Sebuah makalah berisi arahan singkat berjudul, “Dekriminalisasi Konsumsi dan Kepemilikan Pribadi Narkoba” akhirnya dipaparkan Kantor PBB yang Mengurus Obat-obatan dan Kejahatan (UNODC) pada the Harm Reduction International Conference di Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagaimana diberitakan BBC London, paparan sempat dibatalkan lantaran setidaknya satu negara anggota PBB yang hadir dalam konferensi tahunan untuk upaya-upaya mengurangi dampak buruk konsumsi narkoba itu resah dengan isi makalah yang telah beredar sebelumnya.
Arahan UNODC kepada negara-negara anggota PBB itu menyatakan, “Pemaksaan sanksi pidana terhadap kepemilikan dan konsumsi pribadi narkoba tidaklah dibutuhkan tidak pula sebanding”. Terlebih dalam dokumen itu, “Penghukuman justru memperburuk kesehatan, perilaku, dan kondisi-kondisi sosial orang yang terdampak.”
Ardhany, Manajer Program Rumah Cemara, sepulang menghadiri konferensi yang diselenggarakan 18-21 Oktober 2015 lalu, memberikan keterangan bahwa makalah itu tetap dipaparkan. Terlebih, setelahnya, mayoritas delegasi yang menghadiri konferensi internasional tersebut menyatakan dukungannya agar makalah tersebut dijadikan sebagai sikap resmi UNODC.
Arahan ini dianggap penting karena peran UNODC dalam kebijakan narkoba internasional. Selama 50 tahun terakhir, kantor PBB tersebut mengawal perang global melawan narkoba.
Sikap resmi UNODC, terlebih arahannya bagi negara-negara anggota PBB, akan menentukan arah debat dekriminalisasi di UN General Assembly Special Session (UNGASS), sebuah pertemuan negara-negara anggota PBB untuk menilai dan memperdebatkan isu-isu global, salah satunya permasalahan narkoba, April tahun depan.
UNGASS untuk Masalah Narkoba Dunia terakhir diselenggarakan tahun 1998, fokusnya adalah pembasmian total narkoba dari dunia. Kini pemimpin negara-negara anggota beserta warganya dituntut untuk memikirkan kembali pendekatan yang tidak efektif dan berbahaya itu.
Sebagai negara anggota PBB, Indonesia juga akan menghadiri UNGASS untuk Masalah Narkoba Dunia 2016 di New York, AS.
Di tempat terpisah, Ade Aulia, National Program Officer, HIV/AIDS UNODC Indonesia Project Office, menyatakan bahwa paparan tersebut merupakan pandangan profesional pejabat menengah di UNODC, bukan pernyataan resmi institusi.
Makalah tersebut disusun oleh Dr Monica Beg, Kepala Seksi HIV/AIDS UNODC di Wina.
Saat ini diberitakan telah banyak negara anggota PBB yang menginginkan perubahan. Negara yang pro status quo bisa jadi akan dipinggirkan di PBB karena menentang kesepakatan pakar-pakar hukum, kesehatan, dan HAM yang jumlahnya kian meningkat.
Dimuat di Lingkar Ganja Nusantara 22 Oktober 2015
Makalah terkait: http://www.tdpf.org.uk/sites/default/files/UNODC-decrim-paper.pdf