close
Kebakaran Lapas
Gambar Ilustrasi: @abulatbunga

Kebakaran seperti yang menimpa Lapas Kelas I Tangerang, Rabu dini hari (8/9/2021) kemarin, bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sederet peristiwa serupa pernah terjadi di sejumlah tempat. Namun, banyaknya jumlah korban dalam peristiwa di Tangerang itu membuatnya jadi sorotan luar biasa.

Betapa tidak, 41 nyawa melayang dan puluhan lainnya terluka. Ada delapan orang dalam kondisi luka berat sehingga memerlukan penanganan medis secara intensif. Dua korban meninggal di antaranya tercatat sebagai warga negara asing.

Dihimpun dari berbagai media, peristiwa serupa pernah terjadi di sejumlah lapas/ rutan dengan beragam penyebab. Tahun lalu, setidaknya tiga peristiwa kebakaran lapas juga terjadi.

Bangunan Rutan Kelas II B Kabanjahe, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara terbakar pada Rabu (12/2/2020). Api disebabkan ulah penghuni rutan yang protes karena tidak terima melihat lima rekannya dihukum rantai oleh petugas. Dua bulan kemudian, Sabtu (11/4/2020), Lapas Kelas II A  Tuminting, Manado, Sulawesi Utara kebakaran akibat kerusuhan di dalam lapas. Diduga, kerusuhan terjadi akibat perbedaan perlakuan antarnapi dari petugas.

Pada Kamis (29/10/2020), sebuah minimarket yang terletak di dalam Lapas Purwokerto hangus terbakar. Penyebab kebakaran diduga dari adanya korsleting listrik.

Setahun sebelumnya, kebakaran juga terjadi di Lapas Perempuan Kelas III Palu (29/9/2019). Akibatnya, dari 15 blok yang ada, 6 blok hangus terbakar. Sebanyak 30 warga binaan diberitakan melarikan diri. Saat itu, kebakaran diduga sengaja dilakukan oleh para penghuni lapas agar mereka bisa kabur.

Sebelumnya, masih di tahun yang sama, Lapas Kelas II B, Blang Paseh, Kabupaten Pidie, Aceh terbakar. Kebakaran diduga akibat arus pendek listrik pada Senin (3/6/2019).  Peristiwa ini dipicu oleh warga binaan yang marah karena petugas mengambil dispenser air minum dari kamar. Akhir 2019, Lapas Perempuan Kelas II Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara kebakaran (1/12/2019). Penyebabnya tabung gas yang meledak.

Baca juga:  Apa Hasil Setahun UU Cipta Kerja?

Peristiwa lain yang menyita perhatian publik terjadi pada 4 Januari 2018 di Lapas Kelas II-A Banda Aceh. Saat itu, warga binaan mengamuk dan menolak dipindahkan ke Lapas Kota Medan, Sumatera Utara. Kerusuhan terjadi dan sejumlah dokumen, ruang kantor, dan satu unit mobil dibakar.

Pada 2016, setidaknya dua peristiwa kebakaran lapas/ rutan juga terjadi. Yang menyita perhatian banyak pihak adalah peristiwa yang terjadi di rutan Malabero, Kota Bengkulu pada 25/3/2016. Kerusuhan berbuntut pembakaran rutan dipicu oleh penggeledahan yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bengkulu. Diyakini, kerusuhan yang terjadi adalah tindakan solidaritas terhadap gembong narkoba yang dibawa petugas saat itu. Lima orang meninggal dunia akibat kebakaran ini.

Sebulan setelah itu, Lapas Kelas II A Banceuy, Bandung, Jawa Barat juga kebakaran (23/4/2016). Peristiwa ini dipicu kerusuhan. Warga binaan di sana protes atas tindakan petugas yang memberikan sanksi pada seorang rekannya yang melakukan pelanggaran. Sanksi itu berupa penempatan di sel khusus. Beberapa saat kemudian, warga binaan tersebut dilaporkan tewas akibat gantung diri. Kerusuhan merebak. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.

Sekali Lagi, Lapas dan Rutan di Indonesia Penuh Sesak  

Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang kemarin sangat memilukan mengingat jumlah korban meninggal mencapai 41 orang dan puluhan lainnya luka-luka. Sejumlah pihak kembali menyinggung betapa overpopulated alias kelebihan penghuni lapas/ rutan menyulitkan mitigasi saat bencana seperti kebakaran terjadi.

Seperti diberitakan CNN Indonesia (8/9), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut jumlah penghuni yang jauh melebihi kapasitasnya (overcrowding) di Lapas Kelas I Tangerang, Banten, membuat mitigasi kebakaran menjadi sulit. Peneliti ICJR, Maidina Rahmawati mengatakan, overcrowding tentunya akan mempersulit pengawasan, perawatan lapas, sampai dengan proses evakuasi cepat apabila terjadi musibah seperti kebakaran.

Baca juga:  Peringatan Hari Anti-Narkoba 2021: PBB Hapus Stigmatisasi Ganja, Indonesia Lanjut Perangi Narkoba (1)

Menurutnya, per Agustus 2021, Lapas Kelas I Tangerang memuat penghuni sebanyak 2.087 orang, padahal kapasitas huninya untuk 600 narapidana saja. Dengan kondisi ini beban Lapas Kelas I Tangerang mencapai 245 persen.

Persoalan mitigasi saat bencana terjadi tampaknya harus mendapat perhatian ekstra mengingat faktor perawatan fasilitas di dalam lapas itu juga memprihatinkan. Dikutip dari BBC News Indonesia (8/9), Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengungkapkan sejak berdiri sejak 42 tahun silam Lapas Kelas I Tangerang tidak memperbaiki instalasi listriknya.

Penuh sesaknya penjara di Indonesia bukannya tidak disadari oleh pemerintah. Kompas.com (8/9) memberitakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengungkapkan, pihaknya tengah membicarakan pembangunan lembaga pemasyarakatan baru yang lebih banyak, menyusul kebakaran yang terjadi di Lapas Kelas I Tangerang.

Rencana itu, kata Mahfud, sudah dibicarakan dengan Menkumham Yasonna Laoly. Lebih lanjut, Mahfud menambahkan bahwa lapas yang penuh sesak itu kebanyakan diisi oleh pengguna narkotika.

Sinyalemen seperti yang dikatakan Mahfud juga diungkapkan Maidina Rahmawati dari ICJR. Ia mengatakan, mayoritas penghuni rutan dan lapas berasal dari tindak pidana narkotika, dengan jumlah mencapai 28.241 warga binaan pemasyarakatan di seluruh Indonesia.

Dikutip dari Liputan6.com (8/9), Maidina mengungkapkan, ada solusi untuk mengurangi warga binaan, salah satunya dengan pembaruan sistem peradilan pidana untuk tidak lagi bergantung pada pidana penjara. Perubahan paradigma harus disegerakan.

Menurutnya, polisi, jaksa, dan hakim harus didorong untuk memiliki perhatian pada kondisi lapas. Bisa dimulai dengan mendorong penggunaan alternatif pemidanaan nonpemenjaraan, termasuk untuk kasus pengguna narkotika yang angkanya begitu banyak.

Selain itu, ia juga mendorong adanya reformasi KUHP untuk memperkuat alternatif pemidanaan nonpemenjaraan dan juga menghindarkan penggunaan hukum pidana berlebih dalam RKUHP.

Baca juga:  Rumah Cemara Galang Donasi Bantu Transgender Perempuan Atasi Dampak Covid-19

Melalui keterangan pers yang dikutip sejumlah media, Maidina juga mengatakan RKUHP tidak boleh memuat penggunaan pidana penjara yang lebih besar dari KUHP sekarang. Tingginya angka pemenjaraan dan jumlah perbuatan pidana yang semakin besar, akan berdampak buruk pada lapas, misalnya pidana yang berhubungan dengan privasi warga negara atau pidana tanpa korban.

Dirinya meyakini, kebijakan narkotika jelas merupakan masalah utama dari problem lapas. Pihaknya mendorong agar sistem peradilan pidana tidak lagi bergantung pada pidana penjara, sehingga lapas tidak sesak. Hal ini bisa dimulai dalam proses hukum kasus pidana narkoba.

Perlu diketahui, ICJR sendiri cukup getol mengingatkan bahwa semangat revisi UU Narkotika harus dengan pendekatan kesehatan masyarakat dengan jaminan dekriminalisasi pengguna dan pecandu narkotika. Sudah saatnya untuk mengubah strategi dalam menangani masalah narkotika. Masalah akses narkotika adalah masalah kesehatan, kebijakan narkotika harus berbasis kesehatan masyarakat.

Suara senada juga telah lama digaungkan Rumah Cemara. Pemidanaan konsumen narkotika telah menambah persoalan dan memperburuk derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Di seluruh dunia, semakin banyak negara yang tidak lagi menghukum kepemilikan narkotika untuk konsumsi pribadi. Di antaranya, bahkan memperluas hingga penanaman ganja atau berbagi zat yang tidak mendatangkan laba.

Dalam konteks kebijakan narkotika, dekriminalisasi mengacu pada penghapusan hukuman pidana untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan konsumsi narkotika. Ada yang mengganti hukuman pidana dengan sanksi sipil seperti kerja sosial, sementara dalam sistem lain tidak menerapkan hukuman sama sekali.

Artinya, pemerintah harus mau mulai mengoptimalkan alternatif pidana di luar pemenjaraan. Selain itu, pemerintah juga harus mulai mengefektifkan aturan yang mengakomodasi alternatif penahanan di luar tempat-tempat penahanan. Maka, kelebihan penghuni jauh melampaui kapasitasnya seperti yang terjadi di lapas/ rutan di Indonesia sedikit-banyak akan mulai teratasi.

Tags : kelebihan populasilapasnarkobaovercrowdingoverkapasitaspenjararutan
Tri Irwanda

The author Tri Irwanda

Praktisi komunikasi. Mulai menekuni isu HIV dan AIDS ketika bekerja di KPA Provinsi Jawa Barat. Punya kebiasaan mendengarkan lagu The Who, “Baba O’Riley”, saat memulai hari dengan secangkir kopi.

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.