close
FeaturedLayanan

Adakah Ganjais yang Mau Lapor ke Pemerintah?

WhatsApp Image 2022-09-12 at 5.23.56 PM

Dalam UU Narkotika kita (No. 35 Tahun 2009), terdapat pasal tentang kewajiban melapor adanya ketergantungan narkoba oleh diri sendiri dan orang tua bila yang ketergantungan belum cukup umur. Kegagalan dalam kewajiban ini, konsekuensinya pidana. Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor ini kemudian diatur oleh sebuah peraturan pemerintah.

Dua tahun kemudian, peraturan pemerintah (PP) yang dimaksud pun diterbitkan, yakni Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Di peraturan ini, yang dimaksud dengan wajib lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/ atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/ atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Di sana juga dijelaskan bahwa institusi penerima wajib lapor adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/ atau lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.

Sampai di sini, untuk mengakomodasi kewajiban melapor konsumsi hingga ketergantungan narkoba, pemerintah menyediakan peraturan supaya perkara lapor-melapor konsumsi narkoba oleh diri sendiri atau orang tuanya menjadi lebih jelas: Siapa yang wajib melapor, ke mana melapornya, dan apa yang terjadi bila melapor selain terhindar dari konsekuensi pidana kealpaan melapor berupa kurungan penjara dan denda.

Baca juga:  Masalah-Masalah Kesehatan Konsumen Narkoba

Sembilan tahun pascaterbitnya PP tentang wajib lapor di atas, Kementerian Kesehatan RI pun menerbitkan peraturan serupa, No. 4 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib Lapor. Ketentuannya serupa dengan PP sebelumnya tentang definisi wajib lapor, institusi penerima adalah yang ditunjuk pemerintah, serta yang diperoleh oleh pelapor, yakni rehabilitasi. Karena ini keputusan menteri kesehatan, maka yang dimaksud adalah rehabilitasi medis.

Jadi, peraturan-peraturan pemerintah mengenai hal ini sebenarnya ingin memberi tahu kita  bahwa institusi penerima wajib lapor adalah pelaksana layanan program rehabilitasi untuk ketergantungan narkoba. Tempatnya ditentukan oleh pemerintah meskipun ia berupa organisasi swasta.

Pertanyaannya, adakah yang mau melaporkan dirinya atas konsumsi narkoba yang secara hukum merupakan perbuatan ilegal dan diancam hukuman penjara serta denda?

Saya menduga tidak akan ada orang yang secara sukarela melaporkan konsumsi narkobanya ke tempat-tempat yang telah ditunjuk pemerintah tadi. Sampai sekarang, saya juga tidak menemukan data tentang berapa jumlah orang yang melakukan hal itu, baik secara nasional maupun lokal. Bahkan dalam kajiannya, Kementerian Sosial RI pada 2015 melaporkan dilibatkannya unsur-unsur penegakan hukum dalam kegiatan wajib lapor ini.

Dalam laporan tersebut misalnya tertulis, berdasarkan data BNN maka Kabupaten Sleman, DIY ditunjuk sebagai proyek percontohan program rehabilitasi bagi ketergantungan narkoba. Tempat-tempat rehabilitasi kemudian diperkenalkan sebagai institusi penerima wajib lapor sebagaimana gagasan dalam UU yang telah dituangkan di sejumlah peraturan pemerintah.

Baca juga:  Catatan Peristiwa 2021 (Bagian 1)

Untuk merealisasikan proyek percontohan ini, dibentuklah tim yang memiliki wewenang untuk sejumlah hal. Kewenangan pertama, atas permintaan penyidik untuk melakukan analisis peran seseorang ditangkap atau tertangkap sebagai korban penyalahgunaan narkotika, pecandu narkotika, atau pengedar.

Kewenangan kedua, menentukan kriteria tingkat keparahan pengguna narkotika sesuai dengan jenis kandungan yang dikonsumsi, situasi dan kondisi ketika ditangkap pada tempat kejadian perkara. Selanjutnya mereka berwenang merekomendasikan rencana terapi dan rehabilitasinya.

Dari kewenangan tim ini saja, saya menilai tidak ada unsur sukarela melapor ke institusi penerima wajib lapor. Laporan tentang program rehabilitasi ini dimulai dari permintaan penyidik atas perannya dalam kejadian pidana pelanggaran UU Narkotika. Kewenangan kedua pun sangat erat dengan perkara pidana (tertangkap) alih-alih melapor secara sukarela sebelum mereka akhirnya diberikan rencana terapi dan rehabilitasi.

Mungkin dalam imajinasi para pembuat UU Narkotika, para konsumen narkoba paham kalau apa yang dilakukannya melanggar hukum lalu mereka ramai-ramai melapor ke tempat-tempat yang ditunjuk pemerintah secara sukarela untuk menerima program pemulihan ketergantungan narkoba. Tapi sayangnya, mereka kebanyakan terjeratnya bukan di proses laporan sukarela melainkan proses hukum, yaitu tertangkap saat konsumsi dan memiliki narkoba.

Dengan demikian, saat ini kebanyakan orang yang berada di tempat rehabilitasi atau institusi penerima wajib lapor itu bukanlah mereka yang sukarela melaporkan diri dan datang ke tempat-tempat tersebut. Mereka kebanyakan berada di sana lantaran awalnya berurusan dengan polisi karena pelanggaran UU Narkotika.

Baca juga:  Memimpin Sepak Bola untuk Perubahan Sosial

Yang sangat menyedihkan serta memuakkan, banyak rumor yang beredar – ini masih harus saya buktikan, bahwa institusi penerima wajib lapor alias panti rehab ini menjadi tempat para tersangka kasus narkoba bernegosiasi agar kasusnya tidak dilimpahkan ke pengadilan. Alasan lain, ini adalah juga program pemerintah supaya penjara tidak kelebihan populasi!

Terlepas dari negosiasi transaksional antara penjara dan rehab, hal yang saya tekankan di tulisan ini adalah bahwa ketentuan soal wajib lapor adanya konsumsi narkoba baik oleh diri sendiri maupun orang tua sulit bahkan tidak mungkin terjadi. Hal ini lantaran negara masih menetapkan kepemilikan narkoba dalam ambang batas untuk konsumsi pribadi sebagai tindak pidana dan menganggap itu sebagai perilaku yang harus dikoreksi alias direhabilitasi. 

Jadi, sebaiknya hapus saja ketentuan wajib lapor dalam UU tersebut!

Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.