close
hqdefault
Ilustrasi: Ariya Kopites

Kata Bahasa Sunda bo.bo.toh berarti pendukung, memberi dukungan, dorongan dan semangat. Kata ini tidak bisa berdiri sendiri alias harus ada objek di depannya. Misalnya saat saya mejadi pendukung JKT-48 baik di atas maupun di luar panggung, saya disebut “bobotoh JKT-48”. Begitu pula saat mendukung kesebelasan Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung (Persib), saya disebut “bobotoh Persib”.

Seiring perjalanan waktu, kata bobotoh kian identik dengan pendukung Persib, klub sepak bola Indonesia yang dibentuk pada 14 Maret 1933 dan bermarkas di Kota Bandung. Klub berjulukan “Si Maung Bandung” ini pertama kali turut serta dalam kancah kejuaraan sepak bola nasional dalam Kompetisi Perserikatan 1933. Saat itu, “Sang Pengeran Biru” ditaklukkan VIJ Jakarta. Tahun berikutnya, Persib mengulang sejarah dengan lawan yang sama hingga pada 1937, klub asal Bandung ini sukses menjuarai kompetisi di Stadion Sriwedari Solo, Jateng.

Kembali sebelum menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung sekitar 1923, di Bandung berdiri klub sepak bola bernama kebelanda-belandaan, Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BVIB) yang terjemahan bebasnya adalah Klub Sepak Bola Asli Bandung. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot. Atot pulalah yang tercatat sebagai Komisaris Daerah Jawa Barat pertama.  

Baca juga:  Mau Apa Rezim Pelarangan Narkoba Global?

Bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (Persebaya), MIVB (PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), dan PSM (PSIM Yogyakarta), BIVB turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. Di pertemuan itu, BIVB diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/ perserikatan diselenggarakan.

BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melebur dan lahirlah klub bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai ketua umumnya. Klub-klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.

Dari sejarah Persib dan sepak bola nasional, kita bisa mengetahui bahwa pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa terjajah kala itu tidak melulu menggunakan kekuatan bedil, diplomasi yang kaku, maupun taktik gerilya semata. Sepak bola, dan tentu saja pendidikan kesadaran akan kelahiran sebuah negara rakyat di antara pencinta permainan si kulit bundar tersebut, juga menjadi medium perjuangannya.

Sebagai Bobotoh (pendukung Persib) zaman sekarang, apa saja yang dilakukan untuk memenangkan Persib di kancah sepak bola nasional dan mungkin internasional (Piala Champion)? Apa pendapat para Bobotoh soal sepak bola di tanah air yang nampaknya jauh dari cita-cita sejarah di atas – alih-alih jadi pemersatu, malah penyumbang konflik sesama warga +62 atau setidaknya antarsuporter klub?

Baca juga:  N-Bom, Kertas Halusinogen yang Bukan LSD

Kanal Indonesia tanpa Stigma berkolaborasi dengan Giga Lauda menampilkan obrolan seputar topik-topik perbincangan di atas bersama Isye Susilawati, Anggota Timnas Indonesia di Homeless World Cup (HWC) di Cardiff, Inggris (2019) cum Bobotoh Senior.

Audiografer: Budi Itong
Videografer: Prima Prakasa
Tags : Bobotoh
Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.