close
WhatsApp Image 2023-01-02 at 18.16.15 (1)
Gambar Ilustrasi: @wopwopwoy

Tidak hanya mengancam dan mencederai kemerdekaan pers, namun juga berbahaya bagi demokrasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi.

Pernyataan tersebut disampaikan Arif Zulkifli, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers dalam sebuah keterangan tertulis dua hari pascapengesahan Rancangan Kitab UU Hukum Pidana oleh DPR RI.

UU ini juga potensial memasung kebebasan warga negara untuk menyatakan pendapat. Pasal yang banyak menuai kritik adalah ketentuan yang memaksakan nilai moral konservatif tentang seksualitas serta membatasi hak atas kebebasan berekspresi. UU ini bisa memenjarakan warga yang menyebarkan info soal kontrasepsi kepada anak. Lalu, bagaimana dengan orang tua yang ajarkan anaknya soal seks yang bertanggung jawab?

Untuk kebebasan berekspresi, UU ini terutama memidanakan penghinaan pejabat publik meski merupakan delik aduan. Padahal, Mahkamah Konstitusi sudah membatalkan ketentuan serupa dalam KUHP sebelumnya lantaran inkonstitusional.

Bagaimana jurnalis, seniman, juga pegiat kesehatan seksual dan reproduksi menyikapi pengesahan UU yang tetap dilakukan awal bulan ini padahal pasal-pasal bermasalah tersebut sebelumnya terus mendapat kritikan?

Untuk menjawabnya, Intimate Journey Club, Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Indonesia tanpa Stigma, dan Aliansi Jurnalis Independen Bandung menggelar diskusi seputar isu ini bersama Maulida Zahra (LBH Bandung), Adi Marseila (jurnalis), dan Wanggi Hoed (seniman peran).

Prima

The author Prima

Orang rumahan, tidak suka keramaian, dan pendiam. Bergabung di Rumah Cemara pada 2016 sebagai tenaga paruh waktu untuk mengurus segala hal yang berhubungan dengan teknologi informasi.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.