Mexico City, 13 November 2018 – Tampil penuh senyum dan sportivitas tinggi, dua pemain yang tergabung dalam tim nasional untuk Homeless World Cup (HWC) 2018 mendapatkan apresiasi dari wasit. Kedua pemain itu adalah Eva Dewi Rahmadiani, 34 tahun asal Bandung, Jawa Barat dan Samsul Rizal, 26 tahun asal Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Adalah wasit senior asal Australia, Harry Millas yang mengapresiasi penampilan keduanya di pertandingan Indonesia melawan Polandia dan Prancis pada Selasa, 13 November 2018. Dia memberikan peluit HWC kepada Eva dan Rizal secara terpisah.
Millas memberi peluit itu kepada Eva usai Indonesia kalah dramatis 6-7 dari Polandia. Eva sama sekali tidak bermain saat itu. Namun Millas menilai Eva sebagai sosok pemain yang bisa menginspirasi rekan-rekan lainnya lewat teriakannya dari pinggir lapangan.
Eva merupakan perempuan pertama dari Indonesia yang turun dalam HWC sejak keikutsertaan Indonesia pada tahun 2011 silam. Kehadiran ibu dari tiga orang anak ini tidak lepas dari usahanya untuk memperbaiki diri lewat sepak bola.
“Saya kenal street soccer sejak tahun 2013 saat ada League of Change, ajang seleksi untuk HWC yang saat itu dilaksanakan di Poznan, Polandia. Tapi karena satu dan lain hal, tim putri tidak jadi diberangkatkan. Sejak itu saya tertarik dengan sepakbola,” kata Eva yang kemudian menjadi pelatih tim sepak bola putri di Bandung, Jawa Barat.
Awalnya, Eva bermain sepak bola untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Statusnya sebagai orang dengan HIV, tidak menghalangi Eva melakukan hal-hal yang dia inginkan dalam hidupnya. “Menjadi perempuan juga bukan halangan buat melakukan berbagai hal. Jika kita sudah bertekad melakukan sesuatu, lakukanlah,” imbuh Eva yang menggunakan sepakbola untuk memberikan materi kesehatan reproduksi, HIV/AIDS, serta narkoba kepada remaja putri.
Millas memberikan peluit kepada Samsul Rizal usai pertandingan Indonesia melawan Prancis. Rizal yang masuk di babak kedua, berhasil mencetak satu gol untuk timnya. Usai mencetak gol, pemuda asal Lombok ini langsung meraih lambang Garuda di kostum dan menciumnya. Wajahnya sumringah dan terus mengumbar senyum.
Begitu wasit meniup peluit tanda pertandingan berakhir, para pemain menyalami tim lawan. Saat melangkah keluar lapangan, Millas memberikan peluitnya kepada Rizal. “Saya kaget, senang, sekaligus bangga,” kata Rizal.
Buat Rizal, peluit itu memberinya semangat dan motivasi untuk menjalani pertandingan serta kehidupannya di masa depan.
“Sebagai anak yang pernah dipenjara, terlibat narkoba, saya ini tidak bisa main bola. Tapi saya punya semangat. Saya mau membuktikan kalau kita ini bisa melakukan sesuatu yang berarti dalam kehidupan lewat sepakbola,” kata Rizal.
Sepulang dari HWC 2018, Rizal bertekad untuk mendirikan sebuah tempat yang dapat menampung orang-orang yang kurang beruntung atau terpinggirkan dari masyarakat. “Saya pernah merasa tidak diinginkan oleh masyarakat, tapi tetap ada orang yang menganggap saya keluarga. Saya ingin ada tempat yang bisa menerima mereka (yang kurang beruntung),” papar Rizal soal impiannya.