close
WhatsApp Image 2021-10-16 at 15.44.17
Gambar Ilustrasi: @abulatbunga

Sampai dekade kedua abad kedua puluh, perempuan tidak punya banyak pilihan selain melahirkan anak sebanyak yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan.

Korban pemerkosaan, korban inses, pelacur, wanita lajang yang aktif secara seksual, dan bahkan istri yang suaminya tidak menginginkan anak lagi tidak memiliki cara yang aman, tersedia, atau dapat diandalkan secara medis untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Perempuan yang menggunakan kontrasepsi dianggap tidak bermoral, tidak feminin, atau abnormal kala itu.

Gerakan pemakaian kontrasepsi dimulai pada awal abad kesembilan belas yang sedikit banyak terinspirasi dari buku terkenal Thomas Malthus, seorang ekonom politik Inggris, bertajuk An Essay on the Principle of Population (1798). Malthus berpendapat, populasi dunia pada akhirnya bisa tumbuh melampaui kemampuan bumi untuk mendukungnya. Kelaparan, epidemi, dan kemiskinan umum akan terjadi. Gagasannya ini disebut Malthusianisme.

Penggerak pencegahan kehamilan pertama yang kondang saat itu adalah Francis Place (1771-1854), salah satu orang Inggris paling revolusioner pada zamannya. Bukunya, Ilustrasi dan Bukti Prinsip Kependudukan (1822) berusaha memengaruhi kebijakan publik serta sosial-budaya yang berlaku di masyarakat dengan memperkarakan tidak adanya metode kontrasepsi praktis.

Tapi kita bisa menyebut nama Margaret Sanger (1879-1966) sebagai aktivis pengendalian kelahiran yang militan dari periode 1910 dan 1912 ketika ia bekerja di Manhattan’s Lower East Side, Kota New York, Amerika Serikat (AS) sebagai perawat bagi ibu-ibu miskin yang anaknya banyak di daerah kumuh kota itu. Pengalaman itu membuatnya radikal. Ia pun menulis kolom yang isinya agitatif di surat kabar lokal.

Hari ini, tepat 105 tahun lalu, 16 Oktober 1916, Margaret Sanger membuka klinik KB (keluarga berencana) pertama di Amerika, tepatnya di Brooklyn, New York, AS.

Sanger juga dikenal sebagai pegiat pendidikan seks, penulis, dan perawat. Ia memopulerkan istilah “pengendalian kelahiran” alias “birth control” dan mendirikan organisasi yang berkembang menjadi Planned Parenthood Federation of America (“Political Attacks on Planned Parenthood Are a Threat to Women’s Health”. Scientific American. Dimuat di The Editors Edisi 1 Juni 2012).

Baca juga:  Menguasai Narkotika di Indonesia

Di negara +62, organisasi KB dimulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

Sebagai organisasi nonpemerintah, PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga-keluarga yang sejahtera melalui tiga usaha pelayanan, yaitu mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan, serta memberi nasihat perkawinan.

Masalah kependudukan menjadi fokus perhatian pemerintah pada 1967 yang meninjaunya dari berbagai perspektif, terutama pascasimposium mengenai kontrasepsi di Bandung, Jawa Barat pada Januari 1967 dan Kongres Nasional PKBI Pertama di Jakarta pada 25 Februari 1967.

Di tahun itu pula, Presiden daripada Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia.

Setahun kemudian Kementerian Kesejahteraan Rakyat RI, sekarang bernama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional sebagai cikal bakal apa yang sekarang kita kenal sebagai BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). Badan ini dibentuk berdasarkan Keppres RI No. 8 Tahun 1970 (“Sejarah BKKBN” dimuat situs resmi BKKBN).

Balik ke Margaret Sanger. Sepak terjangnya dalam aktivisme dimulai dari kepindahannya dari daerah pinggiran ke tengah kota New York pada 1911 dan menjadi perawat yang rutin mengunjungi daerah kumuh di kota itu untuk pemeriksaan dan perawatan kesehatan ibu-ibu miskin yang beranak banyak serta gelandangan.

Baca juga:  Koalisi Masyarakat Sipil Sengketakan Informasi Pemerintah yang Mendasari Penolakan Ganja untuk Pengobatan

Sanger menjadi anggota Komite Wanita Partai Sosialis New York, mengambil bagian dalam aksi buruh Pekerja Industri Dunia di antaranya pemogokan tekstil Lawrence 1912 yang terkenal dan pemogokan sutra Paterson 1913. Ia pun berkenalan dengan intelektual lokal, seniman sayap kiri, sosialis dan aktivis sosial di kota berjulukan the big apple itu.

Feminisme dan karir keperawatannya menginspirasi Sanger untuk menulis dua seri kolom di majalah kaum sosialis, New York Call tentang pendidikan seks. Judul kolomnya, “Apa yang Harus Diketahui Setiap Ibu” (1911–1912) dan “Apa yang Harus Diketahui Setiap Gadis” (1912–1913). Artikel Sanger di masa itu dianggap sangat blak-blakan dalam mengulas seksualitas yang membuat berang banyak pembaca New York Call.

Tapi atas keterusterangannya, banyak juga yang memuji tulisan Sanger. Serialnya itu disebut-sebut sebagai ulasan “moralitas yang lebih murni ketimbang seluruh perpustakaan yang penuh dengan kemunafikan tentang kesopanan” (Ellen Chesler, 1992. Woman of Valor: Margaret Sanger and the Birth Control Movement in America. New York: Simon and Schuster).

Pada 1914, Sanger menerbitkan The Woman Rebel, sebuah buletin bulanan delapan halaman yang mempromosikan kontrasepsi menggunakan slogan “No Gods, No Masters”. Ia dan teman-temannya memopulerkan istilah “pengendalian kelahiran” sebagai alternatif yang lebih jujur ​​dari eufemisme seperti “pembatasan keluarga” atau “keluarga berencana”. Sanger menyatakan bahwa setiap wanita harus menjadi “nyonya (atau tuan [patriarki]) mutlak atas tubuhnya sendiri.”

Omong-omong, kalau kamu penggemar musik cadas, slogan “No Gods, No Masters” tentu akrab karena banyak dipakai oleh grup-grup musik beraliran punk rock, trash metal, bahkan nge-pop macam Garbage baik sebagai judul album atau lagu dalam rekaman-rekamannya maupun tulisan di cendera mata grup-grup musik tersebut.   

Sanger memandang pengendalian kelahiran sebagai masalah kebebasan berbicara dan The Woman Rebel diterbitkannya untuk memprovokasi perubahan UU Federal Anti-Cabul AS yang melarang penyebaran informasi tentang kontrasepsi. Meski ditekan pemerintah, Sanger melanjutkan publikasi, bahkan mempersiapkan Family Limitation, pamflet setebal 16 halaman untuk menantang UU anti-pengendalian kelahiran di negaranya.

Baca juga:  Tiga Argumen "Kenapa Ganja Harus Tetap Ilegal" Diulas

Pada Agustus 1914, Margaret Sanger didakwa melanggar UU Kecabulan Pos AS dengan mengirimkan The Woman Rebel melalui sistem pos (surat-menyurat untuk mengirimkan pamflet atau bahan cetakan lainnya) AS. Alih-alih diadili, dia melarikan diri dari negara tempat kelahirannya itu (Emily Douglas, 1970. Margaret Sanger: Pioneer of the Future. Canada: Holt, Rinehart, and Winston).

Sanger menghabiskan sebagian besar pengasingannya sejak 1914 di Inggris, di mana kontak dengan teman-teman Neo-Malthusians lokal membantu memperbaiki pembenaran sosial ekonomi untuk pengendalian kelahiran.

Sebagaimana telah disebut di awal, Malthusianisme adalah gagasan bahwa salah satu penduduk bumi bernama manusia berpotensi tumbuh secara eksponensial sementara pasokan makanan atau sumber daya lainnya, pertumbuhannya bersifat linier. Pada akhirnya, hal tersebut mengurangi standar hidup hingga memicu kepunahan populasi manusia. Para pengikutnya disebut Malthusians.

Sanger berbagi keprihatinan, bahwa kelebihan populasi manusia menyebabkan kemiskinan, kelaparan dan perang.

Di Konferensi Neo-Malthus Internasional Kelima pada 1922, Sanger jadi wanita pertama yang memimpin sidang. Ia pun mengorganisir Konferensi Internasional Neo-Malthus dan Pengendalian Kelahiran Keenam yang berlangsung di New York, AS pada 1925. Kelebihan populasi tetap jadi perhatian Sanger hingga akhir hayatnya (Baker, 2011).

Margaret Sanger merupakan salah satu orang yang berjasa dalam memopulerkan kontrasepsi dan pengendalian kelahiran ke seluruh jagat, sehingga cukup banyak manusia yang sadar akan potensi kelebihan penduduk bagi bumi. Lalu, apa kontribusimu supaya bumi jadi tempat tinggal yang lebih baik bagi umat manusia?

Tags : birth controlBKKBNKBkehamilankontrasepsiMalthusianismMargaret Sanger
Patri Handoyo

The author Patri Handoyo

Pencinta makhluk hidup. Berkesenian selama hayat masih dikandung badan. Peneliti partikelir dan pelaku pendidikan alternatif.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.