close
Humaniora-Rumah-Cemara-Boxing-Camp2
Foto: Dwi Oblo

Sejarah manusia tidak pernah lepas dari konflik, pertarungan, dan kekuasaan. Pada zaman dulu, orang Romawi, misalnya, memandang pertarungan gladiator sebagai hiburan rakyat dan menyenangkan. Seperti halnya kita datang ke stadion sepak bola, rela membeli tiket, dan mengharapkan hiburan.

Dalam cabang olahraga berkelompok seperti sepak bola, bola basket, dan American football,  kerja sama tim adalah prioritas untuk memperoleh kemenangan, kebanggaan, dan pengakuan. Berbeda halnya dengan olahraga tinju, yang lebih individualistis, dan bahkan bisa saja ada kesan digeluti oleh biang onar, tukang pukul, atau preman. Boleh jadi, ada stigma di benak sebagian masyarakat tentang olahraga ini.

Rumah Cemara Boxing Camp (RCBC) adalah sasana tinju komunitas. Di sini, orang  tidak sekedar berolahraga secara fisik, karena pikiran dan jiwa pun diasah untuk peka terhadap pelbagai isu sosial yang ditekuni Rumah Cemara, seperti HIV-AIDS dan NAPZA.

Pada 2010 lalu, perkelahian dan pengeroyokan antargeng semakin mengkhawatirkan. Media ramai memberitakan berbagai konflik antargangster yang memakan korban. Sebagian di antaranya berujung kematian.

Publik juga sempat dikejutkan dengan viralnya video amatir gangster Bandung yang melakukan ‘ospek’ untuk menjadi anggota geng baru. Dalam video itu, terlihat beberapa anggota baru ditelanjangi, dipukul, dan diharuskan berkelahi satu sama lain.

Sasana RCBC terbentuk pada 2013 untuk mewadahi energi anak muda Bandung. Ketimbang berkelahi di jalanan, lebih baik dilampiaskan di sasana tinju. Kegiatan sasana tinju ini pun diharapkan menjadi pengalihan dari kecanduan narkoba.

Baca juga:  Mereka Bukan Sekadar Statistik, Mereka Punya Jiwa

Ginan Koesmayadi, pendiri Rumah Cemara menyebutkan dengan olahraga tinju, zat endorfin dapat dirangsang untuk keluar.

“Tinju merupakan kegiatan yang menghasilkan endorfin, serotonin dan dopamin dalam tubuh manusia, menyediakan pengganti yang positif dan sehat atas efek obat bius pada mantan konsumen narkoba. Ini akan membantu mereka menjauhi narkoba,” ungkap Ginan seperti dikutip dari artikel http://www.dw.com/id/memulihkan-kecanduan-narkoba-lewat-bertinju/a-19538580

Dunia medis mengenal endorfin sebagai zat penghilang rasa sakit alami, yang mampu memunculkan perasaan senang dan bahagia. Endorfin dapat menurunkan stres dan meningkatkan perasaan santai dan nyaman, sehingga sering disebut juga sebagai hormon feel good.


Di RCBC semua orang dapat ikut berlatih, baik di kelas “atlet” maupun “gaya hidup” tanpa memandang latar belakang, gender, ekonomi, dll. Orang dengan HIV-AIDS (ODHA), LGBT, dosen, mahasiswa, seniman, dan siapa pun dapat berolahraga dan berinteraksi tanpa ada sekat. Di sela-sela istirahat, selalu ada sharing di mana setiap orang jadi mengenal satu sama lain dan bercerita mengenai kehidupannya masing-masing.

RCBC dilatih oleh Soleh Sundava, legenda hidup tinju profesional di Indonesia. Mantan juara kelas bulu ini pada masanya disegani lawan. Soleh mampu menjadi juara nasional dan di puncak karirnya berhasil menjadi juara Pan Asian Boxing Association (PABA), sebuah badan tinju regional untuk kawasan Asia Pasifik. Saat itu, ia bertarung di kelas bulu dengan memukul KO petinju Korsel, Yong WoOn Park pada ronde ke-5.

Baca juga:  Diskusi Komunitas: Isu Kesehatan di Mata Caleg

Soleh meyakini cap buruk masyarakat terhadap ODHA, konsumen NAPZA, dan kaum termarginalkan lainnya adalah sebuah kesalahan.

“Rumah Cemara menciptakan jembatan untuk dapat membuktikan bahwa cap buruk terhadap konsumen NAPZA dan ODHA itu salah. Kampanye Indonesia Tanpa Stigma melalui olahraga maupun silaturahmi adalah sebuah perjuangan agar setiap orang memiliki hak yang sama untuk maju dan berubah menjadi lebih baik,” ujar pria yang akrab disapa kang Soleh ini.

Soleh menambahkan, dirinya pun kerap distigma oleh masyarakat hingga kini akibat masa lalunya yang sering terlibat masalah hingga berulang kali masuk hotel prodeo.

“Semua orang mencibir dan menjauhi saya karena disebut biang onar. Bisa dibayangkan. Apalagi terhadap ODHA dan konsumen narkoba,” tambahnya.

Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan konsumen NAPZA bukan hanya melekat di benak masyarakat, melainkan juga di kalangan media, layanan kesehatan, pendidikan dan lainnya.

Seperti dikutip dari situsnya, LBH Masyarakat  pernah melakukan penelitian lewat dokumentasi berbagai pelanggaran HAM yang dialami populasi kunci penanggulangan HIV dan TB di 14 distrik di Indonesia selama periode 2016-2017. Penelitian ini menemukan 387 kasus pelanggaran HAM dan perlakuan buruk yang semuanya memberikan kerugian materil bagi mereka dan menambah risiko mereka semakin sulit mengakses layanan kesehatan.

Lebih lengkap tentang hasil penelitian ini dapat dilihat dalam : http://lbhmasyarakat.org/laporan-pelanggaran-ham-ancaman-bagi-kesehatan-populasi-kunci-hiv-dan-tb/

Di tengah kuatnya stigma dan pelanggaran HAM seperti tadi, maka sasana RCBC seakan menjadi salah satu oase. Jimmy, kordinator RCBC menuturkan, jika dirinya ditanya apa yang membedakan RCBC dan sasana tinju lainnya, ia akan mengatakan RCBC tidak pernah memandang latar belakang individu. Siapa pun boleh bergabung, berolahraga, dan bersenang-senang.

Baca juga:  Terima Info Soal Covid-19? Cek Dulu Faktanya

[AdSense-A]

 

“Tinju tidak harus atlet, siapa pun boleh ikut berolahraga. Mau dia LGBT, konsumen NAPZA, atau kaum termaginalkan lainnya, semua dipersilakan. Di sini terdapat juga development terhadap kegiatan individu sehari-hari. Jika dia tertarik pada isu sosial, politik, atau kesehatan, kita juga bisa membahasnya bersama,” ucapnya.

Menurut Jimmy, RCBC juga melakukan charity, aksi kemanusiaan, dan acara solidaritas kepada masyarakat dan lintas komunitas. Salah satu yang pernah dilakukan adalah acara Boxing Bandung Charity for Wim De Mena, seorang petinju legendaris asal Papua yang nasibnya kurang beruntung di masa tuanya.

“Banyak yang bertanya pula kenapa harus oleh RCBC, padahal ini adalah tanggung jawab pemerintah. Toh jika bisa dilakukan oleh kita, kenapa tidak dilakukan?” pungkas pria yang merupakan founder Jims Wood ini.

Hak memperoleh layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan merupakan hal utama yang seharusnya didapatkan seluruh rakyat Indonesia. Sila ke-5 Pancasila menyebutkan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Semua orang berhak memperoleh keadilan tanpa terkecuali. Salam Kemanusiaan!

Rizky RDP

The author Rizky RDP

Sering menulis dengan tangan kiri, tim rusuh di Rumah Cemara, Tramp Backpacker, passion pada sepak bola dan sejarah. sering berkicau di @Rizky91__

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.