close
FeaturedTanya Jawab

Agar Istri dan Anak yang Dikandung Tidak Tertular Suami yang Mengidap HIV

pregnancy-concept_23-2147511244
Ilustrasi pasangan menyambut kehamilan

Salam sehat dari saya Aslan!

Saya melakukan tes HIV pada 29 September 2018 dan hasilnya positif. Dua belas hari kemudian, saya mulai terapi anti-retro-viral (ARV). Supaya terkesan ringan, saya mengumpamakan obat ARV sebagai vitamin yang rutin saya konsumsi tiap hari.

Alhamdulillah, HIV tidak ditemukan pada istri saya. Supaya lebih meyakinkan, ia sudah periksa HIV dua kali.

Yang mau saya tanyakan, bagaimana prosedur untuk program kehamilan supaya virus yang saya idap tidak menular ke istri?

Menurut logika saya, supaya sperma bisa mencapai rahim istri, kondom semestinya tidak dikenakan saat berhubungan badan. Selain itu, apakah istri saya harus minum ARV juga supaya tidak tertular HIV dari saya dan tidak menularkan ke bayi yang dikandungnya?

Sebagai informasi, kami sudah menikah selama hampir dua tahun dan belum dikaruniai keturunan karena saya selalu mengenakan kondom untuk mencegah penularan HIV ke istri. Mohon penjelasannya!

Terima kasih dan salam sehat,

Aslan Syahril – Banyuwangi, Jatim

Jawaban

Pertama-tama, saya ucapkan terima kasih atas pertanyaannya dan penghargaan yang tinggi untuk apa yang Aslan lakukan pascamengetahui status HIV!

Pilihan untuk segera melakukan terapi ARV beberapa hari setelah mengetahui status HIV sangatlah tepat karena selain untuk kesehatan diri sendiri, Anda juga melindungi pasangan dari penularan HIV.

Pilihan untuk mempunyai keturunan adalah keputusan yang sulit dan berat karena memerlukan perhitungan matang dari Anda dan pasangan.

Baca juga:  Ketempuhan Nama Besar Harry Roesli

Untuk menjawab soal prosedur program kehamilan supaya istri dan anak yang dikandung nanti tidak terinfeksi HIV, yang pertama harus dilakukan adalah pemeriksaan jumlah virus dalam darah (viral load) Anda. Selama virus HIV jumlahnya tidak terdeteksi berdasarkan pemeriksaan itu, risiko penularan terhadap pasangan seksual jadi berkurang jauh, bahkan nihil.

Ini berarti, pasangan tidak akan berisiko tertular HIV dari Anda, begitu pula dengan bayi yang dikandungnya kelak. Saat jumlah virus dalam darah tidak terdeteksi, risiko penularan dari hubungan seks tanpa kondom adalah nol.

Tetapi sebaliknya, bila hasil pemeriksaan masih mendeteksi HIV dalam darah, maka penularan kepada pasangan saat berhubungan seks tanpa kondom masih dapat terjadi. Jika pemeriksaan viral load di laboratorium masih mendeteksi virus dalam darah Anda, maka menggunakan kondom adalah pilihan tepat supaya pasangan tidak tertular.

Perlu diperhatikan bahwa bayi berisiko tertular dari ibu pengidap HIV yang mengandungnya, bukan dari ayah meskipun ia mengidap HIV. Jadi kalau ayah menularkan HIV ke istrinya, maka bayi yang dikandung sang istri berisiko tertular HIV. Tapi apabila ayah yang mengidap HIV tidak menularkan virus itu ke istrinya sehingga istrinya negatif tertular HIV, maka bayi yang dikandung sang istri tidak berisiko tertular HIV karena yang mengandung tidak mengidap HIV.

Mengenai istri Anda yang telah melakukan tes HIV dua kali dengan hasil negatif adalah hal yang sangat baik. Semoga kedua tes tersebut dilakukan setelah melewati masa jendela (window period), yakni tiga minggu sampai tiga bulan pascapaparan dengan perilaku berisiko tertular HIV.

Baca juga:  Menggugat "Perang terhadap Narkoba"

Istri Anda dapat meminta pengobatan pencegahan profilaksis selama waktu yang dibutuhkan hingga jumlah virus dalam darah Anda tidak terdeteksi. Pengobatan pencegahan ini bukanlah pengobatan HIV, walaupun sama-sama menggunakan ARV.

Berbeda dengan terapi bagi pengidap HIV yang menggunakan tiga jenis ARV, pengobatan untuk mencegah penularan HIV hanya menggunakan dua jenis obat ARV yang dikonsumsi maksimal 72 jam pascapajanan.

Meski demikian, perlu diingat, tidak ada alasan istri Anda menggunakan ARV jika hasil pemeriksaan Anda tidak mendeteksi jumlah virus dalam darah. Bila jumlah virus dalam darah Anda tidak terdeteksi setelah sekian waktu mengikuti terapi ARV (undetectable), maka seharusnya istri Anda tidak perlu melakukan profilaksis prapajanan yaitu meminum obat ARV sebelum melakukan perilaku berisiko – dalam hal ini berhubungan seks tanpa kondom dengan suami yang mengidap HIV dengan jumlah virus yang masih terdeteksi.

Konsultasikan dengan dokter Anda secara lebih rinci apakah istri memerlukan terapi ARV untuk mencegah dirinya tertular HIV atau tidak.

Semoga penjelasan singkat ini dapat membantu. Terima kasih!

Hendro SpDLP

The author Hendro SpDLP

2 Comments

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.