Saya baru bertemu dengan kawan lama semasa SMA dulu. Dia akrab disapa “Romeo”. Usianya kini 37 tahun. Seingat saya, Romeo dulunya adalah idola di kalangan teman SMA. Ia sangat disiplin, rajin, dan memiliki sopan santun.
Artikel ini karya Muhammad Padli Desa, salah seorang peserta Lokakarya Jurnalisme Warga yang diselenggarakan Rumah Cemara di Jayapura, 17-20 Juli 2018.
Romeo tidak pernah menyangka dirinya bisa terpapar HIV. Saat pertama kali mengetahui dirinya tertular HIV, ia merasa dunia seakan kiamat. Pikirnya saat itu, AIDS berarti kematian.
Romeo mengetahui terpapar HIV saat sakit dan sekitar dua minggu dirawat di rumah sakit. Dokter menjelaskan bahwa dirinya positif HIV dan sudah masuk ke fase AIDS.
HIV atau human immunodeficiency virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Seseorang yang mengidap HIV, jika tidak segera diobati, akan masuk ke fase AIDS (accuired immuno-deficiency syndrome) di mana terdapat sekumpulan gejala penyakit akibat turunnya sistem kekebalan tersebut.
“Bapak jangan khawatir, sekarang sudah ada obat lho, yang dapat menekan jumlah virus HIV,” demikian ucap dokter padanya saat itu. Semangat pun mulai tumbuh. Apalagi ketika salah satu anggota keluarganya tetap memberi dukungan padanya saat mengetahui status HIV-nya.
Sejak mengonsumsi obat ARV, kehidupan Romeo semakin membaik. Tujuh tahun sudah ia mengonsumsi ARV di tengah kesibukannya sebagai staf di kantor pemerintahan di Kalimantan. Dia telah menikah dan dikaruniai dua anak, laki-laki dan perempuan. Kebahagiaannya bertambah, istri dan kedua anaknya tidak tertular HIV.
Ya, ARV adalah anti-retro-viral, yaitu obat yang dapat menekan jumlah virus HIV dalam tubuh pengidapnya. ARV dapat diperoleh di sejumlah rumah sakit atau puskesmas.
Orang yang sudah terpapar HIV sebaiknya segera memulai terapi ARV agar tidak jatuh sakit. Sebelum memulai terapi ARV, pasien biasanya diberikan informasi terlebih dahulu mengenai efek samping dari jenis ARV yang diberikan.
Dengan mengonsumsi ARV secara rutin, jumlah virus HIV dapat menurun dengan cepat hingga tidak terdeteksi lagi dalam darah. Hal ini umumnya terjadi minimal enam bulan. Namun demikian, terapi ARV harus dijalani seumur hidup. Apabila sempat terhenti, obat ARV tersebut akan kehilangan khasiatnya sehingga pasien harus menggunakan jenis ARV yang lain. Biasanya dikenal sebagai ARV lini kedua, dan seterusnya.
Yang penting kita ingat, terapi ARV ini banyak manfaatnya terutama untuk menjaga kesehatan ODHA (orang dengan HIV-ADS) sehingga kualitas hidupnya terjaga. Bahkan pada ibu hamil yang mengidap HIV, risiko penularan pada bayi dapat dikurangi.
Perlu diakui, terapi ARV memang memiliki efek samping mulai yang ringan hingga berat. Efek samping ringan di antaranya sakit kepala, pusing, diare, perut kembung, kehilangan lemak pada kaki, lengan, atau wajah, serta masalah kulit seperti ruam dan kelelahan. Sedangkan, efek samping yang terhitung berat di antaranya kerusakan hati, serangan jantung dan otak, kerusakan ginjal, atau kerusakan saraf.
Orang seperti Romeo menyadari hal ini. Namun di sisi lain, ia sangat terbantu oleh terapi ARV ini. Bagaimanapun, sejauh ini ARV adalah satu-satunya obat yang dapat menekan perkembangan HIV dalam tubuh. ARV memang tidak mampu menghilangkan virus HIV, tapi perkembangannya dalam tubuh Romeo bisa ditekan sehingga tidak jatuh sakit.
Romeo sering berbagi kiat agar ODHA dapat merasakan manfaat terapi ARV. Kiat pertama, menurutnya, ODHA harus patuh dan disiplin dalam mengonsumsi ARV. Ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan di antaranya kepatuhan atas jenis dan dosis obat yang sudah ditentukan oleh dokter, mematuhi cara minumnya beserta waktu yang tepat. Selain itu, terapi ARV ini harus kontinu, jangan sampai ada yang terlewat.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan dari lingkungan sekitar. Dukungan medis dari pengelola layanan kesehatan memang penting, tetapi dukungan nonmedis dari teman, kerabat, dan keluarga tidak bisa dikesampingkan.
Begitu pula yang dialami Romeo hingga dapat menjalani hari-harinya dengan baik. Hidup dengan HIV bukan akhir dari segalanya. Selama mengonsumsi ARV, kualitas hidup ODHA akan tetap terjaga. Aktivitas sehari-hari dapat dilakukan tanpa hambatan, sama seperti orang lainnya.
Romeo adalah satu contoh yang bisa membuktikan pada kita, bagaimana orang yang telah terpapar HIV bisa bangkit dari keterpurukannya. Nah, jika Anda, atau teman Anda terpapar HIV, mari berikan dukungan padanya. Terapi ARV sebenarnya adalah dukungan bagi kita. Aku Ra Vovo… (M. Padli Desa)