Adakah keberhasilan dari kebijakan memerangi narkoba di Indonesia? Inilah pendapat Agustinus Pohan, S.H.,M.S., pakar hukum Universitas Katolik Parahyangan
Adakah keberhasilan dari kebijakan memerangi narkoba di Indonesia? Inilah pendapat Agustinus Pohan, S.H.,M.S., pakar hukum Universitas Katolik Parahyangan
Kenapa kampanye 10 by 20 perlu dilakukan? Sebuah video garapan Rumah Cemara agar ada lebih banyak layanan medis untuk mencegah dampak merugikan dari konsumsi narkoba
“Perang melawan narkoba” yang dilancarkan negara, saat ini dinilai tidak efektif dalam memberantas peredaran narkoba ilegal di pasar gelap. Negara diminta melakukan terobosan berani, yaitu mengambil alih pengelolaan narkoba yang dikuasai tangan-tangan jahat pasar gelap.
Senin lalu saya berbicara di acara bincang-bincang soal narkoba yang digelar Komite Nasional Pemuda Indonesia Kota Bandung. Dalam diskusi, ada sebuah pernyataan yang sebenarnya sudah sering saya dengar sejak buku saya terbit dan mulai didiskusikan pada 2014.
“Perang terhadap narkoba” sudah berlangsung sejak 1971. Hingga kini, perang tersebut belum pernah dimenangkan. Tetapi pendekatan militeristik dengan tujuan pelarangan ini justru menyuburkan pasar gelap narkoba dengan omzet puluhan triliun rupiah per tahun, di Indonesia saja. Belum lagi penjara yang terus kelebihan populasi dan praktik suap yang kian merajalela demi memuluskan bisnis narkoba di tanah air.
Kajian historis, sosial, politik, dan kesehatan masyarakat mengindikasikan “perang terhadap narkoba” di Indonesia tidak dilandaskan kaidah ilmiah sebagai bahan pertimbangan kebijakan publik. Pendekatan ini lebih terlihat sebagai wujud keberpihakan Indonesia terhadap kebijakan negara-negara Barat yang menginisiasi “war on drugs”, terutama pasca-Perang Dunia II.
Sebuah poster bergerak berisi pesan agar negara mengalihkan anggaran perang narkoba di Indonesia untuk layanan kesehatan konsumennya.
Peredaran gelap narkoba (narkotika dan obat/ bahan berbahaya) cukup lama jadi perhatian negara-negara di Asia tenggara. Melalui forum kerjasama ASEAN, berbagai negara di kawasan ini berupaya merespons persoalan itu terutama sejak tahun 2000. Saat itu, para menlu ASEAN mendeklarasikan komitmen untuk menghapuskan produksi, pengolahan, perdagangan, dan konsumsi narkoba sebelum tahun 2015. Komitmen itu dikenal sebagai “Drug-Free ASEAN 2015”.