close
Untitled

Bagi keluarga pengidap lumpuh otak (cerebral palsy), kejang adalah momok. Bila itu terjadi, semua yang sudah bisa dilakukan sebagai hasil terapi, akan hilang tak bersisa. Ekstrak senyawa ganja telah terbukti mampu meredakan lonjakan listrik ke otak penyebab kejang.

Film ini menggambarkan betapa ganja telah secara sembrono dipertahankan sebagai narkotika golongan satu dalam UU Narkotika RI. Dalam aturan itu, ganja tidak boleh dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan. Padahal satu dasawarsa terakhir, sudah banyak negara yang menghapus pemidanaan konsumsi ganja untuk pengobatan. Laporan-laporan kajian yang menyatakan ganja mujarab untuk atasi sejumlah gangguan medis pun melimpah.

***

Musa adalah seorang anak pengidap lumpuh otak dengan episode kejang dua hingga tiga kali dalam sehari. Ia pernah menjalani terapi menggunakan ganja di Australia. Namun karena alasan tertentu, ia harus kembali ke kediamannya di Yogyakarta. Saat menjalani terapi itu, ibunya mengaku banyak kemajuan yang terjadi. Selama satu setengah tahun lebih, Musa tidak alami kejang.

Musa bukan satu-satunya pengidap lumpuh otak di negeri ini. Ada ribuan yang tidak seberuntung dirinya untuk bisa mendatangi negara-negara yang sudah meresmikan pengobatan berbahan baku ganja. Sebagai gangguan kesehatan kronis, tentu pengobatan cerebral palsy berlangsung lama bahkan bisa seumur hidup. Itu artinya bila ingin terus menjalani terapi tersebut, seseorang harus berada di negara itu untuk jangka waktu panjang dan tentu saja itu tidak murah.

Baca juga:  Peringatan Hari Anti-Narkoba 2021: PBB Hapus Stigmatisasi Ganja, Indonesia Lanjut Perangi Narkoba (1)

Sementara, ganja tumbuh subur di tanah air kita. Tak terhitung sudah berapa banyak operasi pembumihangusan ladang ganja oleh aparat penegak hukum, tapi berhektar-hektar tanaman ini terus saja ditemukan. Lokasinya pun tidak hanya di Aceh yang masyhur akan tanaman ganjanya.

Pemberantasan ganja di negeri ini telah dilakukan sejak 1971 lantaran konsumsinya disinyalir dapat mengancam pelaksanaan pembangunan nasional.

Di tengah kegagalan kebijakan pemberantasannya itu, kita terus disuguhkan kasus orang-orang yang memanfaatkan ganja untuk pengobatan-bukan-mabuk-mabukan di negeri ini. Mereka tahu dari berbagai publikasi yang kebanyakan bisa diperoleh di internet. Khazanah pengetahuan akan ganja medis pun melimpah dan diamalkan secara turun-temurun. Pengobatan menggunakan ganja setidaknya tercatat dalam literatur Barat maupun Melayu di Maluku serta Aceh pada abad ke-16 hingga 17.

Entah ini kutukan atau anugerah kalau orang-orang Indonesia itu taat hukum. Sebab kalau tidak, ratusan ribu hingga jutaan pengidap gangguan kesehatan yang sudah terbukti bisa diatasi dengan ganja akan memanfaatkannya untuk bisa bebas dari penderitaan. Siapa yang sanggup terus-menerus melihat penderitaan orang yang dicintainya? Tentu mereka akan melakukan apapun demi kesembuhan buah hati mereka bahkan dengan melanggar hukum. Faktanya, hanya segelintir yang senekat itu.

Seharusnya hukum memberikan manfaat dan keadilan bagi masyarakat bukan malah menzalimi.

***

Apa yang terjadi saat Musa kembali ke tanah air, di mana pemanfaatan ganja untuk keperluan medis diancam hukuman penjara dan denda? Apakah para pembuat kebijakan di negeri ini jeli dan bersungguh-sungguh menunaikan hak konstitusional rakyatnya untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan? Yuk, tonton filmnya!

Tags : cerebral palsyekstrak ganjaganjaganja medislumpuh otak
Redaksi

The author Redaksi

Tim pengelola media dan data Rumah Cemara

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.