close
FeaturedKebijakan

Tidak perlu “More Human than Human”, cukup “Memanusiakan Manusia”

memanusiakan-manusia-featured
Sumber gambar : Forbes

Kata-kata “memanusiakan manusia” kerap ditujukan kepada pemerintah dalam melayani rakyatnya. Artinya, pelayanan publik yang memanusiakan harus dirasakan oleh masyarakat. Konsep “memanusiakan manusia” bukan hanya terbatas di bidang pelayanan tetapi juga menyentuh seluruh dimensi kehidupan.

Dalam tujuh pekan terakhir, berbagai media menyebutkan, sebanyak 1.800 orang tewas terbunuh dalam operasi Filipina melawan mafia narkoba. Angka itu terhitung sejak Presiden Filipina yang baru, Rodrigo Duterte meluncurkan operasi polisi melawan narkoba 1 Juli lalu.

Angka itu dibeberkan Kepala Kepolisian Filipina, Ronald Dela Rosa dalam rapat dengan Senat Filipina. Dela Rosa menyebut lebih dari 700 di antaranya merupakan penyelundup dan pengguna narkoba. Sedangkan kasus main hakim sendiri menewaskan sekitar 1.000-an orang terkait narkoba. Namun tidak dijelaskan berapa banyak dari 1.000 orang itu yang benar-benar terkait perdagangan narkotika. Dela Rosa mengatakan polisi sedang menyelidiki kasus itu.

Pengamat dari organisasi International Center for Transitional Justice (ICTJ), Ruben Carranza, menilai pembunuhan di luar hukum terhadap terduga pengedar dan pemakai narkoba merupakan pelanggaran terhadap hak manusia untuk hidup dan hak mendapatkan proses peradilan. Duterte sendiri mendapat kecaman dari berbagai negara, salah satunya Amerika  Serikat (AS).

AS  sebagai negara sekutu Filipina juga prihatin atas jumlah korban tewas yang begitu banyak. Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Mark Toner meminta Pemerintah Filipina memastikan penegakan hukum melawan narkoba tetap memerhatikan norma-norma hak asasi manusia.

Baca juga:  Kurangi Pemenjaraan Tingkatkan Kesehatan

[AdSense-A]

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, manusia adalah /ma·nu·sia/ n makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Istilah “memanusiakan manusia” merupakan upaya untuk membuat manusia menjadi berbudaya atau berakal budi. Sesama manusia saling menghargai, menghormati, dan tidak mengadili. Tidak ada tindakan yang merendahkan, mencibir, atau hal lainnya yang membuat sakit hati dan sebagainya.

Selama kepintaran, keterdidikan, kesuksesan, kekayaan, dan semua kelebihan yang dimiliki hanya untuk kepentingan dan kepuasan diri sendiri ataupun golongan, berarti belum menjadi manusia utuh sebagaimana seharusnya.

Pendidikan adalah proses pendewasaan agar seseorang mampu menjalani kehidupan pada zamannya. Dunia pendidikan harus melahirkan sikap cendekia dan semangat intelektualitas. Tanpa kedua hal itu, maka pendidikan hanya akan menghasilkan orang-orang cacat moral. Filosofi dan semangat pendidikan adalah memanusiakan manusia, bukan memintarkan manusia. Jadi jika suatu bangsa mengalami kebobrokan, berarti ada yang tidak beres dalam proses pendidikannya.

Konteks “memanusiakan manusia” berpegang pada nilai keadilan, kesetaraan, serta nilai persaudaraan. Hak atas pelayanan, kesejahteraan, berpendapat, dan beraktivitas menjadi salah satu cara memanusiakan manusia tersebut. Bahkan seorang yang gila sekalipun tidak hilang haknya sebagai manusia.

memanusiakan-manusia
Perlakuan terhadap pengguna NAPZA di Filipina merupakan kejahatan kemanusiaan. Manusia berhak atas kehidupan, kemerdekaan, diperlakukan sebagai, dan berusaha membantu manusia lainnya. Hal-hal inilah yang harus disosialisasikan lewat pendidikan dasar pada semua lapisan masyarakat, termasuk yang dianggap penjahat.

Baca juga:  Kenapa "Perang terhadap Narkoba" Gagal Total

Menurut pakar etika dan filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno, manusia tidak dibenarkan untuk menghilangkan nyawa manusia lain hanya karena dianggap bersalah. Apalagi jika ini dijadikan suatu hukum yang dimasukkan dalam sistem peradilan.

“Secara prinsip manusia tidak dibenarkan untuk mencabut nyawa orang lain,” kata Franz.

Jadi mengapa memberlakukan kebijakan NAPZA tanpa mempertimbangkan apa yang dirasakan dan dialami oleh korbannya sendiri? Jika negara memberlakukan hukuman mati atas nama “perang terhadap narkoba”, apakah kita masih bisa menyebut negara sebagai pelayan publik yang memanusiakan manusia?

Gubernur Sulawesi pertama, Sam Ratulangi terkenal dengan filsafatnya, “Si tou timou tumou tou,” yang artinya, “Manusia baru dapat disebut sebagai manusia jika sudah dapat memanusiakan manusia”.

Indra Inside Out

The author Indra Inside Out

Sedikit tertawa...banyaknya ditertawakan....Ambil hikmahnya saja kawan.. God bless you all!

1 Comment

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.