close
FeaturedKebijakan

Cegah Covid-19, Penegak Hukum Diminta Selektif Lakukan Penahanan

jk-virus
Ketua Umum Palang Merah Indonesia, Jusuf Kalla dan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly meninjau kegiatan sterilisasi Lapas Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur, 20/3/2020 (Foto: Bisnis/ Nyoman Ary Wahyudi)

Koalisi Pemantau Peradilan meminta Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) RI menerbitkan peraturan bersama untuk memperketat penggunaan kewenangan penahanan. Peraturan bersama itu dibuat sebagai langkah darurat untuk mencegah meluasnya wabah covid-19 di lingkungan kerja penegakan hukum.

Hal itu disampaikan Koalisi Pemantau Peradilan menyusul adanya surat dari Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly kepada Ketua MA RI, Jaksa Agung RI, serta Kapolri agar menunda pengiriman tahanan ke rutan atau lapas sementara waktu untuk mencegah penyebaran covid-19, Selasa (24/3) lalu.

Koalisi yang terdiri dari sejumlah organisasi yaitu ICJR, YLBHI, PKBI, IJRS, PUSKAPA, LBH Masyarakat, ELSAM, PBHI, Institut Perempuan, KontraS, Rumah Cemara, LeIP, LBH Pers, ICEL, IMPARSIAL, dan LBH Jakarta ini juga memberikan sejumlah rekomendasi supaya penanganan tahanan tetap dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan KUHAP dan mengutamakan keselamatan para tahanan.

Sejumlah rekomendasi tersebut yaitu, supaya aparat memperhatikan ketentuan di KUHAP yang mengatur, penahanan hanya dapat dilakukan untuk tindak pidana yang ancaman penjaranya lima tahun atau lebih. Proses penahanan juga perlu memastikan terpenuhinya syarat, ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/ atau mengulangi tindak pidana.

Bila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak perlu ada penahanan.

Aparat diminta selektif melakukan penahanan yang akan menambah penuh sesaknya penjara yang potensial menyebarkan covid-19 di antara tahanan. Untuk itu, pelaku tindak pidana ringan, pidana tanpa korban, dan pidana tanpa kekerasan tidak perlu ditahan. Mekanisme penahanan alternatif seperti jaminan yang diatur KUHAP harus dimanfaatkan secara maksimal.

Baca juga:  Pengurangan Dampak Buruk Konsumsi Narkoba

KUHAP memberikan pilihan tahanan rumah dan tahanan kota yang memungkinkan penahanan tidak dilakukan di rutan, kantor polisi, atau kejaksaan. Pilihan ini bisa diambil dengan mempertimbangkan tempat tinggal dan pekerjaan rutin yang jelas sehingga tahanan tidak akan meninggalkan kota tempat tinggalnya. Proses hukum tetap berjalan dan putusan berupa hukuman penjara bisa dilaksanakan setelah wabah berakhir.

Aparat harus memaksimalkan mekanisme penangguhan penahanan maupun pembantaran bagi yang butuh perawatan dan penanganan medis. Negara harus menjamin rujukan ke fasilitas layanan kesehatan terdekat untuk isolasi, karantina, atau tindakan medis lainnya bagi para tahanan.

Tahanan yang sudah habis masa tahanannya harus segera dibebaskan dan tidak diperpanjang bila tidak potensial menghilangkan barang bukti, tidak akan kabur, atau mengulang tindak pidana. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah penghuni penjara agar pencegahan covid-19 dengan menjaga jarak fisik dapat efektif dilakukan.

Untuk menghadapi situasi darurat seperti wabah covid-19, petugas penjara perlu dididik untuk mengelola penanganan wabah mulai dari pencegahan hingga mitigasi. Aparat bisa melibatkan sektor-sektor terkait seperti penanggulangan bencana, kesehatan, atau sosial.

Terakhir, koalisi ini mendorong pemerintah untuk memastikan adanya aturan pelaksana dan turunan dari KUHP yang lebih rinci untuk mengantisipasi situasi seperti ini.

Aturan itu meliputi sistem jaminan dan alternatif penahanan beserta mekanisme pengawasan dan evaluasinya yang lebih ketat dan terperinci demi mencapai rasio kapasitas dan jumlah tahanan yang lebih sehat. Hal itu bisa dimulai dengan memasukkan sistem hakim pemeriksaan pendahuluan (judicial scrutiny) dalam rancangan KUHAP.

Baca juga:  Klinik Medika Antapani, Bandung vs. Pasar Gelap Narkoba
Langgar Hukum Acara Pidana

Koalisi Pemantau Peradilan menyampaikan rekomendasi-rekomendasi tersebut dalam siaran pers menyusul adanya Surat Menteri Hukum dan HAM RI kepada Ketua MA, Jaksa Agung, dan Kapolri untuk menunda kegiatan kunjungan, penerimaan tahanan baru, dan sidang, mulai Rabu (18 Maret 2020) sampai waktu yang belum ditentukan.

Surat Menkumham itu juga berisi penundaan pengiriman tahanan karena tahanan merupakan kelompok yang rentan terpapar covid-19 atas kondisi lapas dan rutan yang kelebihan penghuni.

Menkumham menutup akses pengiriman tahanan ke rutan dan lapas tapi tidak merekomendasikan agar penahanan dibatasi. Secara tidak langsung, Menkumham meminta agar tahanan ditempatkan di penjara kantor polisi atau kejaksaan. 

Koalisi menilai bila polisi, jaksa, dan pengadilan tetap melakukan penahanan di penjara-penjaranya tapi tidak di lapas atau rutan, maka hal tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum acara pidana. KUHAP menjelaskan, penahanan di rutan dapat dilakukan di tempat lain seperti kantor polisi, kejaksaan, maupun lapas jika belum ada rutan di wilayah tersebut.

Menkumham memang tidak berwenang melarang atau memerintahkan penahanan karena kewenangan itu hanya dimiliki oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim. Tapi Menkumham bisa merekomendasikan untuk dipertimbangkan oleh penegak hukum agar tidak melakukan penahanan di tengah wabah covid-19 ini.**********

Redaksi

The author Redaksi

Tim pengelola media dan data Rumah Cemara

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.