close
Kebijakan

Status Darurat Kesehatan (yang Terlambat)

Petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo menyemprotkan cairan disinfektan di Rusunawa Semanggi, Solo, Jawa Tengah, Rabu (18/3/2020).
Penyemprotan cairan disinfektan di sebuah permukiman (Foto: Antara/ Mohammad Ayudha)

Senin, 30 Maret 2020. Presiden RI menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menindaklanjuti Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia. Status itu diputuskan oleh Kepala BNPB RI melalui Keputusan No. 9A Tahun 2020.

Dikutip dari Detik.com (31 Maret 2020), presiden telah menetapkan PSBB dan status darurat kesehatan masyarakat melalui peraturan pemerintah (PP) dan keputusan presiden (keppres).

Penetapan ini dinilai membingungkan beberapa pihak mengingat sejak 16  Maret, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah meliburkan sekolah dilanjutkan dengan penetapan masa tanggap darurat covid-19 dengan menetapkan bekerja dari rumah bagi karyawan dan memperpanjang sekolah dari rumah hingga 19 April 2020.

Berdasarkan situasi darurat wabah yang saat ini berlaku, terdapat lima UU dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dinilai sesuai dengan kondisi saat ini, yakni UU RI No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU RI No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Perppu No. 23 Tahun 1959 Pencabutan UU RI No. 74 Tahun 1957 dan Menetapkan Keadaan Bahaya.

Setiap UU mengatur hal-hal terkait isu kesehatan dan wabah serta kegawatdaruratan yang menyertainya.

Dalam penanganan pandemi global covid-19, pemerintah dinilai gagap dengan penerapan dasar hukum untuk kebijakan yang diambil sejak awal. Hal itu dapat dilihat dari kronologi kebijakan yang diambil baik di tingkat pusat maupun daerah.

Baca juga:  Penting dan Tidak Pentingnya Kasus MZ

28 Januari 2020. Keputusan Kepala BNPB RI No. 9A Tahun 2020 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.

4 Februari 2020. Keppres RI No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Keputusan Menkes RI No. HK. 01. 07/ MENKES/ 104/ 2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus sebagai Penyakit yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya.

29 Februari 2020. Keputusan Kepala BNPB RI No. 13A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona Di Indonesia.

20 Maret 2020. Sebagai contoh kebijakan daerah, Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 337 Tahun 2020 tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Wabah Covid-19 di DKI Jakarta.

30 Maret 2020. PP RI No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan Keppres RI No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.

Kebijakan yang diputuskan Presiden RI melalui pidatonya pada 30 Maret 2020 adalah status darurat kesehatan masyarakat dibarengi dengan kebijakan PSBB. Presiden turut memerintahkan jajaran menterinya untuk segera menyiapkan aturan pelaksana di level provinsi, kabupaten, dan kota agar pembatasan sosial skala besar dan pendisiplinan penjarakan fisik bisa benar-benar diterapkan di lapangan.

Pernyataan presiden dalam kesempatan tersebut menyiratkan status darurat kesehatan masyarakat yang diambil mengacu pada status darurat sipil sebagaimana diatur dalam Perppu RI No. 23 tahun 1959 yang menetapkan keadaan bahaya.

Baca juga:  Lebanon Jawab Krisis Ekonomi dengan Budi Daya Ganja

Keterkaitan kelima peraturan dan UU di atas saya gambarkan sebagai berikut:

Kesimpulan saya, pertama Kepala BNPB tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan status bencana. Kewenangan penetapan status bencana berada pada Presiden RI. Kedua, Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang tanggap darurat dengan meliburkan sekolah, karyawan, dan meniadakan kegiatan ibadah atau kegiatan lain yang mengumpulkan massa merupakan implementasi dari PSBB yang notabene belum ditetapkan saat itu.

Ketiga, belum adanya PP yang merupakan turunan dari perintah UU RI No. 6 Tahun 2018 perihal kedaruratan kesehatan masyarakat. Keempat, PP RI No. 21 Tahun 2020 tentang PSBB bersifat umum-konkret, di mana norma pengaturan pada PP ini hanya berlaku khusus pada masalah virus korona.

Kelima, status darurat sipil tidak relevan dengan situasi saat ini karena definisi bencana saat ini adalah bencana nonalam dan bukan bencana alam sebagaimana diatur dalam Perppu RI No. 23 Tahun 1959.

Terakhir, Keppres RI No. 11 Tahun 2020 dan PP RI No. 21 Tahun 2020 terlambat diberlakukan mengingat status darurat kesehatan masyarakat sepatutnya menjadi dasar bagi kepala daerah dalam menetapkan kebijakan bagi daerahnya masing-masing.

Subhan

The author Subhan

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.