close
support-dont-punish-yang-mengindonesia
Gambar Ilustrasi: Yoshi Amtha

Atas resolusi yang dihasilkan pada 7 Desember 1987, Sidang Umum PBB menetapkan 26 Juni sebagai Hari melawan Penyalahgunaan dan Perdagangan Gelap Narkoba Internasional (The International Day Against Drug Abuse and Illicit Trafficking). Ini merupakan ungkapan untuk memperkuat aksi dan kerja sama negara-negara anggota dalam mencapai cita-cita sebuah dunia yang bebas dari penyalahgunaan narkoba.

Sejak itu, pemerintah negara-negara anggota PBB setiap tahun menegaskan komitmen antinarkobanya.

Di Indonesia, 26 Juni dikenal sebagai Hari Anti-Narkoba Internasional (HANI). Sebelumnya, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Anti-Madat Sedunia. Istilah HANI baru 2-4 tahun belakangan digunakan.

Syaiful W. Harahap, seorang wartawan senior, dalam artikelnya di sebuah media warga menerangkan, baik “antinarkoba” maupun “antimadat” adalah terjemahan yang salah kaprah. Kesalahan dimulai pada era rezim Orde Baru yang menerjemahkan “International Day against Drug Abuse and Illicit Trafficking” menjadi “Hari Anti-Madat Sedunia”. Padahal yang dilawan oleh dunia adalah penyalahgunaan dan peredaran gelap – bukan madat atau narkobanya.

Prangko seri “Hari Anti Madat Sedunia” terbitan 26 Juni 1998 (Foto: Mustafa S. Nugroho)

Setelah 28 tahun peringatan internasional tersebut, Juni 1988-2016, badan PBB yang mengurus narkoba dan kejahatan (UNODC) melaporkan keadaan yang terbalik: Bukannya dunia yang bebas dari konsumsi narkoba ilegal (penyalahgunaan), tetapi justru kenaikan jumlah konsumennya. Diperkirakan jumlah konsumen narkoba di seluruh dunia naik dari 208 juta orang pada 2006, menjadi 240 juta pada 2011, dan 247 juta pada 2016.

Zat psikoaktif baru pun banyak dilaporkan, di antaranya ganja sintetis, heroin sintetis, termasuk minuman keras oplosan. Pada 2015, untuk pertama kalinya 75 zat baru dilaporkan ke UNODC. Sebagai perbandingan, 66 zat baru dilaporkan pada 2014. Sepertiga dari jumlah yang dilaporkan pada 2015 tidak masuk dalam kelompok utama yang pertama kali diidentifikasi pada tahun sebelumnya. Dengan kata lain, merupakan varian narkoba baru.

Baca juga:  Solusi Reformasi Kebijakan Narkotika Tidak Tepat dengan Rehabilitasi Wajib Berbasis Hukuman

Zat-zat psikoaktif baru (new psychoactive substances – NPS) diproduksi oleh jaringan bisnis gelap narkoba untuk mengeruk lebih banyak uang. Konsumsi zat yang tidak diancam hukuman pidana tentu lebih dipilih ketimbang konsumsi zat-zat terlarang. NPS dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan yang besar tersebut, “teler atau giting legal”.

Kata “baru” dalam konteks ini bukan berarti penemuan zat baru, tapi untuk zat-zat yang belum diatur namun telah tersedia di pasaran. NPS merupakan istilah induk untuk zat psikoaktif yang belum dicantumkan dalam hukum tertulis atau produk-produk yang dibuat untuk mengimitasi efek-efek narkoba yang sudah terdaftar. Inilah mengapa uji narkoba pilot yang terlihat melalui kamera CCTV sempoyongan, dan meracau di kokpit yang terdengar penumpang, negatif.

Dengan 4 jutaan konsumen, Indonesia merupakan pasar narkoba yang besar termasuk untuk NPS. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika menambah setidaknya 50 NPS ke dalam narkotika golongan 1 yang menjadi lampiran UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pemanfaatan narkotika golongan ini sama sekali dilarang kecuali untuk IPTEK.

“Perang melawan narkoba” hingga kini belum bisa dimenangkan. Menyadari beratnya cita-cita yang akan dituju, PBB menetapkan 26 Juni sebagai hari untuk memperkuat seruan perang yang dicanangkan 17 tahun sebelumnya tersebut. Alih-alih bebas dari penyalahgunaan narkoba, jenis narkoba yang beredar gelap di seluruh dunia kian beragam, nilai bisnisnya makin tinggi, dan tentu semakin banyak uang yang dikeruk para penjahat.

Di sisi lain, biaya “perang melawan narkoba” terus ditanggung negara termasuk biaya penjara yang populasi penghuninya selalu bertambah karena rata-rata 38 ribuan orang per tahun menjadi tersangka kasus pidana narkoba dalam delapan tahun terakhir. Anggaran Badan Narkotika Nasional (BNN) meningkat dari Rp260-an miliar pada 2008 menjadi Rp1,4 triliun pada 2015. Penduduk Indonesia yang mencoba konsumsi narkoba bukan berkurang tapi makin banyak, dari 800 ribuan pada 2008 menjadi 1,6 jutaan orang pada 2014.

Baca juga:  Ganja Medis Bagian 2

BNN adalah lembaga negara nonkementerian yang menggerakkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia. Pembentukan sebuah super body dibutuhkan untuk bisa memenangkan “perang melawan narkoba”. Sebagaimana dunia, Indonesia juga menggunakan perang tersebut agar tercipta sebuah negara yang bebas dari penyalahgunaan narkoba. Hingga tulisan ini dibuat, cita-cita “Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015” masih tertulis di situs jejaring resmi BNN.

Setelah hampir setengah abad pelaksanaannya, mudarat “perang melawan narkoba” tidak bisa diabaikan lagi. Masyarakat dunia harus melihat dampak-dampak penerapan perang tersebut. Peringatan 26 Juni menjadi potensial untuk turut mempromosikan kebijakan narkoba yang memprioritaskan kesehatan masyarakat dan HAM ketimbang sekadar menegaskan komitmen perang yang entah kapan akan dimenangkan. Inilah hakikat Kampanye Support. Don’t Punish.

“Support. Don’t Punish” merupakan sebuah kampanye global advokasi kebijakan narkoba. Pesan-pesan yang disampaikan dalam kampanye ini di antaranya, sistem pengendalian narkoba tidak berfungsi dan perlu perubahan, orang-orang yang mengonsumsi narkoba seharusnya tidak lagi dipidana, hukuman mati seharusnya tidak lagi diterapkan, dan kebijakan narkoba pada dekade mendatang seharusnya berpusat pada kesehatan masyarakat dan pengurangan dampak yang lebih merugikan dari konsumsinya.

Tahun lalu, “Support. Don’t Punish” diselenggarakan di 139 kota dari 69 negara. Kali ini, selain pada hari pelaksanaan global 26 Juni, Rumah Cemara juga menyuarakan pesan tersebut melalui Tim Nasional Homeless World Cup Indonesia, kampanye video, pernyataan sikap bersama, serta peluncuran lagu “Bangkit Bersama” oleh Jeruji, sebuah grup musik hardcore asal Bandung.

Sejak 2013, kampanye ini telah dilaksanakan di sejumlah kota Indonesia. Sayangnya, pesan antinarkoba masih dominan. Tidak mudah mengemas slogan berbahasa asing, karena bukan hanya sekadar menerjemahkannya seperti pada Hari Anti-Madat Sedunia yang salah kaprah. Hal ini turut dipengaruhi oleh peringatan hari antimadat maupun antinarkoba selama puluhan tahun di seluruh dunia.

Baca juga:  Narkopolitik: Memang Ada?

Support. Don’t Punish” pernah diterjemahkan secara langsung menjadi “Dukung. Jangan Menghukum”. Hal tersebut memang menimbulkan kesalahpahaman, antara lain melalui pertanyaan dan komentar tidak simpatik seperti, “Kok (pemakaian narkoba) didukung?” Alhasil, kami sempat dituding mengampanyekan konsumsi narkoba secara bebas.

Sebagai alternatif yang ditujukan untuk mengimbangi dominasi kampanye antinarkoba, “Support. Don’t Punish” menghadapi tantangan sekaligus peluang. Pertama, kampanye hanya dilakukan setahun sekali pada 26 Juni. Kedua, pesan antinarkoba telah puluhan tahun disuarakan. Perlu kerja ekstra keras untuk menandingi dominasinya. Ketiga, khususnya di Indonesia, pesan-pesan tersebut berasal dari bahasa asing. Sementara itu, peluang emasnya adalah semua data statistik menunjukkan kegagalan “perang melawan narkoba”.

Data-data kegagalan inilah yang perlu terus-menerus disampaikan ke tengah masyarakat melalui berbagai media. Tidak hanya pada 26 Juni.

Bahan-bahan bacaan, dari yang ilmiah hingga meme perlu dipublikasikan. Berbagai profesi perlu terlibat, akademisi, jurnalis, hingga seniman. Dengan demikian, kampanye “Support. Don’t Punish” yang notabene berbahasa asing dapat diserap masyarakat di tanah air yang awam akan persoalan narkoba – terlebih akan kegagalan kebijakan “perang terhadap narkoba” sebagai isu yang lebih spesifik.

“Perang terhadap narkoba” yang telah berlangsung hampir setengah abad hanya menghabiskan biaya dan menimbulkan lebih banyak korban. Perang ini harus segera dihentikan dan negara harus mengambil alih seluruh aspek ekonomi narkoba. Dengan demikian, narkoba tidak lagi diedarkan secara serampangan di jalanan yang hanya menguntungkan penjahat. Pesan ini sekaligus memformulasi “Support. Don’t Punish” yang meng-Indonesia.

Tags : BNNhari antimadathari antinarkobaInternational Day Against Drug Abuse and Illicit Traffickingsupport. don't punishUNODC
Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.