Konferensi Internasional Harm Reduction (pengurangan dampak buruk konsumsi narkoba) 2019 usai sudah. Konferensi tersebut diselenggarakan di kota Porto, Portugal, 28 April hingga 1 Mei 2019 oleh Harm Reduction International (HRI), sebuah organisasi nonpemerintah yang mendedikasikan diri untuk mengurangi dampak negatif kesehatan, sosial, dan hukum dari konsumsi dan kebijakan narkoba.
Sekitar 1.200 peserta menghadiri acara yang berlangsung selama 4 hari itu. Mereka berasal dari berbagai kalangan mulai dari aktivis, akademisi, pakar, hingga anggota parlemen dari 80 negara.
HRI memilih Porto sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Internasional HR ke-26 tahun ini bukan tanpa alasan. 20 tahun lalu, atau 1999, Portugal sebagai sebuah negara berdaulat mendekriminalisasi kepemilikan narkoba untuk konsumsi pribadi sebagai kebijakan narkoba nasionalnya.
Sebelum pelaksanaan konferensi, peserta mengikuti pertemuan yang difasilitasi oleh UNITE, sebuah jejaring perwakilan parlemen dari beberapa negara yang peduli terhadap kebijakan kesehatan seperti HIV, TB, dan malaria. Kelompok ini bergerak atas dasar banyaknya hambatan yang ditemui dalam penerapan kebijakan-kebijakan yang mendukung upaya kesehatan. Salah satu kebijakan yang mereka dorong adalah dekriminalisasi pada isu konsumsi narkoba.
Banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, masih ragu dan bahkan enggan untuk mendorong dekriminalisasi kepemilikan pribadi narkoba. Filipina adalah yang bereaksi paling keras. “Perang terhadap narkoba” lebih diutamakan. Pidana menjadi pilihan utama dalam menekan permasalahan narkoba. Efek jera jadi selubung yang terus dihembuskan dan dijadikan alasan utama pemidanaan.
Sayangnya, pemidanaan atau kriminalisasi tidak membuat peredaran dan konsumsi narkoba berkurang. Kita bisa lihat situasi di Indonesia. Jumlah barang bukti terus meningkat, lapas dan rutan menggalami kelebihan penghuni, jumlah konsumsi makin banyak, dan banyak lagi situasi yang menunjukkan kegagalan kebijakan ini. Belum lagi jika kita melihat penularan berbagai penyakit sebagai dampaknya seperti HIV, hepatitis, dan TBC. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk upaya kriminalisasi sebenarnya lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan upaya dekriminalisasi.
Pada sesi pembukaan konferensi, para pembicara menyampaikan bahwa pendekatan Portugal dalam upaya dekriminalisasi bukanlah untuk membebaskan warganya mengonsumsi narkoba. Kebijakan yang mereka ambil hanyalah mengeluarkan narkoba dari objek hukum pidana negara atau menghapuskannya sebagai tindak kejahatan (kriminal).
Lalu, apakah ada sanksi jika orang mengonsumsi narkoba di Portugal? Jelas ada, namun sanksinya bukan pemenjaraan. Jika dianalogikan, konsumsi narkoba sama dengan penggunaan sabuk pengaman bagi pengendara mobil. Jika seseorang diketahui tidak menggunakan sabuk pengaman, maka petugas memberikan beberapa pilihan, antara lain meminta orang tersebut mengikuti pendidikan berlalu-lintas atau meminta orang tersebut menjalankan aktivitas sosial yaitu memberikan pendidikan berlalu-lintas kepada anak-anak sekolah.
Meski demikian, pelanggaran tersebut tidak akan menjadi catatan kriminal bagi seseorang. Demikian pula pada kasus konsumsi narkoba, sanksinya bisa berupa menjalani rehabilitasi, diminta mengikuti konseling ketergantungan narkoba untuk jangka waktu tertentu, dan sejumlah sanksi lainnya. Sekali lagi, konsumsi narkoba bisa dianalogikan dengan pelanggaran penggunaan sabuk pengaman yang tidak akan menjadi catatan kriminal seseorang.
Dari sejarahnya, pendekatan pemidanaan sebenarnya sudah dilakukan cukup lama di Portugal. Melihat hasilnya yang tidak efektif, para pemangku kepentingan di sana menganggap langkah penyelesaiannya harus diubah. Mereka berpikir, kebijakan yang diambil tidak dapat dilakukan dengan cara biasa, karena hasilnya terbukti tidak sesuai harapan. Dekriminalisasi menjadi langkah yang inovatif saat itu, persisnya pada 1999.
Semenjak itu, kebijakan inovatif yang mendekriminalkan kepemilikan narkoba untuk konsumsi pribadi ini mulai membuahkan hasil. Sejumlah contoh dapat disebut, di antaranya penjara tidak kelebihan penghuni, biaya pemenjaraan tidak membengkak, banyak nyawa dapat diselamatkan, dan konsumsi narkoba juga bisa ditekan.
Konferensi Internasional Harm Reduction ke-26 ini juga dihadiri sejumlah pelaku sejarah dari terbitnya kebijakan dekriminalisasi di Portugal. Mereka adalah Jorge Fernando Branco de Sampaio, Presiden Portugal 1996-2016, Dr. Raquel Duarte, Menteri Kesehatan Portugal, Prof. Alexandre Quintanilha, Presiden Komisi Parlementer untuk Pendidikan dan Sains sekaligus Ketua Komisi Strategi Nasional Penanggulangan Narkoba 1998.
Para tokoh tersebut memaparkan bahwa dalam memulai upaya dekriminalisasi narkoba, harus ada kesamaan visi di antara stakeholders di Portugal. Kebersamaan tersebut didasari dengan sejumlah ungkapan menarik di antaranya, “Jika ingin berjalan cepat, maka berjalanlah sendirian dan jika ingin berjalan jauh maka berjalanlah beramai-ramai”. Yang tidak kalah menarik adalah kutipan dari Richard Rorty, seorang filsuf Amerika, yakni, “Take care of freedom and truth will take care of itself,” serta kutipan dari Marcel Proust, seorang novelis Perancis, yakni, “The voyage of discovery has less to do with finding new landscapes than looking with fresh eyes”.
Ada satu frasa yang akhirnya menjadi tema dalam konferensi kali ini, yaitu “People before Politics”. Makna yang terkandung di dalamnya dapat mendorong tercapainya upaya deriminalisasi narkoba, yaitu manusia dengan segala aspeknya seharusnya lebih diutamakan ketimbang kepentingan politik.
Cara pandang ini dibenarkan oleh perwakilan parlemen setempat yang hadir dalam konferensi. Mereka mengatakan, walaupun berbeda partai tetapi ketika membicarakan kesehatan dan narkoba di Portugal, maka seluruh anggota parlemen sepakat untuk melakukan upaya dekriminalisasi.
Pemaparan lain yang menarik disampaikan salah seorang konsumen narkoba di Portugal. Berbicara dalam sebuah sesi, ia mengatakan kalau di negaranya saat ini orang tidak dipenjara karena konsumsi narkoba. Namun muncul fakta lainnya, yaitu mencari narkoba di sana sekarang tidak semudah seperti saat kebijakan dekriminalisasi belum diberlakukan. Artinya, kebijakan dekriminalisasi secara tidak langsung telah mengurangi peredaran gelap narkoba di masyarakat.
Dengan demikian, anggapan bahwa dekriminalisasi akan menyuburkan peredaran gelap tidak terbukti. Melalui kebijakan dekriminalisasi, negara justru jadi lebih mudah mendorong masyarakat agar menghindari konsumsi narkoba. Itulah dampak dari kebijakan yang mengutamakan pendekatan kesehatan dibandingkan dengan pemenjaraan.
Penulis: Adi Mantara
Editor: Tri Irwanda