Situs kencan online bukan barang baru, dan penggunanya pun sangat banyak. Dari mulai lajang sampai orang-orang yang sudah berpasangan tak luput dari “keranjingan” kencan online ini. Sampai-sampai, orang tua yang menunggu anak-anaknya pulang sekolah pun banyak yang menghabiskan waktu dengan beraktivitas di situs kencan online.
Saya tidak bermaksud memberikan ceramah moral mengenai benar atau tidaknya aktivitas di situs kencan online. Tulisan ini semata untuk membuka pikiran tentang risiko kesehatan seksual terkait situs kencan online dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.
Apa risiko dari aktivitas di situs kencan online?
Terungkap dalam penelitian Christopher Carpenter, asisten profesor di Western Illinois University, dan Bree McEwan, asisten profesor di bidang teknologi komunikasi di DePaul University—seperti diberitakan okezone.com—orang-orang menggunakan aplikasi kencan terutama untuk hiburan, kencan dan seks.
Masih diberitakan di situs yang sama, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Evolutionary Psychological Science, pengguna aplikasi kencan sudah tidak lagi menganggap tabu seks dengan orang asing. Para pengguna aplikasi kencan online juga sadar akan adanya risiko terhadap kesehatan seksual, namun mereka tidak khawatir akan persoalan itu.
Kenyataannya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat menyatakan status peningkatan penyakit menular seksual di sana “mengkhawatirkan”. Angkanya naik 2,8 persen sejak 2013, dan memengaruhi orang-orang muda antara usia 15 dan 24 tahun. Aplikasi kencan disebut sebagai salah satu penyebabnya.
Dari Inggris juga diberitakan hal senada. Seperti dikutip dari cnnindonesia.com, berdasarkan sebuah studi terbaru oleh kelompok kesehatan seksual di Inggris, aplikasi kencan seperti Tinder dapat meningkatkan penyebaran infeksi menular seksual karena begitu cepatnya seseorang berganti-ganti teman kencan.
Jumlah orang yang terdiagnosis sifilis di Inggris meningkat sepertiga dalam setahun. Sementara, pengidap gonorhea naik hingga 19 persen. Badan Kesehatan Publik Inggris mengaitkan lonjakan ini sebagian besar disebabkan oleh pasangan yang tidak menggunakan kondom.
Peter Greenhouse, dokter kesehatan seksual dari Asosiasi Kesehatan Seksual dan HIV di Inggris mengatakan bahwa aplikasi seharusnya juga menuliskan pesan seks yang aman. Karena bukan rahasia lagi para pengguna situs kencan online memang mencari seks dari aktivitas online mereka itu. Akibatnya, mereka sering berganti pasangan dan semakin besar pula kesempatan untuk terinfeksi penyakit menular seksual.
Greenhouse menulis bahwa titik kritis HIV masih sangat jauh. Namun, kondisi ini bisa dipercepat oleh orang-orang yang berganti pasangan seksual dengan lebih cepat.
Lalu bagaimana agar aktivitas seksual yang difasilitasi situs-situs kencan online bisa lebih aman?
Saya pikir para pengelola situs kencan online harus mulai berpikir tanggung jawab sosial atas perilaku para penggunanya. Karena seperti dilaporkan sejumlah penelitian, bahwa situs kencan online digunakan oleh mereka yang mencari kesenangan dan seks, maka sudah saatnya para pengelola situs itu terlibat secara aktif mengampanyekan perilaku seks yang aman.
Setidaknya, sampaikan kepada para pengguna situs kencan online, gunakan kondom jika kencan online berujung pada hubungan seksual.
Persoalan pendidikan seks aman ini sangat penting dilakukan, karena bagi sebagian orang, termasuk para pengguna situs kencan online, penggunaan kondom hanya dilakukan untuk mencegah kehamilan saja. Misalnya, dalam pemantauan saya, banyak pasangan heteroseksual tidak menggunakan kondom saat penetrasi awal sampai sebagian waktu coitus dilakukan, dan kondom baru digunakan saat akan ejakulasi. Karena mereka berasumsi hanya saat ejakulasilah kehamilan bisa terjadi.
Perilaku itu sangat berisiko, bukan saja dalam hal terjadinya kehamilan, tetapi dalam hal penularan infeksi penyakit seksual. Kondom seharusnya digunakan sejak awal penetrasi, dengan cara pemakaian yang benar pula.
Dapat dibayangkan, jika banyak pengguna situs kencan online yang begitu kerap berganti pasangan dan menggunakan kondom dengan cara dan prosedur yang tidak benar, maka risiko infeksi menular seksual bisa jadi sangat tinggi, seperti yang ditunjukkan hasil penelitian-penelitian itu. Itulah sebabnya, menurut saya kampanye pendidikan seks aman harus selalu disampaikan di situs-situs kencan online.
Jika pendidikan itu telah disampaikan, tentu harus dilakukan evaluasi terus menerus tentang tingkat penyebaran infeksi seksual, untuk dilihat sejauh mana efektivitas kampanye yang sudah dilakukan situs-situs kencan itu.
Jika kampanyenya belum efektif, maka harus selalu dicari cara-cara baru untuk kampanye dan pendidikan seks aman itu.
Misalnya, pendidikan seks secara offline yang dilakukan kepada siapa pun yang sudah matang secara seksual, baik di lingkungan masyarakat sampai ke lembaga-lembaga pendidikan. Di titik ini, Indonesia sebenarnya masih memiliki kendala dari sisi hukum, karena baik di KUHP maupun RKHUP 2019, masih ada pemidanaan terhadap siapa pun yang dianggap tidak berhak mempromosikan alat kontrasepsi.
Jika melihat risiko yang dihadapi masyarakat terkait infeksi seksual menular ini, sudah saatnya masyarakat menuntut negara untuk membuka lebar-lebar pintu bagi pendidikan seks yang aman. Agar setiap manusia Indonesia terjamin kesehatan seksualnya.
Zaky Yamani – Kolumnis dan Novelis