ganja dari golongan narkotika berbahaya dan menetapkan memiliki faedah pengobatan, 2 Desember 2020 lalu harusnya bisa jadi pertimbangan. Dalam Pasal 8 Ayat 1 UU Narkotika berbunyi, Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Baca juga:  Mempertimbangkan Kembali Pelarangan Minuman Beralkohol

Baik dalam isu vaksin terlebih uji materi UU Narkotika, Rumah Cemara sebagai organisasi komunitas yang terdampak secara kesehatan wajib mengawal kedua isu tersebut.

Redaksi

The author Redaksi

Tim pengelola media dan data Rumah Cemara

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.