close
FeaturedKebijakan

(UU) Narkotika yang Menyembuhkan Rakyat Indonesia

UU Narkotika yang Menyembuhkan Rakyat Indonesia
Acara Media Briefing Revisi UU Narkotika untuk siapa ? Foto: Eric Arfianto

Pernahkah terpikirkan, apa jadinya jika anak Anda yang baik, sopan, dan tidak pernah melawan orang tua tiba-tiba terlibat masalah narkoba, terjaring razia atau ditahan polisi? Atau, mungkin teman Anda yang berbakat di sekolah atau tempat kerjanya tersangkut masalah pidana narkoba?

Selain karir atau sekolahnya bisa berantakan, masa depannya pun suram karena harus mendekam di balik jeruji.

Sekeluarnya dari penjara, dia malah semakin dekat dengan dunia narkoba yang didapatnya dari pergaulan di dalam lapas.

Atau mungkin di penjara dia malah terjangkit penyakit-penyakit yang memang tidak tertangani dan mudah menular seperti TBC, hepatitis, atau HIV yang diidap penghuni lain.

Belum lagi banyaknya uang yang mesti dikeluarkan dari koceknya dan/ atau kocek keluarganya sejak penangkapan, proses pengadilan, hingga dana yang penunjang hidupnya selama dalam penjara.

Selain tertular penyakit dari penghuni lain, boleh jadi kondisi jiwanya terganggu, stres, frustrasi, bahkan putus asa.

Hal-hal di atas hanya segelintir masalah jika konsumen narkoba dipidanakan seperti yang selama ini terjadi di negara kita. Pemakai yang kecanduan narkoba adalah orang yang mesti diobati (direhabilitasi) bukan dipidana. Hal ini disampaikan oleh Fauzi Masjhur (Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jakarta Timur) dalam sebuah media briefing bertajuk, “Revisi UU Narkotika untuk Siapa?” yang berlangsung di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Kamis (2/11).

Baca juga:  Candu di NKRI

Menurut Fauzi, alih-alih membuat sembuh, penangkapan seorang pengidap adiksi malahan akan membuatnya ‘naik kelas’. Fauzi juga mengungkapkan adanya keengganan dari para dokter menangani pasien narkoba karena beranggapan masalah narkoba terkait dengan masalah kriminal. Akibatnya, banyak  dokter menolak pasien narkoba.

Acara yang diprakarsai Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Rumah Cemara ini dihadiri para aktivis LSM, praktisi hukum, wartawan, dan kelompok masyarakat lain yang peduli isu ini.

Selain Fauzi, acara juga menghadirkan sejumlah narasumber lain yaitu Totok Yulianto (PBHI), Subhan Panjaitan (Koordinator Advokasi Hukum dan Kebijakan Rumah Cemara), Erasmus A.T Napitulu (Peneliti ICJR), dan Joseph Jodie (Kasie Produktivitas Pascarehabilitasi BNN).

Acara yang berlangsung setengah hari ini menghasilkan tiga rekomendasi utama guna memastikan Revisi UU Narkotika yang draft-nya sudah beberapa kali dibahas antara BNN dan Komisi III DPR RI sejak Budi Waseso menjabat sebagai Kepala BNN akhir 2015.

Oleh karena itu, mari kita kawal bersama proses revisi dan rancangan UU Narkotika yang baru agar menjadi UU Narkotika yang dapat menyembuhkan Indonesia kita tercinta. Apakah kita akan terus mencanangkan perang yang sebenarnya tidak akan pernah kita menangkan? Akankah kita membiarkan masa depan penerus dan kerabat kita menjadi suram?

Masalah semacam ini menjadi perhatian Rumah Cemara dalam kampanye Support Don’t Punish. Melalui kampanye ini masyarakat diberi pemahaman bahwa, lebih banyak mudarat menghukum konsumen narkoba ketimbang memberi dukungan untuk mengikuti pengobatan. Anda bisa menyimak video Jeruji dalam Tur 8 Kotanya yang mengampanyekan Support Don’t Punish serta tentunya visi Indonesia tanpa Stigma di sini.

Eric Arfianto

The author Eric Arfianto

Penggiat internet, web master, old doggies skateboarder, hobi musik dan film horor.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.