close
kenapa-mahasiswa-demo-besar-besaran-secara-serentak
Foto: Johan Tallo

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kita pakai saat ini bersumber pada hukum kolonial Belanda. Upaya menggantinya menjadi KUHP versi Indonesia sebenarnya sudah digagas sejak puluhan tahun silam.

Istilah RKUHP (rancangan KUHP) muncul pada 1963, tepatnya saat digelar Seminar Hukum Nasional I di Semarang. Sejak saat itu, RKUHP mulai dirumuskan oleh tim dari Pemerintah Indonesia. Namun sampai sekarang, pembahasan RKUHP tidak kunjung rampung dan disahkan menjadi KUHP nasional.

Dalam prosesnya, RKUHP menuai polemik karena banyak mengandung pasal yang multitafsir. Publik pun mempersoalkannya.

Penolakan terhadap RKUHP makin gencar saat DPR berniat mengesahkannya pada sidang paripurna, September 2019. Ketika itu, ribuan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menolak disahkannya RKUHP.

Dinamika RKUHP termutakhir bisa kalian simak melalui perbincangan antara Maidina Rahmawati (Institute for Criminal Justice Reform [ICJR]) dan Ardhany Suryadarma (Rumah Cemara) yang dipandu Tri Irwanda (Indonesia Tanpa Stigma. Yuk, simak!

Tags : KUHPRKUHP
Tri Irwanda

The author Tri Irwanda

Praktisi komunikasi. Mulai menekuni isu HIV dan AIDS ketika bekerja di KPA Provinsi Jawa Barat. Punya kebiasaan mendengarkan lagu The Who, “Baba O’Riley”, saat memulai hari dengan secangkir kopi.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.