Wina, Austria (3/3) – Pada sidang ke-63, 2-6 Maret 2020, The Commission on Narcotic Drugs (CND – Komisi Obat-Obatan Narkotika) mengingatkan penggunaan mandatnya melakukan pemungutan suara untuk mengesahkan pembenahan penggolongan ganja dalam konvensi-konvensi PBB tentang narkotika dan psikotropika.
Pembenahan penggolongan ganja tersebut direkomendasikan WHO Expert Committee on Drug Dependence (ECDD – Komite Ahli Ketergantungan Obat) pada Januari 2019.
Karena kompleksitasnya, demi mengklarifikasi implikasi dan konsekuensi atas rekomendasi soal ganja ini, CND memutuskan untuk melakukan pemungutan suara pada sidang ke-63 yang kemungkinan akan diadakan kembali pada Desember 2020 jika sidang pada Maret ini mengalami kebuntuan. Upaya keras ini bertujuan untuk mengembalikan marwah sistem penggolongan narkoba internasional yang berintegritas.
Dokumen keputusan untuk melakukan pemungutan suara atas penggolongan ganja Desember mendatang telah disebar kepada seluruh negara anggota PBB sepanjang Sidang CND ke-63 ini.
Sidang CND yang dihadiri seluruh anggota PBB diselenggarakan setahun sekali. Salah satu hasil yang diharapkan adalah penetapan golongan zat-zat baik yang sudah maupun yang belum terdaftar dalam konvensi PBB tentang narkotika dan psikotropika. Daftar penggolongan yang dihasilkan di sidang tahunan tersebut, pengelolaannya dilakukan CND sebagai badan pelaksana UNODC sesuai protokol konvensi 1961, 1971, dan 1988.
Bila ganja dihapus dari daftar konvensi-konvensi tersebut, lalu apa mandat CND untuk tanaman ini dan zat-zat turunannya?
Dalam surat rekomendasi yang ditujukan kepada Sekjen PBB, Direktur Jenderal WHO yang turut mengepalai komite ahli ketergantungan obat, Dr. Tedros A. Ghebreyesus menyampaikan hasil kajian mereka soal ganja dan zat-zat terkait ganja sebagai berikut:
Ganja dan getahnya dihapus dari Golongan IV Konvensi Tunggal PBB tentang Narkotika 1961 tapi tetap berada di Golongan I.
Zat yang terdaftar pada dua golongan di konvensi itu dianggap rentan disalahgunakan, berdampak pada kesehatan (ill-effect), dan hanya sedikit bahkan tidak bermanfaat sama sekali untuk pengobatan. Zat lain yang juga terdaftar di Golongan I dan IV yaitu fentanyl, heroin, dan zat opioid lain yang dianggap berbahaya. Pemanfaatan zat-zat ini dikaitkan dengan risiko kematian yang signifikan, sedangkan konsumsi ganja tidak berkaitan dengan risiko-risiko tersebut.
Komite ahli yang dipimpin oleh Dr. Tedros tidak menemukan indikasi kalau tanaman ganja dan getahnya merugikan kesehatan seperti pada zat lain yang terdaftar pada Golongan IV Konvensi 1961. Malah, kandungan dalam tanaman ganja memiliki potensi pengobatan untuk nyeri dan kondisi kesehatan lainnya seperti epilepsi serta multiple sclerosis.
Oleh sebab itu, ganja dan getahnya seharusnya digolongkan pada tingkat pengendalian yang dapat mencegah dampak merugikan akibat pemanfaatannya. Di saat bersamaan, penggolongan ini jangan sampai menghalangi akses untuk pemanfaatan serta penelitian dan pengembangan zat-zat turunan ganja untuk keperluan medis.
Selain ganja dan getahnya, surat Dr. Tedros kepada Sekjen PBB juga merekomendasikan penataan kembali penggolongan zat-zat yang dihasilkan dari tanaman ganja, yaitu dronabinol dan tetrahydrocannabinol. Penataan keduanya disebabkan oleh kandungan psikoaktifnya.
Tapi yang esensial dari rekomendasi tersebut adalah dikeluarkannya cannabidiol (CBD), dengan catatan tidak mengandung lebih dari 0,2 persen Delta-9-THC, dari rezim pelarangan narkoba internasional. Secara eksplisit zat-bermanfaat-obat dari tanaman ganja ini dikeluarkan dari konvensi-konvensi PBB atau pengawasan internasional tentang narkoba karena ketiadaan risiko yang relevan terhadap kesehatan masyarakat.
Sidang pleno CND, 4 Maret 2020 membahas tentang penggolongan berbagai zat. Yang terakhir dan tentu saja paling memakan waktu adalah pembahasan soal ganja. Hal ini disebabkan adanya rekomendasi WHO yang telah saya sampaikan di atas. Semua negara menyampaikan pandangannya soal rekomendasi penggolongan ulang ganja yang disampaikan setahun lalu kepada Sekjen PBB.
Lalu seperti yang sudah diagendakan, sidang untuk mempertahankan marwah atau melenturkan kekakuan birokratis penggolongan narkoba internasional atas usulan WHO soal ganja ini akan dilakukan Desember mendatang.
Kabar baiknya, CBD secara spesifik tidak pernah terdaftar di konvensi pengendalian narkoba PBB 1961, 1971, maupun 1988. Bagaimanapun, jika berbentuk ekstrak atau larutan, maka CBD terdaftar di Golongan I Konvensi 1961. Karena itu, WHO merekomendasikan supaya istilah ekstrak dan larutan (tincture) dihapus dari konvensi karena penafsirannya yang kompleks.