close
memukul-diskriminasi-di-muka
Sumber gambar : Our Better World

Bagaimana Tinju Menyelamatkan Hidup Seorang Pasien HIV

Tidak jauh dari Daarut Tauhid, satu dari pesantren terbesar di Bandung, Indonesia, terdapat sebuah rumah. Rumah ini, di daerah Gegerkalong, di depannya terdapat sejumlah gerai makanan. Para santri membeli dan makan di gerai-gerai tersebut. Daerah ini bernuansa religius dan damai. Di sisi rumah, terdapat gang (lorong) gelap. 

Setelah masuk dan berjalan di sana, saya ‘disambut’ oleh sebuah ring tinju, suara musik yang menghentak, serta bau keringat dari kerja keras. Dalam area sasana tinju itu terdapat tempat orang-orang melatih pukulan tangan; kebanyakan dari mereka bertato.

Menurut saya, terdapat perbandingan yang kontras antara gambaran suasana di halaman depan dan belakang rumah. Untuk sejenak, saya pikir saya telah melakukan teleportasi ke dunia lain – saya selalu menaruh rasa curiga pada lorong-lorong yang gelap.

Jimmy, yang mengetuai pelatihan olahraga di rumah ini, Rumah Cemara, tersenyum menyapa saya. “Tempat itu dulunya kandang ayam,” katanya. “Peserta sasana makin banyak. Kita perlu ruang yang lebih luas.”

Hal-hal besar kerap bermula dari hal-hal yang bersifat rendah hati.

Sasana tinju merupakan satu dari sekian bentuk kegiatan Rumah Cemara dalam memberikan dukungan kepada mereka yang mengidap HIV-AIDS atau ketagihan narkoba, dengan membuat mereka tetap bugar melalui olahraga, menyediakan sebuah wadah bagi komunitas dan memberi mereka sebuah kesempatan untuk mendemonstrasikan apa yang mereka bisa lakukan untuk komunitasnya.

Baca juga:  Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN)

Di sini, mereka yang hidup dengan HIV-AIDS atau sedang memulihkan diri dari ketagihan narkoba, saling terhubung dengan komunitas yang lebih luas melalui olahraga.

Saya tidak tahan untuk tidak bertanya ke Jimmy apakah mereka pernah mendapat keluhan dari pihak pesantren. Dia tersenyum lagi. “Kami pernah mengundang ustadz pesantren tersebut, dan dia datang untuk mendoakan kami.” Saya menunduk saat melihat salah satu sudut sasana. Terdapat tulisan “Rumah Cemara Boxing Camp” di sana. Di bawahnya terdapat sebuah tulisan lagi: Indonesia tanpa Stigma.

Amin!

Lebih dari 600.000 orang hidup dengan HIV di Indonesia, menurut UNAIDS. Menggunakan alat suntik bekas di kalangan konsumen narkoba serta hubungan kelamin yang kurang aman di kalangan heteroseksual adalah dua cara penularan HIV-AIDS yang utama. Ketakutan akan stigma dan diskriminasi membuat orang menolak untuk melakukan pemeriksaan, perawatan, dan mencari tahu informasi melalui pendidikan. Rumah Cemara bekerja untuk menghapus stigma dan diskriminasi tersebut. Anda dapat melibatkan diri melalui www.rumahcemara.or.id

Mohon dukungannya untuk menang dalam lomba “Good Story of The Year 2016” di Our Better World.
Caranya, klik tombol vote pada artikel berbahasa Inggrisnya disini
http://www.ourbetterworld.org/en/gsoty-story/punching-discrimination-face .

Tags : AIDSHIVHIV-AIDS
Redaksi

The author Redaksi

Tim pengelola media dan data Rumah Cemara

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.