close
FeaturedLayananTanya Jawab

Menolak Hubungan Seks dengan Suami Saat Mengidap Kencing Nanah

maxresdefault
Ilustrasi: How To Gastro

Hai Rumah Cemara,

Nama saya Wenny, 24 tahun. Saya menikah akhir tahun lalu. Beruntung saya sempat melangsungkan resepsi pernikahan sebelum wabah korona.

Pertanyaan ini beserta jawabannya sudah dimuat dengan judul “Ajak Suami Obati Gonore: Pakai Kondom Aja Enggak Mau!” yang dimuat 29 Agustus 2020. Artikel ini menjawab sisi lain dari pertanyaan yang diajukan melalui DM Instagram @rumah_cemara dengan judul yang berbeda.

Silakan ajukan pertanyaan seputar kesehatan reproduksi, konsumsi narkoba, bantuan hukum untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan stigma dan marginalisasi, atau apapun yang berkaitan dengan stigma di masyarakat. Pertanyaan bisa diajukan melalui formulir di tautan https://rumahcemara.or.id/hubungi-kami/ atau lewat pesan pribadi ke media sosial Rumah Cemara, selain Instagran @RumahCemara untuk Twitter dan @rumahcemara.or.id untuk Facebook.

Saya dan suami memang rencananya menunda punya momongan karena kantor saya bekerja belum mengizinkan sampai tiga tahun ke depan. Saya jadinya minum pil KB atas saran teman. Tapi setelah sebulan, sering muncul bercak darah padahal saya sedang tidak datang bulan. Belum lagi suasana hati saya tidak karuan seperti sedang menstruasi.  

Teman saya itu kemudian menyarankan supaya suami saya yang lebih berperan, yaitu pakai kondom. Tapi dia tidak mau. Sampai hampir dua minggu terakhir saya sering merasa perih dan panas tiap buang air kecil.

Saya ke dokter dua hari lalu. Dokter mengambil cairan serviks, anus, dan tenggorokan saya dengan cara mengusap, mirip seperti swab untuk covid-19 yang sering terlihat di televisi. Pengusapan cairan-cairan itu katanya untuk diuji di laboratorium.

Dokter juga menyatakan, kemungkinan saya terinfeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae penyebab gonore atau sering disebut penyakit kencing nanah. Dugaan itu didasarkan pada temuan cairan kehijauan di vagina sebelum pemeriksaan laboratorium tadi menunjukkan hasilnya.

Saya lalu disuntik antibiotik dan diresepkan obat untuk diminum sampai habis. Sebelum pulang, dokter meminta agar suami saya juga ikut diperiksa,  dan segera melakukan pengobatan yang sama.

Baca juga:  MK Amanatkan Penelitian, BNN malah Tutup Wacana Ganja Medis

Katanya lagi, sebelum pemeriksaan dan pengobatan gonore dilakukan bersama, saya dan suami sebaiknya nggak berhubungan intim dulu karena penyakit ini menular. Tapi, dokter juga bilang, kalau memang harus berhubungan intim, suami diwajibkan pakai kondom.

Pertanyaan saya, gimana cara kasih tahu ke suami supaya ia mau ikutan diperiksa?

Sebelum ke dokter, sebenarnya saya sudah minta izin ke suami untuk memeriksakan kondisi organ reproduksi saya ke klinik di kantor. Tapi, apa dia bakal bisa menerima kalau ternyata istrinya terinfeksi penyakit kelamin?

Pertanyaan selanjutnya, gimana meminta suami agar tidak berhubungan intim dulu sebelum dia juga diperiksa ya? Lalu, gimana caranya minta dia agar mau pakai kondom?

Kalau benar penyakit ini menular melalui hubungan kelamin, kenapa suami saya tidak mengeluhkan apapun?

Terima kasih atas perhatian dan jawabannya!

Salam,

Wenny – Bekasi

Jawaban

Wenny yang baik,

Saya ingin menambahkan jawaban Mas Dokter Hendro dari perspektif norma, peran, serta hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun secara sosial.

Hubungan dalam rumah tangga memang memerlukan keseimbangan. Segala keputusan mesti dilakukan bersama atas kesepakatan kedua belah pihak. Landasan berkomunikasinya adalah prinsip-prinsip mengurangi bahaya serta saling bahagia dan membahagiakan.

Meskipun untuk beberapa konteks pertimbangan perlu dititikberatkan pada salah satu pihak, tapi bukan berarti pihak lain tidak bisa mengungkapkan pendapat atau turut memberikan masukan. Contohnya, keputusan memiliki anak. Karena perempuan adalah pemilik tubuh yang akan mengandung jabang bayinya, maka keputusan utama untuk hamil atau tidak hamil berada di tangan perempuan. Keputusan sang istri menjadi prioritas.

Keputusan penggunaan alat kontrasepsi menurut saya harus memperhatikan pemilihan zat, alat, atau metode yang tidak membahayakan salah satu pihak.

Ada perempuan yang alergi terhadap pemakaian susuk atau sering muncul flek, jadi gemuk, bahkan hingga produksi hormonnya terganggu karena konsumsi rutin pil KB yang menyebabkan perasaan tak karuan seperti yang Wenny alami. Oleh karena itu seharusnya alat kontrasepsi yang dipilih tidak membahayakan perempuan. Beban penggunaan alat kontrasepsi adalah beban bersama yang diatur seimbang saat pasangan suami istri memutuskan untuk menunda kehamilan seperti yang Wenny dan suami lakukan.

Baca juga:  Pemanfaatan Ganja Medis Dipidanakan Lagi: Bebaskan Reyndhart Siahaan!

Ketika muncul persoalan seperti ini, hasil tes laboratorium menunjukkan dirimu terinfeksi gonore, maka secara teknologi memang tidak ada pilihan lain selain memanfaatkan kondom kalau ingin berhubungan kelamin. Dokter yang Wenny kunjungi juga telah menyarankan hal yang benar, yakni agar suami turut diperiksa.

Menjawab pertanyaan bagaimana meminta suami untuk tidak berhubungan intim dahulu, risiko penularan penyakit tentu jadi pertimbangan utama yang harus disampaikan dalam kasus Wenny ini. Meminjam istilah Mas Hendro, ini supaya tidak terjadi fenomena “bola pingpong”, yaitu saat Wenny sudah dinyatakan sembuh dari gonore tapi suami tidak diobati; lalu suami meminta hubungan seks; kemudian yang tadinya dirimu sudah negatif gonore, akhirnya menjadi positif lagi karena nge-seks dengan suami tanpa kondom.

Sampaikan saja secara terbuka kepada suami apa alasan Wenny menolak hubungan badan. Apalagi sebelum memeriksakan diri ke dokter, kamu meminta izin terlebih dahulu ke suami.

Kalau tidak biasa, tentu penolakan ini akan membuat hubungan di rumah menjadi kagok.

Dalam konteks hubungan yang setara, menolak ajakan suami untuk berhubungan seks sebenarnya adalah hal yang wajar-wajar saja. Syaratnya, hubungan tersebut dilandaskan pada prinsip-prinsip mengurangi bahaya serta saling membahagiakan melalui komunikasi yang terbuka seperti yang telah saya utarakan sebelumnya.

Buat pasangan suami-istri, hubungan seks merupakan ekspresi cinta terdalam sehingga membutuhkan suasana hati dan stamina fisik yang prima. Buat beberapa orang, spontanitas kadang dibutuhkan supaya tidak terjadi kecanggungan saat bercumbu.

Bahkan dalam agama Islam ada kondisi-kondisi yang diperbolehkan untuk menolak berhubungan seks, yakni kondisi haid, istri sedang hamil, dalam kondisi sakit dan kelelahan, dan saat berpuasa.

Wenny berada dalam kondisi sakit. Tapi memang kondisi sakit yang diperbolehkan untuk menolak ajakan suami bersanggama adalah sakit yang membuat istri tidak mampu dan tidak bertenaga melakukan aktivitas. Bila dipaksakan, dikhawatirkan dapat berimbas pada semakin menurunnya kesehatan sang istri.

Baca juga:  Kurangi Pemenjaraan Tingkatkan Kesehatan

Sementara dalam kasusmu, kalau hubungan seks dilakukan sebelum suami memeriksakan diri, maka bisa saja suamimu nanti yang tertular.

Menurut saya, kalau memang belum pernah menolak hubungan seks, ada baiknya segera sampaikan keadaan yang Wenny alami sesegera mungkin. Kalau perlu, sekarang juga beli persediaan kondom. Jadi walaupun kamu sudah sampaikan kepada suami apa saja yang dokter utarakan termasuk supaya suami turut diperiksa, kamu punya persediaan kondom untuk digunakan kalau-kalau suamimu mengajak berhubungan badan sebelum ia bersedia memeriksakan kesehatan organ reproduksi bersama.

Saya paham, mungkin Wenny khawatir kalau suami berpikir macam-macam tentang kamu saat menyampaikan hasil pemeriksaan di klinik. Kalau demikian, ingatkan suami saat kamu meminta izin untuk memeriksakan diri ke dokter di klinik kantor. Sampaikan keluhan yang kamu rasakan ketika itu sehingga kamu memberanikan diri minta izin periksa ke klinik.

Hindari mengungkit-ungkit keengganannya pakai kondom untuk kontrasepsi saat kalian memutuskan untuk menunda kehamilan.

Saat mengetahui terinfeksi penyakit kelamin, kamu mungkin mencurigai bahwa suamimu lah yang menularkannya. Tapi saat ini, mencari tahu apalagi berdebat soal siapa yang membawa penyakit tersebut ke rumah tanggamu sangatlah kontraproduktif. Akan jauh lebih bijak bila kamu berfokus pada penyembuhannya yang membutuhkan keterlibatan suami.

Tapi seandainya Wenny merasa takut untuk menyampaikan sendiri hasil pemeriksaan klinik kepada suami, ada baiknya kamu meminta tenaga kesehatan dari kllinik tempatmu memeriksakan diri untuk menemanimu menjelaskan keadaan ini ke suamimu.

Saya cukup yakin kalau persoalan yang Wenny hadapi ini bisa segera diselesaikan. Dan bisa jadi, ini momentum untuk meminta suami menggunakan kondom dalam memenuhi keputusan kalian menunda untuk punya momongan untuk mengakhiri penderitaanmu saat rutin minum pil kontrasepsi.   

Salam,

Amala Rahmah

The author Amala Rahmah

Aktivis gender dan kesehatan reproduksi pada remaja perempuan

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.