Permohonan informasi publik yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi Narkotika untuk Kesehatan akhirnya berlanjut ke tahap sengketa informasi publik di Komisi Informasi Pusat. Langkah ini dilakukan menyusul tidak adanya tanggapan pemerintah terhadap permohonan informasi publik yang diajukan oleh LBH Masyarakat selaku lembaga yang mewakili koalisi.
Melalui siaran pers yang diterima redaksi (29/9), koalisi menyebut tidak ada satu pun dari tiga instansi pemerintah yaitu BNN, Polri, dan Kementerian Kesehatan RI yang menjawab permohonan informasi publik hingga batas waktu yang ditentukan.
Seperti diketahui, koalisi yang diwakili LBH Masyarakat secara resmi telah mengajukan permohonan informasi publik pada 7 Juli 2020 lalu kepada pemerintah. Koalisi meminta agar bukti ilmiah yang menjadi dasar penolakan penggunaan ganja untuk kepentingan kesehatan oleh pemerintah pada Juni 2020 lalu dibuka kepada publik.
Koalisi yang beranggotakan sejumlah orgranisasi di antaranya LBH Masyarakat, ICJR, Rumah Cemara, LGN, IJRS, EJA, dan Yakeba ini menilai, kondisi yang terjadi semakin memperkuat sinyalemen sikap pemerintah yang menolak penggunaan ganja untuk kepentingan kesehatan tidak berlandaskan ilmu pengetahuan dan penelitian yang jelas. Padahal, sebelumnya pemerintah mengklaim adanya hasil penelitian yang menyebutkan antara lain jenis ganja yang tumbuh di Indonesia berbeda dengan tanaman ganja yang tumbuh di Eropa atau Amerika.
Kesimpulan itu konon didasarkan hasil penelitian bahwa ganja di Indonesia mengandung THC tinggi (18%) dan CBD yang rendah (1%). Kandungan THC bersifat psikoaktif alias memabukkan sehingga membahayakan dan menyebabkan banyak kematian.
Klaim berikutnya, ganja untuk pengobatan adalah ganja yang melalui proses rekayasa genetik yang menghasilkan kandungan CBD tinggi dan kandungan THC rendah, sedangkan ganja di Indonesia tidak melalui proses rekayasa genetik. Ganja di Indonesia sangat mudah tumbuh di hutan dan pegunungan, sehingga bukan jenis ganja yang dapat digunakan untuk pengobatan.
Klaim ketiga adalah, penggunaan ganja di Indonesia lebih banyak untuk bersenang-senang bukan untuk kepentingan medis. Apabila ganja dilegalkan, akan lebih banyak dampak buruknya.
Koalisi menilai, publik berkepentingan untuk mengetahui dasar informasi yang menjadi klaim pemerintah sebagai dasar penolakan pemanfaatan ganja untuk kesehatan. Bagaimanapun, kebijakan yang diambil oleh pemerintah akan berdampak langsung kepada hak atas pelayanan kesehatan warga masyarakat. Pemerintah harus terbuka mengenai segala informasi penolakan ganja untuk kepentingan kesehatan.
Pembukaan informasi atas dasar penolakan ganja untuk kepentingan kesehatan merupakan wujud pertanggungjawaban pemerintah dalam memenuhi, melindungi, dan menghormati hak atas pelayanan kesehatan setiap orang sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Selain itu, pembukaan informasi dapat menunjukkan apakah pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah pemerintahan yang menjunjung tinggi keterbukaan informasi atau justru sebaliknya. Oleh karena itu, LBH Masyarakat bersama Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi Narkotika untuk Kesehatan mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat untuk mengingatkan kembali agar presiden tidak melupakan tanggung jawab konstitusional yang diemban pemerintahannya.