close
festival-football-3-rumah-cemara
Foto: Pdjuli

Media & Data RC (12/03) – Rumah Cemara menggelar sebuah kegiatan baru dalam sepak bola di Indonesia. Kegiatan itu bernama Festival Football3. Acara ini berlangsung di Lapangan Futsal Bawet, Tamansari, Kota Bandung, Minggu, 12 Maret 2017.

Festival yang diprakarsai Rumah Cemara ini diikuti enam kelompok peserta yang berasal dari komunitas yang menjadi mitra Rumah Cemara. Football3 sendiri sebelumnya telah dipublikasikan situs jejaring streetfootballworld.org di Berlin, pada 2015 sebagai olahraga yang menerapkan isu sosial.

Football3 terbagi dalam tiga bagian, yaitu penjelasan peraturan, permainan, dan penilaian berdasarkan fair play. Dalam penjelasan permainan, setiap tim mendiskusikan peraturan berdasarkan kejujuran. Jika handsball atau out oleh salah satu peserta, maka ia diwajibkan membuat pengakuan sendiri karena tidak ada wasit. Permainan ini dilakukan tanpa peraturan baku seperti futsal atau sepak bola, melainkan kesepakatan yang dipatuhi sebelumnya. Selain itu, penilaian fair play didasarkan pada pengamatan panitia.

Football3 bertujuan membentuk sepak bola yang bukan semata-mata mengejar prestasi, melainkan nilai-nilai kebersamaan, kekompakan, kejujuran, fair play, dan penanaman isu sosial seperti tentang HIV-AIDS, stigma terhadap Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA), diskriminasi, dan kesetaraan gender.

Eva Dewi Ramadhani, ketua pelaksana Festival Football3 menyebutkan, program ini selain menjadi wadah menyalurkan ketrampilan bersepak bola peserta, khususnya anak-anak, juga mengenalkan isu sosial yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga:  Bermusik dan Narkobalah sesuai Aturan!

“Festival Football3 pertama kali dilakukan sewaktu di Lyon, Prancis tahun 2016. Saya sebagai perwakilan Indonesia mendapatkan ilmu untuk diaplikasikan di sini, di Indonesia. Sepak bola memang seharusnya untuk bersenang-senang, tidak melulu prestasi,” ujar Eva.

Dalam permainan ini peserta diajak untuk saling bergandengan tangan ketika memasuki dan keluar lapangan agar terbentuk kebersamaan dan fair play antarpemain.

“Jika dari kecil dibiasakan untuk belajar  fair play dan kompak, maka ketika dewasa pun akan terbiasa,” Eva menambahkan.

Perempuan kelahiran 1982 itu juga menjelaskan, sepak bola tidak dibatasi oleh latar belakang, apakah ia anak jalanan, ODHA, perempuan, atau laki-laki.

[AdSense-A]

Dalam sebuah sesi tanya jawab dengan panitia, salah seorang peserta, Sendy (10) mengaku mendapatkan banyak teman setelah pertandingan itu. “Berkenalan dengan banyak teman yang bertanding, kompak dan saling menolong saat terjatuh. Menyenangkan bisa bermain bola,” ungkapnya.

Football3 memang terdengar baru di Indonesia. Program ini diharapkan menjadi pelopor program  sepak bola yang menyenangkan bagi seluruh penikmatnya. Rijki Kurniawan, Koordinator Sport For Development Rumah Cemara berharap program ini akan menjadi kegiatan rutin dan dapat diselenggarakan di setiap daerah di Indonesia.

“Di balik suksesnya program football3 ini, sebenarnya ada isu gender yang tidak sempat diaplikasikan dalam game. Selain peserta perempuan yang sedikit, sepak bola selalu kentara (identik-red) akan permainan lelaki. Padahal, perempuan pun berhak ikut bermain dan soal skill pun mereka sama bagusnya,” ujar Rijki menutup perbincangan sore itu.

Baca juga:  Semangat Coubertin, Semangat Homeless World Cup

 

Rizky RDP

The author Rizky RDP

Sering menulis dengan tangan kiri, tim rusuh di Rumah Cemara, Tramp Backpacker, passion pada sepak bola dan sejarah. sering berkicau di @Rizky91__

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.