close
1Blank-copy-2
Ilustrasi penggerebekan minol. Sumber: Google images

Nongkrong boleh, ngoplos jangan! Itulah salah satu tagline kampanye untuk menyadarkan masyarakat, terutama anak muda, tentang bahaya minuman beralkohol (minol) oplosan bagi kesehatan. Kampanye ini juga mendorong pemerintah untuk mengkaji kembali peraturan pembatasan peredaran minol. Karena, penerapan kebijakan macam itu menjadi salah satu faktor munculnya oplosan. Para pengguna Instagram dapat berpartisipasi dan melihat update-nya dengan mengetik #stopoplosan.

Bahaya oplosan menjadi pembahasan menarik dalam sebuah diskusi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Bandung (Unisba), Rabu (20/3). Diskusi ini menjadi bagian dari kampanye yang diprakarsai Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), sebuah lembaga nirlaba yang menganalisis sejumlah kebijakan di Indonesia.

Acara yang dikemas interaktif ini menghadirkan empat narasumber utama, yaitu Dudung Abdurahman (pengajar FEB Unisba), Sugianto Tandra (peneliti dari CIPS), dr. Hendro Sulasono (Rumah Cemara), dan Patri Handoyo (Rumah Cemara).

Di hadapan puluhan mahasiswa yang menjadi peserta diskusi, peneliti CIPS Sugianto Tandra memaparkan sejumlah temuan penting dari riset yang dilakukan CIPS. Temuan mereka di antaranya, miras (minuman keras) oplosan atau miras ilegal telah merenggut sedikitnya 840 nyawa di berbagai daerah di Indonesia sepanjang 2008 hingga 2018.

“Yang menarik, kasus kematian akibat miras oplosan itu justru kebanyakan terjadi di daerah yang menerapkan perda pelarangan miras. Bandung Raya misalnya, merupakan wilayah dengan jumlah kematian akibat miras oplosan 5 kali lebih tinggi dibanding tingkat kematian secara nasional,” ujarnya.

Baca juga:  Cerita dari Mahkamah Konstitusi: Ganja untuk Atasi Kejang sesuai UUD 1945
Sugianto Tandra (peneliti dari CIPS) saat menjadi narasumber di FEB Unisiba. Foto: Eric Arfianto

Hasil riset CIPS juga menunjukkan 59 persen orang menyatakan pelarangan tidak akan membuat mereka berhenti minum alkohol. Mereka malah akan mencari oplosan sebagai alternatif. Sebagian besar peminum oplosan membeli minumannya di warung dan tidak tahu bahan-bahan yang terkandung di dalamnya.

Menurut Sugianto, CIPS merekomendasikan untuk memerangi konsumsi alkohol ilegal, pemerintah harus mendorong konsumen alkohol ilegal yang jumlahnya sedikit untuk mengonsumsi alkohol resmi dan menjauhi oplosan.

Sementara itu, dr. Hendro Sulasono mengungkapkan berbagai bahan seperti metanol jelas berbahaya bagi tubuh manusia. “Dalam jumlah 10 mililiter saja sudah dapat menimbulkan kebutaan, apalagi jika lebih. Kematian atau cacat seumur hidup tentu akan menimpa orang yang mengonsumsinya,” ujarnya.

Lebih jauh, Hendro menjelaskan pertolongan pertama saat mengalami keracunan akibat oplosan adalah menjaga napas agar tidak terhambat.

“Bisa juga dengan memberikan Norit, jenama tablet karbon untuk masalah pencernaan termasuk keracunan makanan, kepada korban untuk membersihkan lambung. Untuk menghindari dehidrasi sekaligus mengurangi racun dalam tubuh, minumlah air putih yang banyak,” ungkap dokter dari Rumah Cemara ini.

Menurut Hendro, korban miras oplosan harus secepatnya mendapat penanganan secara tepat. Hemodialisis atau cuci darah harus dilakukan. Sayangnya, tidak semua layanan kesehatan bisa dan punya alat untuk melakukan prosedur ini

Pembicara lainnya, Patri Handoyo dari Rumah Cemara memaparkan kebijakan minuman  beralkohol saat ini tak ubahnya dengan zaman kolonial Belanda.

Baca juga:  Perjuangan Tiada Akhir Merawat Pasien Lumpuh Otak

“Seolah membatasi konsumsi masyarakat, padahal sebenarnya mengakomodasi importir sehingga menumpas produk minuman lokal sebagai pesaing,” ujarnya.

Menurutnya, akar persoalannya ada pada keserakahan yang mendompleng dukungan ‘kelompok moral’.

“Jika pada zaman Belanda kepentingan importir dan industri mendompleng gerakan politik etis, kini kepentingan yang sama mendompleng fanatisme agama yang diperhitungkan mewakili suara mayoritas dalam pemilu,” paparnya.

Dalam kesempatan berbeda, Mariska Estelita, Institutional Relation Manager dari CIPS berharap melalui kampanye Stop Oplosan ini, anak muda bisa membedakan minol yang legal dan aman dengan minol oplosan yang berbahaya.

“Kami ingin agar anak muda terpapar isu tentang oplosan dan lebih peduli. Mereka bisa mengkritik kebijakan pemerintah yang melarang minuman beralkohol karena tidak tepat sasaran serta tidak menjawab permasalahan alkohol oplosan yang telah menelan banyak korban jiwa,” ungkapnya.

Yuk teman-teman, kita ikut serta dalam kampanye ini. Caranya, akses situs web www.stopoplosan.org. Banyak fitur menarik di sana, misalnya kita dapat melaporkan tempat- tempat penjual oplosan di situs ini.

Sudah cukup korban-korban berjatuhan. Maka, kenalilah apa yang kita konsumsi!

Eric Arfianto

The author Eric Arfianto

Penggiat internet, web master, old doggies skateboarder, hobi musik dan film horor.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.