“I used to do drugs, but don’t tell anyone because it’ll ruin my image.”― Courtney Love
Siapa di dunia ini yang tidak pernah mendengarkan musik? Musik sering dihubungkan dengan hobi, ekspresi diri, kesenian, dan budaya. Bahkan, musik begitu penting bagi sebuah negara dengan adanya lagu kebangsaan sebagai simbol nasionalisme dan patriotisme.
Musik adalah nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). Definisi ini merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia selain sebagai ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan.
Petikan dawai gitar, hentakan drum, betotan senar bass, nada-nada dari piano yang menambah keselarasan, serta bait-bait syair yang disuarakan vokalis merupakan karya seni musik berupa lagu. Genrenya beragam, metal, jazz, pop, reggae, dangdut, dll.
Beberapa musisi identik dengan narkoba. Sebutlah Kurt Cobain (vokalis dan gitaris Nirvana), Jimi Hendrix, Jim Morisson (vokalis The Doors), Bob Marley atau yang hingga hari ini masih hidup seperti Courtney Love (vokalis The Hole dan janda mendiang Kurt Cobain), Ozzy Osbourne, dan Anthony Kiedis (vokalis Red Hot Chili Peppers) untuk menyebut beberapa nama.
Jim Morisson wafat di usia 27 tahun karena menyuntikkan heroin setelah banyak menenggak minuman beralkohol. Jimi Hendrix pun bernasib sama, wafat di usia 27 karena meminum obat tidur 18 kali lebih banyak dari aturan yang tertulis di kemasan atau yang direkomendasikan. Kurt Cobain juga wafat di usia yang sama. Namun kematiannya karena peluru senapan M-16 miliknya sendiri yang memang suara letusannya disukai Cobain.
Walaupun tidak semua musisi mengonsumsi narkoba, mereka yang mengonsumsinya juga tidak selalu berakhir dengan kematian atau kesengsaraan sebagaimana yang sekarang terjadi dengan kehidupan Ozzy Osbourne dan Courtney Love. Konsumsi narkoba pun memiliki hubungan dengan ketrampilan musikal.
David Greenberg dari Universitas Cambridge, Inggris, menguji kemampuan musikal lebih dari 7.000 orang dan memberikan mereka kuisioner yang menanyakan seberapa sering mereka mengonsumsi narkoba dan alkohol.
Kajian yang dimuat Journal of Research in Personality pada Juni 2015 ini menemukan adanya hubungan dan menyatakan ‘konsumsi narkoba rekreasional juga secara positif berhubungan dengan beraneka kecanggihan wilayah (domain) musikal’ – khususnya seberapa terampil seseorang dengan irama dan melodi.
Konsumsi alkohol tidak begitu berbeda antara yang musikal dan yang nonmusikal. Kajian ini tidak melihat seberapa sering para musisi ini berhubungan kelamin.
Dalam sejumlah wawancara tentang konsumsi heroinnya di masa lalu, Damon Albarn, vokalis Blur dan Gorillaz, menggambarkannya sebagai sebuah masa “yang luar biasa produktif” dalam karir musiknya.
Walaupun penyanyi ini sekarang tidak dalam pengaruh narkoba, dia menunjukkan konsumsi narkobanya dalam sebuah lagu baru, yang menggambarkan bagaimana dia bisa mengatur konsumsi heroinnya, yaitu lima hari mengonsumsi dan dua hari tidak (theguardian.com, 27 Maret 2014).
Kepada Mic.com Albarn menyatakan bahwa dia tidak melihat konsumsi narkobanya sebagai sebuah kesalahan. “Itu menjadi bagian pendewasaan saya,” lanjutnya.
Namun tidak sedikit musisi yang menolak narkoba sebagai dorongan yang baik untuk berkarya. Di Indonesia kita mengenal Slank sebagai duta antinarkoba Badan Narkotika Nasional (BNN). Banyak pula penyintas ketergantungan narkoba yang dijadikan bintang tamu dalam acara antinarkobanya BNN. Tentu saja mereka tidak dapat selugas Damon Albarn yang menyatakan bahwa konsumsi narkobanya di masa lalu bukanlah kesalahan.
Di Indonesia, masih sangat sedikit akademisi yang melakukan kajian mengenai khasiat narkoba dan yang menunjukkan bahwa melakukan pelarangan terhadap konsumsinya merupakan sebuah kesalahan.
Saat ini baru satu lembaga kajian, itupun bentuknya yayasan, yang telah diberikan izin oleh Kemkes RI untuk meneliti khasiat tanaman ganja dalam pengobatan diabetes.
Tentu saja jika ganja digunakan untuk keperluan medis, maka konsumsinya harus sesuai aturan. Jangan sampai kejadian seperti Jimi Hendrix yang mengonsumsi obat 18 kali lebih banyak dari dosis yang telah ditakar dan berujung pada kematian. Setidaknya, pada kemasannya tertulis berapa dosis yang dianjurkan sesuai usia atau berat badan.
Jika seluruh narkoba memiliki aturan konsumsi, maka setidaknya informasi mengenai dosis, kandungan, produsen, apoteker, hingga ke yang meresepkannya tertulis di kemasan narkoba tersebut.
Bandingkan dengan narkoba yang kini diedarkan secara gelap di jalanan sebagai hasil dari kebijakan yang hanya mengandalkan pelarangan dan pemberantasan: produsennya tidak jelas siapa, kandungannya apa, tidak dicantumkan berapa dosis yang aman dan berkhasiatnya, apalagi harga eceran tertingginya (HET) tentu tidak tertulis sehingga para bandar bisa seenak-enaknya saja menentukan harga.
Kita masih ingat kesaksian Freddy Budiman yang diunggah oleh Haris Azhar bahwa dia bisa mengambil keuntungan hingga 6.000% per butir ekstasi.
Jadi bila ingin melindungi masyarakat agar tidak berbisnis narkoba, ingin masyarakat tidak terbunuh oleh konsumsi narkoba karena bahan bakunya tidak terawasi, ingin masyarakat tidak bangkrut karena harga narkoba yang ditentukan semena-mena oleh bandar, maka aturlah pasokan dan permintaan narkoba.
Negara wajib melindungi rakyatnya. Sebagaimana mengatur nada-nada suara sehingga menjadi harmoni dalam musik, maka aturlah narkoba sehingga lebih berkhasiat, tidak membuat rakyat terlibat dalam bisnis yang labanya menggiurkan atau harta bendanya terkuras untuk belanja rutin narkoba, dan agar narkoba tidak menyebabkan kematian tapi membawa kesejahteraan dan kesinambungan sebagaimana definisi musik.