close
download (1)
Gambar ilustrasi: Depositphotos

Indonesia mendapat nilai rendah dalam hal kebijakan narkoba. Berdasarkan Indeks Kebijakan Narkoba Global yang dirilis bulan ini, Indonesia berada di peringkat ke-28 dari 30 negara yang dinilai. Indonesia mendapat nilai 29 dari skala 0 sampai 100. Negara berperingkat terbaik adalah Norwegia dengan nilai 74 dalam indeks tersebut.

Hal tersebut terungkap dalam Sosialisasi Indeks Kebijakan Narkoba Global yang digelar secara daring oleh Rumah Cemara, Kamis (18/11).

Indeks Kebijakan Narkoba Global adalah alat ukur yang mendokumentasikan dan membandingkan kebijakan narkoba nasional. Indeks ini dibuat Konsorsium Harm Reduction. Lewat alat ini, setiap negara diberi nilai dan peringkat yang menunjukkan seberapa selaras kebijakan narkotika dan implementasinya dengan prinsip-prinsip PBB tentang HAM, kesehatan, dan pembangunan.  

Ada 75 indikator dalam indeks ini dengan lima variabel, yakni ketiadaan penghukuman ekstrem, proporsionalitas sistem peradilan pidana, kesehatan dan harm reduction (layanan pengurangan dampak buruk konsumsi narkoba), akses obat-obatan, serta pembangunan.

Kuatnya pemidanaan dalam penyelesaian kasus narkotika ditengarai menjadi salah satu faktor yang membuat nilai rapor Indonesia merah dalam indeks tersebut. Pemenjaraan masih menjadi pilihan utama bagi penegak hukum. Dengan kata lain, dekriminalisasi yang mengacu pada upaya menghapus hukuman pidana untuk konsumsi narkotika hampir tidak berlangsung di Indonesia.

Padahal, sejumlah negara telah mengalihkan hukuman penjara terhadap konsumen narkoba seperti dengan kerja sosial, denda, dan bahkan ada yang tidak menerapkan hukuman sama sekali.

Baca juga:  Ketua BNN yakin bisa capai masyarakat bebas narkoba (Indonesia Bebas Narkoba 2015 revisited)

Pakar hukum dan kebijakan narkotika, DR. iur. Asmin Fransiska, SH., L.L.M., mengatakan, Indonesia sebenarnya telah melakukan beberapa upaya pengalihan dari kewenangan penegak hukum ke akses kesehatan di Indonesia, seperti melalui putusan rehabilitasi.

“Namun sayangnya, rehabilitasi itu seringkali diangggap sebagai hukuman alias bagian dari pemidanaan. Padahal, di banyak negara yang nilai rapornya bagus, rehabilitasi adalah bagian dari alternatif pemidanaan sehingga pengguna narkotika diperlakukan sebagai pasien, bukan kriminal,” terangnya.

Menurut Dekan Fakultas Hukum Unika Atma Jaya ini, hasil yang ditunjukkan dalam indeks itu sangat bermanfaat jika Indonesia mau memperbaiki naskah dan implementasi kebijakan narkotikanya. Ia mengatakan, indeks ini hasil dari kajian bertahun-tahun berdasarkan bukti dan metode ilmiah. Prosesnya tidak hanya melalui penelusuran atau pengumpulan data, melainkan juga dengan konfirmasi ke berbagai pihak, termasuk pakar, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah untuk memeriksa berbagai dokumennya.  

“Indeks ini bukan sekadar angka karena jadi gambaran yang sangat nyata bagaimana posisi kebijakan narkotika dan implementasinya di Indonesia saat ini. Terutama tentang HAM dan kesehatan. Ini jadi masukan yang komprehensif,” jelas Asmin.

Lebih jauh Asmin mengakui, indeks ini memang menjadi cermin yang buruk tentang wajah kebijakan narkotika di Indonesia. Namun, indeks ini sangat baik dan berguna untuk memastikan apakah program kebijakan sudah mengikuti standar yang ada.

“Indeks ini penting untuk dilihat karena kita jadi sadar bahwa pendekatan dalam kebijakan narkotika yang serba menghukum, kerap kali tidak peduli HAM, tidak berorientasi pada masyarakat yang terdampak, perlu segera ditinjau,” ujarnya.

Baca juga:  Memahami Posisi Pemerintah dalam Eksekusi Mati Kasus Narkoba dan Larangan Penjualan Bir di Minimarket

Selain Asmin Fransiska, seminar ini juga menghadirkan dua pembicara lain yakni Aditia Taslim (International Network of People who Use Drugs) dan Putri Tanjung (Women and Harm Reduction International Network).

Tags : indekskebijakan narkobanarkotikarapor merah
Tri Irwanda

The author Tri Irwanda

Praktisi komunikasi. Mulai menekuni isu HIV dan AIDS ketika bekerja di KPA Provinsi Jawa Barat. Punya kebiasaan mendengarkan lagu The Who, “Baba O’Riley”, saat memulai hari dengan secangkir kopi.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.