A lot of people think that punk rock musicians don’t know what they’re doing. –Travis Barker
Banyak orang menganggap, punk adalah jenis musik hingar bingar yang hanya memekakkan telinga. Punk juga identik dengan gaya hidup antikemapanan.
Punk adalah sebuah cabang musik rock yang muncul pada 1970-an sebagai penolakan terhadap kemapanan industri musik yang kala itu membesarkan Elvis Presley, Rolling Stones, maupun The Beatles. Semangat do it yourself (DIY) dan teknik bermusik yang terjangkau merupakan nilai luhur dalam punk.
Punk masuk ke Indonesia akhir 1970-an. Pada perkembangannya, baik di negeri asalnya maupun di Indonesia, komunitas punk telah menjadi subkultur tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang sehingga menimbulkan prasangka.
Prasangka, dalam hal ini tentunya prasangka buruk, lahir dari melihat sesuatu yang asing dan beda: ras, agama, ideologi, dan identitas lainnya. Setiap orang memiliki persepsi tertentu terhadap orang lain saat dia menyampaikan pesan. Persepsi itu tidak lahir dengan sendirinya.
Punk semakin populer saat menjadi tren busana (fashion). Contohnya, gaya berpakaian punk menjadi tren di sebagian masyarakat. Hampir di tiap kota di Indonesia saat ini terdapat komunitas punk .
Meski demikian, ada persepsi negatif dari sebagian masyarakat terhadap komunitas punk . Ini tidak terlepas dari gaya mereka yang cenderung menyeramkan. Sebagian masyarakat terkadang takut bila bertemu anak punk. Pergaulan dan gaya hidup mereka juga dianggap merusak, karena diidentikkan dengan ‘free sex’, narkoba, dan minuman keras.
Tapi tunggu dulu, punk bukannya tanpa nilai positif. Mereka menganggap semua anak punk adalah kawan dan bersaudara. Tidak ada senioritas. Semuanya sama dan setara. Anak punk menganggap kebersamaan sesamanya akan membuat mereka lebih kuat. Kebebasan bagi anak punk adalah kebebasan untuk mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri. Segalanya muncul dari kesadaran diri sendiri untuk bertindak dan berbuat sesuatu.
Pola pikir seperti itu menimbulkan sikap mandiri, diwujudkan dalam semboyan DIY.
Musisi yang berani bicara dan bertindak, dapat membuat perubahan dengan menyebarkan nilai-nilai baik melalui musik yang mereka mainkan.
Jeruji, grup musik hard core punk asal Bandung yang baru-baru ini meluncurkan album kelimanya, Stay True, mencoba strategi pendekatan baru untuk mengikis prasangka terutama terkait dengan dekriminalisasi konsumen narkoba dalam perspektif “perang terhadap narkoba”.
[AdSense-A]
Seperti kita ketahui, “perang terhadap narkoba” sudah berlangsung hampir setengah abad. Bukan hanya biayanya yang sangat besar, tetapi juga korban jiwa yang begitu banyak, terutama konsumennya. Padahal, kebanyakan dari mereka seharusnya dapat dan perlu ditolong melalui perawatan.
Perspektif “korban” ini yang jarang dibicarakan, apalagi dijadikan acuan untuk mengubah undang-undang. Selama ini, justru para korbanlah yang menjadi komoditas “perang terhadap narkoba”.
Jeruji menggelar tour bertajuk Bless the Punk Tour 2017 di 4 kota yaitu Surabaya, Malang, Denpasar, dan Mataram. Tour yang berlangsung 4-14 Maret 2017 itu mengangkat tema “Punk Melawan Prasangka”. Selain menjadi ajang silaturahmi dengan banyak kawan di luar Bandung, tour ini juga diisi dengan dialog tentang dekriminalisasi konsumen narkoba, solidaritas, kesadaran sosial, dan tentunya bersenang-senang dengan punk rock.
Dalam tour ini, Jeruji juga menggandeng dua band punk asal Bandung untuk memperkuat persaudaraan dalam penyampaian pesan. Mereka adalah Joeythegangster dan Kidsway.
Kekuatan punk sebagai sebuah persaudaraan dapat menggerakkan perubahan. Komunitas ini kembali menekankan pentingnya mendengar isi pesan yang disampaikan, bukan siapa pemberi pesan.
Menjadi seorang yang berjiwa punk tidaklah seratus persen salah. Ini bergantung pada tujuan kita dan sejauh mana kita mampu bertanggung jawab atas apa yg kita lakukan.
Menjadi punk itu mungkin berbeda, dan punk juga sangat menghargai perbedaan.