close
WhatsApp Image 2022-03-02 at 21.17.27
Gambar Ilustrasi: @abulatbunga

Rencana maksa untuk menjadikan kratom (Mitragyna speciosa) sebagai narkotika golongan satu oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) ditentang sejumlah kalangan.

Tentangan terutama berasal dari 300 ribuan petani kratom di Kalimantan Barat. Dalam lima tahun terakhir, mereka membudidayakan kratom menggantikan sawit dan karet yang harga jualnya terus anjlok. Perkebunan kratom menyelamatkan perekonomian mereka sampai saat ini. Permintaannya pun terus meningkat, terutama untuk pasar internasional. 

Jajaran Pemerintah Provinsi bersama Kanwil Bea Cukai Kalimantan Barat pun terang-terangan menentang usulan BNN tersebut. Penetapan kratom sebagai narkotika golongan satu akan menjadikan tanaman ini hanya boleh dimanfaatkan untuk kepentingan iptek dengan prosedur pengawasan yang ketat. Budi daya kratom sebagai produk obat tradisional bakal dikenakan sanksi pidana sesuai UU Narkotika yang diberlakukan.

Penentangan terang-terangan itu dilakukan melalui acara pengiriman kratom dari Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat ke Belanda yang dilepas gubernur, 29 September tahun lalu. Acara yang diprakarsai pemprov setempat itu adalah pengiriman tahap pertama kratom ke Negeri Kincir Angin seberat 550 kg dari 15,5 ton yang dipesan. Selepas ini, pemerintah berharap kratom Kalimantan juga bisa memenuhi permintaan dari negara-negara lain.

Masa depan kratom Kalimantan di pasar internasional punya prospek yang cerah. Karenanya, pemerintah berharap agar mutu tanaman obat ini bisa terus ditingkatkan. Untuk itu, Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji akan terus meyakinkan pemerintah pusat agar kratom tetap bisa menghidupi ratusan ribu petani di daerahnya. 

Baca juga:  Pesan yang Kuat dengan Musik yang Keras

Selanjutnya, tentangan berasal dari peneliti dan pakar adiksi Institute of Mental Health and Neuroscience Jakarta, Hari Nugroho. Menurutnya BNN hanya ikut-ikutan sikap pemerintah Amerika Serikat (AS) yang mengategorikan kratom sebagai narkotika. Ia menambahkan, Indonesia harus punya kajian sendiri untuk menentukan posisi kratom. Tiap negara punya kebijakan kratom yang berbeda-beda berdasarkan hasil kajian mereka.

Menurut Hari, efek psikoaktif kratom tidak signifikan jika dibanding narkoba lain seperti metamfetamin (sabu) atau ganja. Di AS pun, meski kratom digolongkan sebagai zat yang diawasi secara ketat, tapi pelarangannya diserahkan ke masing-masing negara bagian. Karenanya, ekspor kratom Indonesia ke AS pada 2016 bisa mencapai 400 ton tiap bulannya.

Alasan untuk menjadikan kratom sebagai narkotika yang hanya dapat dimanfaatkan untuk keperluan iptek (golongan satu) boleh dibilang terlalu mengada-ada. Yunis Farida, Deputi Bidang Rehabilitasi BNN misalnya menyebut, konsumsi kratom sepuluh kali lebih berbahaya daripada konsumsi kokain atau ganja.

Sebelum ada kajian farmakologi kratom yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tentu klaim Yunis tersebut boleh dibilang berlebihan.

Motif BNN mengategorikan kratom sebagai narkotika golongan satu masih menjadi sebuah misteri. Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika menetapkan tanaman ini sebagai narkotika golongan satu pada 2017. Lalu BNN memberikan waktu lima tahun sebagai masa transisi atas ketetapan ini.

Pada 2016, pengiriman kratom ke luar negeri lewat kantor pos utama Pontianak mencapai 400 ton per bulan atau setara 90 persen dari seluruh produk yang diekspor dari kota itu. Nilainya mencapai 130 juta dolar AS per tahun.  

Baca juga:  Pelatihan Advokasi Anggaran Program HIV-AIDS

Bila usulan untuk menggolongkan kratom sebagai narkotika yang hanya bisa dimanfaatkan untuk keperluan iptek disetujui pemerintah, maka 300 ribuan petani di Kalimantan Barat akan kehilangan penghasilan 130 juta dolar AS (setara 1,8 triliun rupiah) tiap tahunnya dari budi daya dan ekspor kratom.

Kembali ke motif BNN. Mungkinkah alasan “pengharaman” kratom ini supaya 300 ribuan petani di sana kehilangan mata pencarian yang sudah mereka nikmati secara resmi setidaknya selama lima tahun terakhir ini? Kalau memang demikian, betapa zalimnya BNN kepada para petani di sana.

Motif Pelarangan Kratom di Thailand

Kalau Indonesia baru akan “mengharamkan” kratom, Thailand telah insaf dari kekhilafannya melarang pemanfaatan medis kratom dan ganja.

Kratom telah lama dikenal sebagai bahan baku pengobatan tradisional, di antaranya untuk meredakan batuk, demam, kelelahan, hingga meredakan gejala ketagihan opium. Karenanya, kratom menjadi bahan baku minuman populer di wilayah Asia Selatan. Minuman berbahan kratom disajikan layaknya teh atau kopi kepada tamu yang berkunjung ke rumah.

Pelarangan kratom dilakukan sesaat setelah pemerintah Thailand menetapkan pajak opium yang berakibat pada meningkatnya konsumsi kratom di masyarakat secara drastis. Hal ini terjadi lantaran masyarakat memilih konsumsi kratom yang efeknya mirip dengan opium demi menghindari pajak konsumsi opium. Akibatnya, pemerintah kehilangan pendapatan dari penerapan pajak opium. Maka pada 1943, pemerintah melarang pemanfaatan kratom melalui UU Tanaman Kratom.    

Baca juga:  Napas Rokok dalam Revolusi Mental Jokowi

Karena motif pelarangannya adalah perkara finansial, maka Pemerintah Thailand kini membuka diri untuk merevisi UU pelarangan tersebut. Bukti-bukti khasiat kesehatan tanaman kratom jelas tak terbantahkan karena telah ribuan tahun dikenal masyarakat setempat untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan.

Pada 2019, pemerintah Thailand merevisi UU Narkotikanya yang mengizinkan pemanfaatan medis kratom dan ganja.

Perkembangan selanjutnya, kratom dikeluarkan dari daftar bahan yang diawasi secara ketat di Negeri Gajah Putih itu pada 2021. Alasannya, baik dalam Konvensi Tunggal PBB tentang Narkotika 1961 maupun Konvensi tentang Psikotropika 1971, kratom tidak tergolong salah satu zat di kedua konvensi tersebut.

Untuk kasus kratom di Indonesia, diperlukan kajian yang membuktikan apakah tanaman ini membawa dampak kerugian ekonomi secara meluas. Kalau tidak, pertanyaan selanjutnya adalah, apakah tanaman ini membawa dampak kerugian kesehatan secara meluas pula? Bila satu dari dua pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab secara signifikan, maka usulan untuk menjadikan kratom sebagai narkotika golongan satu sangatlah mengada-ada.

Tags : kratommitragyna speciosapurik
Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.