close
lahiran

Ada ratusan anak di Jawa Barat terinfeksi HIV. Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sejak 1989 hingga Desember 2015 mencatat, terdapat 214 kasus AIDS pada anak-anak yang tergolong balita. Sedangkan pada anak-anak usia 5 – 14 tahun tercatat 77 kasus AIDS.

Infeksi HIV pada anak terutama disebabkan penularan dari ibunya. Dengan kata lain infeksi HIV pada anak terjadi akibat penularan selama masa perinatal, yaitu  periode kehamilan, selama dan setelah persalinan. Penularan terhadap bayi juga bisa terjadi setelah kelahiran melalui Air Susu Ibu (ASI).

Di negara berkembang seperti Indonesia, risiko terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak diperkirakan sekitar 21% – 43%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan risiko penularan di negara maju, yang bisa ditekan hingga sekitar 14%-26%. Penularan HIV dapat terjadi saat kehamilan maupun setelah masa persalinan.

Risiko penularan terbanyak terjadi saat persalinan sebesar 18%, di dalam kandungan 6% dan pasca persalinan sebesar 4%. Selama persalinan, bayi dapat tertular darah atau cairan vagina yang mengandung HIV melalui paparan virus yang tertelan pada jalan lahir.

Penularan HIV melalui ASI merupakan faktor penting penularan pasca persalinan dan meningkatkan risiko transmisi dua kali lipat. ASI diketahui banyak mengandung HIV. Beberapa faktor yang mempengaruhi risiko transmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka pada puting, luka di mulut bayi, prematuritas dan fungsi kekebalan tubuh bayi.

Baca juga:  Isolasi Mandiri dan Kendala Pasien

Kondisi kesehatan ibu juga menjadi pertimbangan karena Ibu yang terinfeksi HIV memiliki risiko kematian lebih tinggi dari yang tidak menyusui. Beberapa badan dunia seperti WHO, Unicef dan UNAIDS merekomendasikan untuk menghindari ASI yang terkena HIV, jika alternatif susu lainnya tersedia secara aman.

Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu ke Anak

Sejauh ini cara efektif mencegah dan menanggulangi infeksi HIV pada anak adalah  mengurangi penularan dari ibu ke anaknya (Prevention Mother-to-child transmission – PMTCT). Ada 4 strategi yang disarankan WHO, yaitu mencegah penularan HIV pada wanita usia subur, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV, mencegah penularan HIV dari ibu HIV hamil ke anak yang akan dilahirkannya dan memberikan dukungan, layanan dan perawatan berkesinambungan bagi pengidap HIV.

Mencegah bayi agar tidak terinfeksi HIV tidak cukup hanya memfokuskan perhatian kepada perempuan hamil yang telah terinfeksi HIV. Bagaimanapun penularan HIV dari ibu ke bayi  kemungkinan berawal dari seorang laki-laki HIV positif yang menularkan HIV kepada pasangan perempuannya melalui hubungan seksual tak aman, dan selanjutnya pasangan perempuan itu menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya.

Dalam usia reproduksi aktifnya, perempuan tersebut secara potensial masih berisiko menularkan HIV kepada bayi berikutnya jika kembali hamil. Untuk itu, diperlukan peran penting laki-laki dalam menyadari rantai penularan HIV ini.

Baca juga:  Reni Susanti: Dosa Wartawan itu Mempertebal Stigma Kelompok Marginal

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah upaya penting mengingat sebagian besar perempuan HIV positif berada dalam usia reproduksi aktif.  Selama akses pengobatan ARV (Antiretroviral)  belum baik, bayi HIV positif akan menjadi anak yatim piatu.

Gangguan tumbuh kembang biasanya dialami bayi yang HIV positif. Anak dengan HIV lebih sering mengalami penyakit infeksi bakteri ataupun virus. Perlakuan diskriminatif akan dihadapi anak-anak yang hidup dengan HIV. Stigma (cap buruk) terhadap anak-anak dengan HIV-AIDS dikhawatirkan membuat mereka mendapat perlakuan diskriminatif dari lingkungannya.

Penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan ibu HIV positif, meskipun ibunya masih hidup, secara signifikan memiliki risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi. Padahal, bukankah setiap anak memiliki hak untuk hidup dengan sehat, memiliki usia panjang, dan mengembangkan potensi terbaik yang dimilikinya?

Tri Irwanda

The author Tri Irwanda

Praktisi komunikasi. Mulai menekuni isu HIV dan AIDS ketika bekerja di KPA Provinsi Jawa Barat. Punya kebiasaan mendengarkan lagu The Who, “Baba O’Riley”, saat memulai hari dengan secangkir kopi.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.