close
siapakah-odha
Ilustrasi: Pxhere.com

Orang-orang yang belum paham tentang HIV dan AIDS sering menanyakan, “ODHA itu apa sih?”
Ketika dijawab bahwa itu adalah singkatan dari orang dengan HIV-AIDS, kebanyakan akan lanjut bertanya, “Ciri-cirinya seperti apa?”

Satu pertanyaan yang tidak akan pernah saya lupakan berasal dari seorang mahasiswa dalam acara talk show kampus di Jawa Tengah pada akhir 2013. Pertanyaannya adalah, apakah ODHA tinggal di sebuah asrama khusus?

Pengantar Redaksi: Artikel ini karya Asti Septiani, salah seorang peserta Lokakarya Jurnalisme Warga yang diselenggarakan Rumah Cemara di Denpasar, 24-27 Juli 2018.

Saya pun menjawab, “ODHA juga hidup bermasyarakat seperti umumnya orang dan memiliki keluarga. Kalau harus tinggal di asrama khusus, ya tentu justru merepotkan kami.”  Sedikit bercanda, saya tambahkan, “Kami juga makan nasi, Mbak.”

Pertanyaan-pertanyaan seperti siapakah ODHA tentu harus dijawab. Termasuk pertanyaan tentang HIV dan AIDS yang kerap dikaitkan dengan moralitas serta kemaksiatan.

Saya tidak ingin masyarakat menganggap HIV menular dan ditularkan dari kemaksiatan. Sama halnya, saya tidak ingin hal ini dikaitkan dengan isu moral. Buktinya, ada jutaan orang yang sering berkunjung ke tempat pelacuran dan bar yang tidak tertular HIV.

Buat saya, tertular HIV adalah masalah kesehatan semata, tidak ada hubungannya dengan moral seseorang.

Karena kerap dikaitkan dengan moralitas, maka cap buruk banyak dilekatkan kepada ODHA. Salah satu stigma itu adalah bahwa orang yang tetular HIV adalah pekerja seks dan kaum homoseksual.

Baca juga:  Festival Indonesia Tanpa Stigma 2018

Laporan Perkembangan HIV-AIDS & IMS yang disampaikan rutin oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan 75.175 heteroseksual mengidap AIDS secara akumulatif pada periode 1987 hingga Triwulan I 2018. Sementara, dari faktor risiko homoseksual jumlahnya 6.130.

Laporan tersebut juga menunjukkan 15.162 ibu rumah tangga mengidap AIDS pada periode pelaporan yang sama. Untuk profesi pekerja seks, jumlahnya 3.361.

Kalau Anda mengatakan bahwa wanita pekerja seks adalah sumber penular HIV, lalu Anda sebut apa laki-laki yang membayarnya untuk melakukan seks tanpa kondom? Kalau Anda menyalahkan pemakai narkoba, mengapa Anda tidak menyalahkan pihak yang membiarkan narkoba beredar gelap di negeri ini?

Salah satu persoalan dalam penanggulangan HIV dan AIDS adalah stigma. Kalau tidak ada stigma, tidak akan ada diskriminasi. Kalau tidak ada stigma, tidak ada kendala pada kepatuhan terapi antiretroviral (ARV). Dan bila setiap ODHA tidak  bermasalah dengan minum ARV, yaitu obat bagi pasien HIV yang harus diminum seumur hidup, tentu mereka akan mendukung program Temukan Obati Pertahankan. Ini berarti juga menekan angka penularan HIV.

Stop menghakimi ODHA. Saya harap, tidak muncul lagi jargon yang malah semakin melekatkan stigma pada kami. Saya sebut contohnya, jargon “Masa Depan Gemilang Tanpa HIV dan AIDS”. Banyak kok ODHA yang mampu berprestrasi dan berkarya. Masa depan kami tetap bisa gemilang meskipun kami terinfeksi HIV.

Baca juga:  Mengapa Negara Perlu Kelola Narkoba?

Stop stigma pada siapapun. Lalu, siapakah ODHA? Mereka adalah orang-orang yang bahagia, dan mensyukuri apapun yang dialami. Daun yang jatuh pun ada catatannya, apalagi hidup kita. Genggam erat tangan ini, dan untuk teman-teman ODHA, berhentilah melekatkan stigma pada diri sendiri, karena diri kalian semua berharga.

Cintai diri sendiri, cintai pasangan, cintai keluarga, dan cintai kehidupanmu. Karena kita semua ingin hidup bersama dalam  #IndonesiaTanpaStigma.

Asti Anwar

The author Asti Anwar

4 Comments

  1. Assalamualaikum….saya punya keponakan tinggal /ngontrak di daerah krawang baru sebulan (Des 19) ketahuan kena HIV bagaimana sikap saya untuk ngurus keponakan tsb sedangkan saya tinggal di Tangerang dan hidup pas2an apa ada tempt penampungan yg GRATIS dari pemerintah, bagaimana solusinya? Mohon infonya,thx

    1. Semoga keponakan dan Mas Karsito dalam keadaan sehat-sejahtera ya. Maaf respons lambatnya.
      Begini, Mas. Tertular HIV itu bukan berarti hidup segera berakhir. Syukurlah keponakan Mas sudah tahu kalau dia tertular HIV sehingga bisa segera diobati. Pengobatan HIV di Karawang setahu saya sama seperti di tempat lain. Pasien harus minum obat antiretroviral rutin (tiap hari) yang bisa diperoleh di puskesmas dan rumah sakit. Obatnya gratis, tapi ada biaya administrasi atau retribusi kalau layanan kesehatannya milik pemerintah. Biaya retribusi itu menyesuaikan dengan peraturan daerah setempat. Misalnya di DKI Jakarta, pemdanya menggratiskan retribusi puskesmas.

      Sebaiknya Mas bersikap selayaknya kepada keponakan Mas yang lainnya (kalau ada) yang tidak terinfeksi HIV. Hanya saja, Mas Karsito boleh menanyakan apakah keponakan Mas sudah ikut terapi antiretroviral serta bagaimana prosesnya. Selain itu, biasa aja, Mas

  2. Saya butuh pertolongan. Saya baru menikah 6 bulan. Hari ini tepat tgl 25 maret. Hari kelahiran saya, saya mengetahui bahwa saya hasil tes HIV saya Reaktif. Itupun diketahui setelah melakukan tes untuk syarat operasi kelenjar getah bening.
    Mohon bantuannya saya binggung.
    Saya takut istri saya tertular.

    1. Hai Mr. D. Maaf responsnya lambat. Semoga pasangan Mr. D tidak tertular HIV karena berhubungan kelamin dengan Mr. D tanpa kondom ya. Tapi kalau baca pertanyaan Mr. D, ada kemungkinan pasangan Anda tertular lewat hubungan kelamin.

      Meski demikian, ini bukan akhir dunia, Mr. D. Anda dan pasangan masih bisa melanjutkan pernikahan dan hidup sehat-sejahtera sesuai cita-cita Mr. D dan pasangan. Kalau Anda masih menyembunyikan infeksi HIV Anda dari pasangan, sebaiknya segera berbicara terus terang. Bukankah pernikahan itu untuk jangka panjang? Bahkan sampai maut memisahkan Anda berdua.

      Bicara terus terang bukan untuk menyesali perbuatan Anda di masa lalu dan menyalahkan diri berlebihan karena, mungkin, Anda sudah menulari HIV ke pasangan Anda. Keterusterangan kepada pasangan lebih ditujukan supaya Anda berdua bisa segera mengikuti terapi antiretroviral untuk HIV yang secara ilmiah terbukti bisa membuat pengidap HIV hidup sehat karena jumlah virus dalam tubuh Anda akan berada di level yang tidak bisa menggerogoti sistem imun Anda.

      Dengan demikian, Anda berdua dapat hidup sehat walafiat hingga usia senja kelak. Amin!

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.