close
drunk-drinking
Ilustrasi mabuk (Gambar: Dollar Shave Club)

Lebaran adalah saatnya berkumpul bersama kerabat dan handai tolan dalam suasana saling memaafkan. Tradisi mudik mempertemukan kita kembali dengan sanak saudara dan teman-teman di kampung halaman. Bercengkerama bersama mereka adalah keniscayaan sepanjang libur lebaran.

Di titik tertentu, berada bersama keluarga dan teman menjadi sesuatu yang menjemukan. Maka tak jarang, dalam suasana lebaran, setelah kewajiban untuk bermaaf-maafan tunai, sejumlah anggota keluarga pergi bersama ke tempat-tempat rekreasi. Seru-seruan bersama dilakukan di sisa libur lebaran.

Sekadar kumpul dan berbincang menjadi kegiatan yang tidak terhindarkan dalam menghabiskan hari-hari sepanjang masa liburan. Demi mengatasi jenuh, sejumlah permainan pun digelar, mulai dari ular tangga hingga domino. Agar lebih menarik, permainan kadang diisi dengan taruhan.

Bagi yang akrab dengan zat-zat psikoaktif, konsumsi bersama zat-zat ini dilakukan pula.

Ismail Marzuki menggambarkan keadaan serupa pada bagian ketiga lirik Hari Lebaran yang pertama kali direkam pada 1954,

Cara orang kota berlebaran lain lagi,
Kesempatan ini dipakai buat berjudi,
Sehari semalam maen ceki mabuk brendi,
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri.

Yang paling terkenal tentu saja refrainnya,

Minal aidin wal faizin, maafkan lahir dan batin,
Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin.

Sebenarnya, tidak harus menunggu hingga lebaran untuk bisa mengonsumsi narkoba. Namun, terdapat semacam tradisi yang membuat mabuk saat lebaran begitu dinanti oleh sebagian masyarakat. Perintah untuk berpuasa selama sebulan penuh saat Ramadan diartikan pula untuk tidak mengonsumsi zat yang memabukkan selama itu.

Baca juga:  Sehat Bersama ARV

Pandangan tadi bahkan diturunkan menjadi peraturan di sebagian besar daerah di Indonesia. Selama sebulan penuh, tempat hiburan malam yang akrab dengan minuman beralkohol dilarang beroperasi. Tak ayal, ada anggapan kalau sebelas bulan selain Ramadan, masyarakat diperkenankan berkegiatan di tempat-tempat itu termasuk mabuk.

Ada pula kebiasaan pemerintah yang gencar melakukan uji narkoba kepada para pengendara angkutan umum selama musim mudik lebaran. Padahal, angkutan umum melayani masyarakat selama setahun penuh.

Menjelang Ramadan pun, aparat kerap mendemonstrasikan di hadapan masyarakat dan wartawan pemusnahan barang sitaan entah itu minuman atau narkoba lainnya. Pernyataan-pernyataan pejabatnya turut menegaskan keterkaitan antara pemberantasan narkoba dengan bulan puasa yang akan dijalani.

Tak salah juga ketika sebagian masyarakat mulai mengonsumsi lagi minuman beralkohol saat libur lebaran, karena tempat-tempat yang menjualnya sudah mulai beroperasi setelah tutup selama sebulan penuh.

Permintaan terhadap zat-zat psikoaktif saat lebaran praktis meningkat.

Di dunia “bawah tanah” Indonesia, sudah lazim kalau narkoba seperti ganja menjadi sulit didapatkan menjelang tahun baru dan lebaran. Perayaan keduanya meningkatkan permintaan akan komoditas ini. Seperti halnya daging sapi atau ayam, harga narkoba menjadi lebih mahal menjelang kedua perayaan tersebut.

Atas sulitnya pemerolehan dan tingginya harga, maka muncullah narkoba-narkoba baru dan/ atau oplosan di pasaran. Zat-zat ini terbuat dari bahan baku yang lebih murah dan legal. Tembakau super yang disebut-sebut sebagai ganja sintetis mulai dikonsumsi belakangan. Minuman oplosan, yang berbahan baku spiritus, dikomersialkan sebagai jawaban atas peraturan-peraturan daerah yang melarang penjualan minuman beralkohol di toko-toko yang dekat dengan masyarakat.

Baca juga:  Latar Belakang Kampanye 10 by 20

Walaupun konsumsi narkoba bisa dilakukan kapan saja, namun tak dapat dimungkiri kalau lebaran menjadi salah satu titik rawan terjadinya peningkatan berbagai risiko atas pemanfaatan zat-zat tersebut.

Risiko pertama tentu saja yang berkaitan dengan penegakan hukum.

Gencarnya demonstrasi pemusnahan barang bukti narkoba menjelang Ramadan bukan berarti bahwa setelahnya, aparat tidak menumpas peredaran gelap komoditas ini. Di tengah perayaan, konsumen tidak boleh abai. Acap kali, karena terbawa suasana kemenangan lebaran, para konsumen lupa kalau zat yang dikonsumsi bisa dijadikan barang bukti tindak pidana narkoba.

Konsumsi narkoba saat berkumpul dengan kerabat dan teman sekampung menjadi godaan tersendiri. Apalagi dilakukan di tempat terbuka yang tidak kita ketahui seluk-beluknya, konsumsi narkoba bersama mereka akan meningkatkan risiko tertangkap oleh aparat. Belum lagi, kalau yang berada bersama saat konsumsi narkoba tidak semuanya kita kenal dengan baik.

Risiko lain yang mungkin terjadi adalah saat narkoba dikonsumsi secara berlebih. Setelah sebulan penuh berpuasa, sebagian orang menjadikan lebaran sebagai ajang balas dendam. Makan, termasuk konsumsi narkoba berlebihan dilakukan selepas Ramadan. Toleransi tubuh terhadap zat yang tidak dikonsumsi selama kurun waktu tertentu akan menurun. Sehingga, sedikit saja konsumsi narkoba akan berdampak pada tubuh.

Kematian akibat kelebihan dosis banyak terjadi pascadetoksifikasi atau absennya konsumsi narkoba saat pengucilan di penjara, panti rehab, atau rumah sakit. Bukan tidak mungkin, setelah berpantang selama Ramadan, konsumsi narkoba berlebihan yang meningkatkan risiko overdosis dilakukan.

Baca juga:  Dua Perempuan di Balik Setahun Kiprah Jaringan Kerja Gotong Royong

Meningkatnya permintaan akan zat-zat psikoaktif saat perayaan lebaran pasti dimanfaatkan oleh para bandar untuk mengeruk keuntungan besar. Mereka tidak peduli dengan keselamatan konsumen.

Kasus kematian akibat konsumsi minuman oplosan saat lebaran sudah sering terjadi. Tertutupnya akses masyarakat terhadap minuman beralkohol resmi yang kualitasnya terjamin adalah penyebab maraknya konsumsi dan penjualan minuman berbahan dasar spiritus ini. Status terlarang sejumlah narkoba memunculkan zat-zat psikoaktif baru yang bahan bakunya bisa diperoleh secara legal tapi mematikan.

Pada 2017, Kementerian Kesehatan RI menambahkan sedikitnya 49 zat baru ke dalam UU Narkotika. Zat-zat tersebut menjadi terlarang untuk dikonsumsi kecuali untuk keperluan IPTEK. Tembakau super dengan zat aktif AB-CHMINACA adalah salah satunya.

Walaupun terdapat ancaman pidana atas kepemilikannya, permintaan masyarakat akan narkoba masih tetap ada. Hukuman mati juga tidak membuat gentar para pelaku untuk memasok narkoba serta minuman oplosan ke tengah masyarakat.

Tetap berpantang terhadap konsumsi zat psikoaktif setelah Ramadan adalah pilihan yang paling aman. Namun, ada kalanya masyarakat tidak tahan terhadap godaan untuk turut mengonsumsinya. Terlebih saat berkumpul setahun sekali dengan kerabat dan handai tolan di kampung halaman. Bila sudah begitu, yang bisa dilakukan adalah meminimalkan sejumlah risiko atas konsumsi zat-zat psikoaktif seperti yang telah dikemukakan.

Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko saat mengonsumsi narkoba bisa dibaca di artikel berikut.

Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.