close
WhatsApp Image 2021-08-09 at 08.16.12
Gambar ilustrasi: @abulatbunga

Laporan triwulan Ditjen P2P Kemkes RI pada 25 Mei 2021 menunjukkan, bahwa proporsi homoseksual, termasuk laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), sebagai kelompok berisiko tertular HIV di Indonesia perlu mendapat perhatian.

Sebanyak 7.650 kasus HIV-positif dilaporkan secara nasional pada periode Januari-Maret 2021. Untuk AIDS, tercatat 1.677 kasus. Secara akumulatif, di Indonesia terdapat 427.201 kasus HIV dan 131.417 kasus AIDS sejak 1987 hingga Maret 2021.

Proporsi penularan HIV yakni, homoseksual 27,2 persen, heteroseksual 13,0 persen, dan konsumen narkoba suntik 0,5 persen. Sedangkan proporsi penularan dari kelompok yang tidak diketahui, 50,4 persen.   

Rasio populasi kelompok berisiko tertular HIV adalah sebagai berikut: Pekerja seks 2,4 persen; Homoseks 26,3 persen, waria 0,9 persen, konsumen narkoba suntik 0,5 persen, penghuni penjara 0,7 persen, ibu hamil 20,9 persen, pasien TBC 11,5 persen, dan pasien infeksi kelamin 0,8 persen.

Media Berlebihan Beritakan Jumlah Kasus HIV-AIDS pada Homoseks

Ada lima provinsi yang melaporkan jumlah kasus AIDS terbanyak yaitu, Jawa Tengah (307), Sumatera Utara (216), Jawa Timur (163), Jawa Barat (109), dan Kalimantan Timur (93).

Dilaporkan, jumlah kelompok yang mengalami kondisi AIDS adalah heteroseksual (51,5 persen), homoseks (20,0 persen), dan konsumen narkoba suntik (10,6 persen).

Perhatikan, jumlah homoseks dengan kasus HIV yang terdeteksi selama Januari-Maret 2021 adalah 26,3 persen. Untuk kasus AIDS, jumlanya mencapai 20,0 persen di periode yang sama.

Walau heteroseks adalah kelompok terbanyak yang terinfeksi HIV-AIDS, tapi karena angka dan persentase homoseks juga signifikan, maka media massa – termasuk yang daring – kerap menyudutkan kelompok homoseks. 

Baca juga:  N-Bom, Kertas Halusinogen yang Bukan LSD

Homoseks yang dikaitkan dengan HIV-AIDS sudah lama marak diberitakan. Cara penulisan berita seperti ini akan mendorong homofobia. Jika dikaitkan dengan program penanggulangan HIV-AIDS, maka homofobia justru tidak mendukung program. Kelompok homoseks akan menyembunyikan diri sehingga tidak bisa dijangkau untuk pendidikan dan penyuluhan.

Tidak Ada Jumlah Kasus Pembanding pada Laki-Laki Heteroseksual

Celakanya, pemangku-pemangku kepentingan dalam penanggulangan AIDS, seperti dinas kesehatan, komisi penanggulangan AIDS, praktisi, pakar, LSM, kelompok dampingan, serta aktivis kerap menyebarkan temuan kasus HIV-AIDS di kalangan homoseks melalui media massa dan media sosial.

Berikut beberapa judul berita yang menyampaikan kelompok homoseks secara berlebihan beserta penjelasan logis saya.

Ngeri, Jumlah Gay Penderita HIV-AIDS di Purwakarta Meningkat. Padahal HIV-AIDS pada gay ada di terminal terakhir. Disebut terminal terakhir, karena gay tidak punya istri atau pasangan perempuan sehingga penyebaran sangat terbatas dan hanya terjadi di komunitas ini.  

Lelaki Suka Seks Lelaki Dominasi Penderita HIVAIDS di Gorontalo. Tanpa disadari oleh narasumber dan wartawan yang menulisnya, berita itu justru kabar baik. Kalau kasus HIV-AIDS paling banyak pada kalangan lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki maka penyebaran HIV pun terbatas di komunitas ini saja. Tapi faktanya tidak demikian, malah menyudutkan kelompok homoseks laki-laki.

LSL Enggan Periksa Kesehatan, Dinkes Sulit Deteksi Gay Pengidap HIVAIDS di Pekanbaru. Judul itu menunjukkan pemahaman yang sangat rendah tentang epidemi HIV. Yang jadi persoalan besar dalam epidemi ini adalah seorang suami yang mengidap HIV-AIDS. Suami bisa saja menularkan HIV ke istri atau pasangan seksnya yang lain.

Baca juga:  Kegiatan Komunitas Gay di Tengah Wabah Korona

Kalau istrinya lebih dari satu tentulah jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV pun kian banyak. Sebaliknya, seorang gay yang mengidap HIV-AIDS risiko penularan hanya di komunitas gay.

Tercatat 94 ODHA di Cianjur, Mayoritas Perilaku LSL. Celakanya, tidak ada pembanding jumlah odha (penulisannya bukan kapital karena bukan akronim atau singkatan tapi kata yang mengacu ke orang dengan HIV-AIDS) pada laki-laki heteroseksual. Itu artinya judul berita ini sensasional tapi tidak membumi.

Survey KPA Kab. Sumedang: LSL Terbanyak Mengidap HIVAIDS. Dalam berita ini disebutkan, penularannya pun harus segera dihentikan. Jika tidak, ancaman penularan HIV-AIDS oleh kelompok LSL itu akan menjadi bom waktu bagi masyarakat. Pernyataan ini ngawur karena LSL, khususnya gay, tidak akan menyebarkan HIV di masyarakat yang heteroseksual karena orientasi seks mereka adalah lelaki.  

LSL Wajah Baru Penyumbang HIV-AIDS Di Kota Ambon. Kasus HIV-AIDS pada LSL, khususnya gay, sudah ada sejak awal epidemi. HIV-AIDS pada LSL, khususnya gay, ada di terminal terakhir karena mereka tidak punya istri. Penyebaran HIV/AIDS terbatas pada komunitas gay saja.

Abaikan Laki-laki Heteroseksual Sebagai Penyebar HIV-AIDS

Terdapat 1.500 Tempat Mangkal LSL di Jabar. Judul berita ini tidak objektif karena tidak ada pembanding jumlah tempat mangkal “laki-laki hidung belang”, yaitu tempat transaksi seks dalam bentuk pelacuran yang bisa terjadi di kamar-kamar indekos, penginapan, losmen, hotel, atau apartemen. Ini lebih potensial meningkatkan jumlah kasus HIV-AIDS karena secara statistik lelaki heteroseksual jumlahnya lebih banyak ketimbang homoseks.

Kasus Baru HIVAIDS Terbanyak dari Kalangan LSL atau Homoseksual. Ini di Bali. Tentu saja ini kabar baik karena risiko istri tertular HIV dan bayi yang akan lahir dengan HIV jadi kecil atau sedikit. Tidak ada perbandingan jumlah kasus HIV-AIDS laki-laki heteroseksual, terutama yang beristri.

Baca juga:  Diskusi Komunitas: Isu Kesehatan di Mata Caleg

Penyebaran HIV dan AIDS Akibat LSL di Kota Cilegon Meningkat Tajam. Ini jelas tidak akurat karena LSL, khususnya gay, tidak punya istri sehingga mereka tidak bisa menyebarkan HIV-AIDS ke masyarakat yang heteroseksual.

Dua Bulan Disurvey, Lelaki Suka Lelaki di Kota Tegal Ada 235 Orang. Jika dikaitkan dengan epidemi HIV-AIDS, perlu pembanding yaitu laki-laki heteroseksual yang perilaku seksualnya juga berisiko tinggi tertular HIV. Selain itu, perlu juga survei tentang jumlah pelacur dan jumlah laki-laki (beristri) yang jadi pelanggannya. Dengan pembanding ini, bisa dilihat gambaran penyebaran HIV di Kota Tegal secara akurat.

Matahati Catat Ada 383 Gay dan LSL di Pangandaran, 32 di Antaranya Tertular HIV. Ini di Jabar. Tidak ada pembanding tentang jumlah laki-laki heteroseksual beristri yang perilaku seksualnya juga berisiko tinggi tertular HIV. Tidak ada pula penjelasan tentang jumlah pelacur dan jumlah pelanggan hariannya. Dengan pembanding ini, maka bisa dilihat secara riil penyebaran HIV-AIDS di Pangandaran.

Dari judul-judul berita di atas bisa dilihat banyak pihak yang memojokkan kelompok homoseks, tapi mengabaikan penyebaran HIV-AIDS oleh laki-laki heteroseksual. Kondisi ini bisa jadi bumerang  berupa penyebaran HIV oleh laki-laki heteroseksual yang bermuara pada “ledakan AIDS”.  

Tapi terlepas dari berita-berita tentang homoseks yang diumbar media, semua berpulang pada kalangan gay untuk lebih konsisten menerapkan perilaku seks yang lebih aman agar tidak tertular dan menularkan HIV-AIDS.


Tags : gayhomohomosekshomoseksualLSL
Syaiful W. Harahap

The author Syaiful W. Harahap

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.