Saya adalah perempuan asli Papua kelahiran 1992. Saat ini saya menjadi pendamping orang-orang dengan HIV. Sebelum menjadi pendamping, saya rutin mengonsumsi narkoba. Tentu saya butuh uang untuk mencukupi kebutuhan rutin saya akan narkoba. Untuk itu, saya menjajakan seks di jalanan untuk narkoba juga kebutuhan hidup saya yang lain.
Saya menjadi pendamping ketika selesai mengikuti pelatihan di Yayasan Harapan Permata Hati Kita (Yakita) pada 2010. Yakita bergerak di bidang rehabilitasi ketergantungan narkoba dan pendampingan bagi pengidap HIV (human immunodeficiency virus).
Ini pertama kalinya saya ikut kegiatan seperti ini.
Awalnya, saya tidak begitu tertarik mengikuti pelatihan. Namun setelah seminggu mengikutinya, saya jadi tertarik. Setelah sebulan pelatihan, akhirnya para peserta pelatihan bisa kembali ke rumah.
Setelah pulang ke rumah, saya merasa tidak nyaman dan kembali mengonsumsi alkohol dan ganja. Saya kembali menjajakan tubuh agar dapat uang lebih untuk beli alkohol dan ganja. Namun setelah beberapa hari saya kembali konsumsi narkoba, saya merasa ada suatu keganjilan dan saya tidak nyaman melakukan ini lagi. Saya sebenarnya rindu suasana yang saya rasakan di yayasan. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk kembali ke yayasan itu.
Di yayasan saya merasa nyaman. Saya diterima dan tidak dibedakan atas latar belakang kehidupan saya. Perubahan mulai dirasakan dari bangun tidur, bersih-bersih rumah, sampai dengan aktivitas belajar. Saya ikuti semua jadwal di yayasan hingga menjadi kebiasaan yang mulai saya cintai.
Suatu waktu saya dan beberapa teman perempuan melakukan pemeriksaan HIV. Saya sempat takut dan tidak siap jika nanti hasil tes saya positif. Ya, saya takut kalau sampai hasil tesnya positif, saya tidak bisa menerima diri saya sendiri. Tetapi setelah mendengar penjelasan dari suster dan beberapa senior, saya jadi paham bahwa sebenarnya HIV menular karena ada jalan masuk dan keluar di tubuh bagi virus. HIV menular salah satunya melalui cairan kelamin.
Setiap hari saya mempelajari banyak hal seperti tahapan ketagihan narkoba, bagaimana HIV menular melalui cairan kelamin, pemakaian alat suntik bekas, terapi HIV dengan mengonsumsi obat ARV, pencegahan HIV menggunakan kondom yang kemudian saya sosialisasikan di masyarakat umum.
Sampai dengan 2012 saya dididik menjadi seorang pendamping orang-orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Banyak hal yang menjungkirbalikkan kepercayaan awal saya. Ternyata ODHA itu bisa hidup dan bekerja layaknya orang sehat. Selama ini banyak yang berpikir bahwa ODHA itu kurus dan tidak dapat bekerja seperti orang lain. Itu adalah beberapa pemikiran salah yang sempat saya yakini.
Berapa tahun kemudian saya tidak lagi aktif di organisasi penanggulangan HIV. Namun aktivitas pendampingan terus saya lakukan meski tidak lagi berada dalam sebuah organisasi. Bagi saya pendampingan ODHA dan konsumen narkoba yang bermasalah adalah sebuah pelayanan. Menjadi seorang pendamping bukan hanya sebuah profesi.
Sampai saat ini saya masih terus melayani sebagai pendamping ODHA dan konsumen narkoba yang bermasalah. Sebuah kutipan yang selalu saya ingat, “Hanya seorang pecandulah yang memahami pecandu lainnya”.