close
caleg-bicara-kesehatan
Para Caleg Giring Ganesha, Aden Achmad dan Mariska Isabella saat menghadiri acara diskusi komunitas di Rumah Cemara. Foto: Eric Arfianto

Beberapa hari lagi, Indonesia akan melaksanakan pemilu. Seperti apa kesiapan para calon wakil rakyat yang akan kita pilih? Apa yang akan mereka lakukan?

Rumah Cemara mengundang calon-calon anggota legislatif (caleg) di Daerah Pemilihan Jabar I yang meliputi Kota Bandung dan Cimahi untuk berdiskusi bersama komunitas, Rabu (3/4). Rumah Cemara mengundang seluruh partai politik yang berlaga dalam Pemilu 2019 nanti, tapi hanya tiga calon wakil rakyat yang menghadiri acara. Mereka adalah Giring Ganesha (Partai Solidaritas Indonesia) yang nyalon untuk DPR RI, Aden Achmad (Partai Keadilan Sejahtera) caleg untuk DPRD Provinsi Jabar, dan Mariska Isabella (Partai Demokrat) caleg untuk DPRD Kota Bandung.

Saat membuka diskusi berjudul “Isu Kesehatan di Mata Caleg” sore itu, Tri Irwanda, Konsultan Media Rumah Cemara mengutip Pasal 25 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang dikeluarkan PBB pada 1948. Ayat 1 pasal itu bunyinya, “Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.”

Zaky Yamani, moderator acara membuka diskusi dengan menyampaikan sejumlah isu di antaranya menyangkut konsekuensi dari ditetapkannya peringkat Indonesia oleh Bank Dunia sebagai negara dengan status middle income country atau negara berpendapatan menengah. Tidak rendah, juga tidak tinggi pendapatan negaranya. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik merilis rata-rata pendapatan per kapita orang Indonesia mencapai 3.927 dolar AS atau sekitar Rp 56 juta pada 2018. Angka ini naik dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan status ini, bantuan internasional untuk Indonesia, termasuk dalam penanganan HIV-ADS, dikhawatirkan akan berkurang.

Baca juga:  Kata Dokter Kejiwaan soal Bunuh Diri

Lebih jauh, Zaky mengemukakan sejumlah dampak yang timbul dari cara pendekatan negara dalam mengatasi persoalan NAPZA (narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya). Kebijakan negara saat ini lebih mengedepankan pendekatan hukum pidana ketimbang kesehatan masyarakat. Akibatnya, anggaran negara tersedot banyak untuk upaya-upaya pemidanaan tapi efektivitasnya belum terbukti. Salah satu bukti kesimpulan sementara itu adalah, penangkapan penyelundupan narkoba marak, kelebihan penghuni penjara hingga ratusan persen, tapi bandar masih tetap leluasa mengedarkan narkoba bahkan dari dalam lapas.

Lantas bagaimana pendapat para caleg terhadap tantangan ini?

Giring Ganesha yang kita kenal sebelumnya sebagai vokalis Nidji, sebuah grup musik beraliran pop-rock, menceritakan pengalamannya. Sebagai artis, ia mengaku lingkungan pergaulannya cukup akrab dengan penggunaan narkoba. Bukan hanya itu, perilaku seks yang berisiko menularkan penyakit dan kehamilan tidak diinginkan pun sering dia temui.

“Namun apa hak saya untuk menghakimi mereka? Saya kenal mereka, dan mereka baik kok sama saya,” ungkap Giring. Ia mengaku tidak ingin memberi stigma pada mereka. Di sisi lain, ia menilai ketidaktahuan menjadi penyebab para konsumen NAPZA ini terjerumus semakin dalam. Pendidikan sangat diperlukan mulai dari tingkat terkecil dalam masyarakat seperti keluarga.

Disinggung mengenai persoalan HIV-AIDS di Indonesia, ia berpendapat pemerintah harus memperkuat pendidikan seks mulai dari tingkatan terbawah, yaitu SD. Pemerintah juga harus memperkuat puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan medis di Indonesia, termasuk dalam layanan HIV-AIDS.

Baca juga:  Tentang Ekspor Ganja dan Kepanikan Kita

Hal senada disampaikan Mariska Isabella. Bagi politisi Partai Demokrat ini, tindakan preventif melalui edukasi sejak dini memegang peranan penting. Ia juga mengaku sangat concern terhadap pelaksanaan program BPJS. Dalam wawancaranya dengan wartawan usai acara, ia mengaku akan berjuang membantu proses perbaikan aturan- aturan dalam BPJS.

Bahkan, politisi yang juga berprofesi sebagai desainer ini menyatakan, dirinya secara personal akan menyisihkan gajinya jika terpilih sebagai anggota dewan untuk membantu warga yang menunggak BPJS. Ia sadar, masih banyak warga yang kesulitan mendapatkan layanan BPJS. Salah satunya akibat kesulitan membayar iurannya.

Sementara itu, Aden Achmad, caleg dari PKS yang juga difabel menyampaikan pentingnya kesetaraan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Semua orang, termasuk orang dengan HIV-AIDS harus mendapatkan perlakuan yang sama dari pemerintah.

Suasana akrab saat diskusi komunitas di Ruang Persaudaraan Ginan Koesmayadi. Foto: Eric Arfianto

Meski bertepatan dengan hari libur Isra Mi’raj, Ruang Persaudaraan Ginan Koesmayadi di Rumah Cemara tampak dipenuhi orang yang tertarik mengikuti acara diskusi sore itu. Mereka berasal dari berbagai komunitas. Dengan berlesehan, suasana diskusi terasa santai dan akrab. Khas Rumah Cemara.

Usai diskusi, ketiga caleg menilai acara semacam ini penting dilakukan. Selain mendapat banyak masukan dari komunitas, mereka jadi lebih mengetahui keadaan di masyarakat khususnya menyangkut isu kesehatan. Sebaliknya, komunitas maupun masyarakat secara luas dapat menilai seperti apa kualitas caleg yang akan mereka pilih.

Baca juga:  Tidak perlu “More Human than Human”, cukup “Memanusiakan Manusia”

Kita tunggu saja, apakah mereka dapat melunasi janji-janji indah mereka jika terpilih nanti.

 

Eric Arfianto

The author Eric Arfianto

Penggiat internet, web master, old doggies skateboarder, hobi musik dan film horor.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.