close
tora-dumolid
Foto: Google Images

Pernyataan Pers Rumah Cemara atas Penangkapan Tora Sudiro

Bandung, Rumah Cemara (9/8) – Penangkapan Tora Sudiro atas kepemilikan 30 pil nitrazepam oleh aparat kepolisian seakan menjadikan aktor tersebut sebagai brand ambassador (duta merek dagang) Dumolid. Dumolid adalah sebuah merek dagang nitrazepam, obat sedatif hipnotik untuk gangguan tidur dan kecemasan jenis benzodiazepine.

Tora Sudiro, peraih Piala Citra tiga kali untuk aktor terbaik, ditangkap Kamis, 3 Agustus lalu bersama istrinya Mieke Amalia karena memiliki puluhan pil yang terdaftar dalam UU RI No. 5 Tahun 1997 sebagai Psikotropika Golongan IV. Pasal 62 UU tersebut menyatakan, barang siapa secara tanpa hak memiliki dan/ atau membawa psikotropika dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.

Seperti diberitakan berbagai media, Satnarkoba Polres Jakarta Selatan ketika itu melakukan penelitian pada barang bukti yang diamankan dalam penangkapan tersebut. Patri Handoyo, salah seorang pendiri Rumah Cemara berharap hasil penelitian tersebut diumumkan ke publik. Hal ini penting karena berdasarkan pemberitaan media pula kita mengetahui Tora juga melakukan pemeriksaan (asesmen) untuk mengikuti rehabilitasi.

Kalau memang betul kandungannya benzo, artinya Tora melanggar Pasal 62 UU Psikotropika tadi. Lalu rehabilitasi juga ada ketentuannya, maka dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah benar seseorang ketergantungan dan membutuhkan perawatan. “Kalau hanya konsumsi untuk rekreasi, kenapa harus direhab?” terang Patri

Baca juga:  Caleg Bicara Kesehatan

Kasus Tora semakin menunjukkan sistem hukum pidana Indonesia yang penuh semangat penghukuman. Ini sangat berbeda dalam kasus terkait narkoba sebelumnya, yaitu “Kasus Fidelis”, di mana citra jaksa boleh dikatakan amat bijak. Pada sidang tuntutan Kasus Fidelis, 12 Juli lalu, jaksa secara mengejutkan menuntut lima bulan penjara dan denda 800 juta rupiah subsider satu bulan penjara.

Padahal, jika membaca pasal-pasal yang disangkakan, hukumannya paling ringan lima tahun penjara. Fidelis didakwa tiga pasal alternatif, yaitu Pasal 111 Ayat 2, Pasal 113 Ayat 2, dan Pasal 116 Ayat 1 UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pasal 111 misalnya berbunyi, perbuatan menanam melebihi lima batang pohon Narkotika Golongan I, pelaku dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda hingga 8 miliar rupiah. Pada sidang putusan, hakim akhirnya memvonis delapan bulan penjara dan denda 800 juta rupiah subsider satu bulan penjara.

Patri menilai putusan hakim itu patut disayangkan. “Kami berharap hakim bisa menggunakan kebijakannya untuk memutus bebas atas nama hukum yang sesuai dengan Pasal 48 KUHP,” ujarnya.

Lebih lanjut Patri menjelaskan, “Tora ditangkap sehari pasca ultra petita (vonis hakim yang melebihi tuntutan jaksa) terhadap Fidelis yang menanam ganja untuk pengobatan penyakit langka mendiang istrinya. Kami di Rumah Cemara tidak mau jika simpati terhadap Fidelis tertutup kehebohan kasus Tora hanya karena dia seleb yang tentu jauh lebih tenar ketimbang Fidelis yang merupakan PNS.”

Baca juga:  Memperingati Nelson Mandela Day: Quo Vadis Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Indonesia

Menurutnya, sekarang mungkin ada yang ingin agar kasus Fidelis dilupakan orang. “Tapi justru saat inilah masyarakat Indonesia bisa membedakan, mana narkoba yang layak untuk diperjuangkan, dan mana yang buat pertunjukan. Masyarakat Indonesia sudah bisa memanfaatkan internet untuk mencari tahu tentang khasiat narkoba, kami sedang menguatkan media Rumah Cemara agar lebih banyak dibaca masyarakat Indonesia,” terang penulis buku War on Drugs itu.

Sebagai informasi, di Instagram, sebuah platform media sosial yang digunakan 22 juta orang Indonesia, #SaveFidelis diungkap sebanyak 1.142 kali, sementara #SayaBersamaTora diungkap 3.207 kali.

Ungkapan senada disampaikan Leonardus Ady Mulyadi, rekan Patri di Rumah Cemara. Menurutnya, Dumolid akan semakin dicari oleh masyarakat gara-gara kasus ini. “Saya lebih setuju untuk meregulasi penjualannya, bukan mengkriminalisasi penggunanya,” ujarnya.

Sebagai sebuah merek dagang nitrazepam, obat sedatif hipnotik untuk gangguan tidur dan kecemasan jenis benzodiazepine, Dumolid punya nama lain, di antaranya Dum, Mud, Dumadi, Naskun. Obat ini sejatinya diserahkan apotek ke pasien melalui resep dokter sebagaimana obat dengan resep pada umumnya walaupun masuk dalam Psikotropika Golongan IV dalam UU RI No. 5 Tahun 1997.

Sebagai perbandingan, ganja (Cannabis sativa) adalah jenis tanaman yang dimanfaatkan Fidelis Arie Sudewarto untuk mengobati penyakit langka mendiang istrinya, syringomyelia, yang wafat 32 hari pasca dirinya ditahan BNN atas penanaman Narkotika Golongan I menurut UU RI No. 35 Tahun 2009. “Kita bisa baca pledoinya Fidelis untuk bisa memahami sebuah bentuk perjuangan cinta,” ajak Patri.

Baca juga:  Hanya Tiga Persen Pelacur yang Sepenuh Hati Lakukan Profesinya

Sementara itu, Rijki Kurniawan, Koordinator Unit Kerja Olahraga untuk Pemberdayaan RC, menyatakan dirinya tidak setuju jika ganja harus dilegalkan dalam arti dijual bebas. Meski demikian, setelah membaca cerita Fidelis, ia berpendapat sudah saatnya ada regulasi yang jelas agar siapapun yang mengalami hal seperti itu benar-benar bisa mendapatkan keadilan. *******

Informasi lebih lanjut

Indra Simorangkir +62813 2552 0110

Tri Irwanda +62812 2038 393

Rumah Cemara adalah organisasi komunitas yang memimpikan Indonesia tanpa stigma dan diskriminasi di mana semua memiliki kesempatan yang sama untuk maju, memperoleh layanan HIV dan narkoba yang bermutu, serta dilindungi sesuai konstitusi.

Redaksi

The author Redaksi

Tim pengelola media dan data Rumah Cemara

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.