Siapa sangka kalau ternyata pemain-pemain Tim Nasional (Timnas) Futsal Indonesia lekat dengan isu serta mampu menerangkan dengan fasih persoalan yang dihadapi orang-orang dengan HIV-AIDS (ODHA) dan konsumen narkoba di Nusantara?
Penggemar futsal di tanah air tentu tahu kalau Sandy Gempur Purnama, Andri Kustiawan, dan Nazil Purnama (dua nama terakhir masih memperkuat skuat Timnas Futsal Indonesia hingga saat ini) berasal dari klub futsal asal Bandung, Dalem Kaum Rumah Cemara Futsal Division (DKRC Fusion). Klub ini adalah merger antara Rumah Cemara dan Dalka Fusion, klub futsal komunitas kreatif se-Bandung yang rutin berlatih di bilangan Jalan Dalem Kaum.
Pada 2012, nama DKRC Fusion beserta struktur kepengurusannya terbentuk.
Setahun sebelumnya Sandy dan Andri, bersama enam pemain lain yang diseleksi Rumah Cemara berangkat ke Paris, Perancis, untuk bertanding di Homeless World Cup (HWC).
HWC adalah kejuaraan dunia sepak bola dengan peserta tim nasional tuna wisma (atau yang termasuk dalam kategori ini secara nasional) pria dan wanita yang digelar di kota berbeda tiap tahun. Kejuaraan ini bertujuan menginspirasi tuna wisma di seluruh dunia agar mengubah hidup mereka. Lebih dari 70 mitra nasional HWC bekerja untuk mendukung program-program sepak bola dan pengembangan wirausaha sosial. Turnamen di Paris adalah HWC yang ke-9.
Rumah Cemara adalah mitra nasional HWC di Indonesia sejak 2010 karena menggunakan kekuatan sepak bola untuk perubahan sosial terutama dalam menghapus stigma dan diskriminasi terhadap konsumen narkoba, ODHA, dan kelompok marginal lainnya termasuk gelandangan. Melalui sepak bola, dan olahraga secara umum, Rumah Cemara bisa membawa pesan “Indonesia tanpa stigma” ke lebih banyak orang.
Hingga kini, DKRC Fusion terus melahirkan atlet futsal dan sepak bola jalanan berprestasi internasional. Maka jangan heran kalau sejumlah pemain yang memperkuat Timnas Futsal Indonesia, juga klub-klub futsal profesional di Indonesia, memahami AIDS dan narkoba.
Bukan sekadar tahu, sebagian yang bergabung di DKRC Fusion pernah bermasalah dengan konsumsi narkoba. Beberapa di antaranya mengidap HIV dan/atau hepatitis C.
Salah satu hal yang sering dilakukan klub futsal ini adalah mengajak klub-klub lain bertanding persahabatan. Selepas pertandingan, mereka menggelar diskusi. Pertanyaan yang diajukan untuk memancing diskusi antara lain, “Tahukah bahwa di antara kita yang barusan bermain futsal (atau sepak bola), ada yang mengidap HIV? Mungkin kalian bersentuhan badan, bahkan bertukar keringat tadi.”
Dari pertanyaan dan ungkapan semacam itulah kemudian diskusi mengalir, mulai dari cara penularan HIV, penampilan fisik ODHA yang tidak berbeda dengan manusia lain, stamina mereka, sampai narkoba apa yang semalam dikonsumsi.
Salah seorang bintang futsal tanah air yang pernah bermasalah dengan konsumsi narkoba adalah Bonsu Hasibuan. Sekitar 2007, ia bahkan terpaksa jadi pengedar untuk membiayai konsumsi narkobanya. Mantan pelatih Vamos Mataram ini bertemu Rumah Cemara di Bandung waktu ‘buron’ dari kampungnya, Tapanuli, karena temannya sesama pengedar tertangkap polisi.
Tahun lalu, Bonsu masuk bursa kandidat calon asisten pelatih Timnas Futsal Indonesia. Namun ia mengaku belum berminat karena sang pelatih belum berhasil membawa Timnas Futsal Indonesia menjadi juara.
AIDS dan narkoba memang tidak terlalu banyak diketahui masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari stigma atau cap buruk yang menyertainya, bahkan pidana. Jika saja stigma dan pemidanaan itu tidak ada, boleh jadi tidak hanya pemain Timnas Futsal Indonesia, tapi pemain timnas olahraga lain, bintang film, atau anggota kelompok musik terkenal tak sungkan-sungkan mengatakan kalau dirinya mengidap HIV-AIDS atau baru saja mengisap ganja.
Sehingga, pesan-pesan untuk mengurangi dampak yang lebih merugikan dari konsumsi narkoba seperti menggunakan suntikan steril tiap kali mengonsumsi heroin untuk mencegah penularan virus darah, atau jangan mengemudi setelah minum minuman beralkohol untuk mencegah kecelakaan lalu-lintas, akan dengan lugas disampaikan seorang pesohor.
Atau, mempertimbangkan terapi ARV yang harus dilakukan ODHA seumur hidupnya, public figure yang juga mengidap HIV bisa menjadi panutan bagi ODHA di seantero Nusantara untuk terus menjalani terapi dan menjadi sehat.